Menikmati Sepincuk Pecel Sarangan di Pinggir Telaga, Beda dari Pecel Lain
MAGETAN, KOMPAS.com – Tangan Dewi (35), warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah sesekali mematahkan rempeyek kacang yang ditempatkan di pincuk bambu diatas nasi pecel yang ditimbun dengan toping sate usus dan sate jerohan ayam.
Matanya seakan tak lepas dari hamparan air di telaga yang beriak karena sejumlah speedboat yang melintas.
Bukit Sidoramping yang mengerucut dengan hijaunya pohon pinus di sebelah Barat seakan membingkai keindahan telaga yang menghipnotis pandangan.
“Saya sudah 3 kali ke sini dan selalu pesan nasi pecel. Makannya di pinggir Telaga. Dari sisi Timur telaga pemandangannya indah banget,” ujarnya ditemui di Telaga Sarangan Minggu. (26/1/2025).
Telaga Sarangan sendiri berada di Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Baca juga: Menikmati Olahan Gurame dan Mentok Fenomenal di Nganjuk, Berawal dari Mina Padi yang Disulap Jadi Lesehan Mewah
Dewi mengaku, pecel Sarangan menurutnya tidak jauh berbeda dengan menu Pecel yang ada di Madiun, Ponorogo, atau tempat lainnya.
Kulupan sayuran sebagai toping yang disiram dengan saus sambal kacang adalah bagian utama menu pecel.
“Yang beda di sini, toping sayurnya banyak jenisnya. Ada 5 bahkan ada yang sampai 8 toping sayur karena di sini kan terkenal dengan pertanian sayur. Ini yang saya suka,” imbuhnya.
Untuk saus sambal kacang pecel sarangan, menurut Dewi, rasanya lebih ke manis pedas.
Selain toping sayuran, Dewi mengaku senang dengan rempeyek kacang yang dipadu dengan sate usus atau jerohan ayam. Dan tidak ketinggalan ada telur ceplok mata sapi ditemani dengan tempe atau bakwan di sepincuk pecek sarangan.
“Topingnya cukup ramai tergantung pilihan, tapi yang paling saya suka ada toping serundeng (parutan kelapa yang digoreng dengan campuran rempah dan gula jawa hingga parutan kepala mengering) yang agak beda di sini,” katanya.
Dari Pati ke Telaga Sarangan di Magetan, Dewi menempuh perjalanan 3 jam dengan sepeda motor.
Dengan merogoh kocek Rp 12.000 untuk sepincuk pecel Sarangan dan menikmati Telaga, baginya setimpal.
“Rp 12.000 itu nasi pecel dengan toping telur ceplok sama rempeyek kacang dan tempe goreng, kalau tambah toping kayak sate usus atau ampela ya beda harga,” ucapnya.
Cerita penjual pecel, 30 tahun berdagang…
Sumiyem (52) warga Plaosan, Kabupaten Magetan salah satu pedagang nasi pecel gendong di sekitar Telaga Sarangan.
Dia mengaku sudah berjualan sejak berusia 18 tahun.
Sumiyem bercerita, dulu penjual nasi pecel di sekitar Telaga Sarangan tak sebanyak sekarang. Saat ini jumlahnya bisa mencapai lebih dari 50 orang.
“Dulu hanya beberapa orang saja. Sekarang yang berjualan baju di pinggir telaga Sarangan juga ikut jual nasi pecel karena semakin banyak yang datang ke sini,” katanya.
Sumiyem mengaku sebelum tahun 2000-an, pedagang nasi pecel gendong memilih keliling dari hotel ke hotel menjajakan nasi pecelnya karena pengunjung tak seramai saat ini.
Di tahun-tahun pertama Sumiyem berjualan dengan berkeliling, setiap hari beras 5 kg yang diolahnya selalu habis sebelum pukul 9.00 WIB pagi.
Kalau sekarang, Sumiyem hanya bisa menghabiskan 3 kilogram beras setiap harinya.
“Sekarang jualan saya nebeng di pinggir toko tidak lagi keliling dari hotel ke hotel karena lebih banyak tamu hotel yang ingin makan di pinggir telaga,” ucapnya.
Sumiyem mengaku mempersiapkan dagangannya sejak pukul 03.00 WIB dini hari, di mana sebagain besar kebutuhan sayuran untuk nasi pecel buatannya dipetik dari kebunnnya sendiri.
Bahkan beras yang digunakan juga hasil dari panen padi yang ditanam suaminya atau dari hasil panen tetangganya.
Dari berjualan nasi pecel keliling dia mengkau berhasil menyekolahkan 3 anaknya hingga lulus SMA.
“Semua bahan hasil tanaman sendiri atau beli hasil tanaman tetangga, kecuali kacang untuk sambal itu beli di pasar. Hasil jualan alhamdulillah bisa menyekolahkan anak yang 2 lulus SMA, yang satu masih sekolah. Sekarang yang 2 sudah kerja,” pungkasnya.
Baca juga: Menikmati Kopi di Tengah Rimbunnya Taman Kota Bandung
Suasana pagi Telaga Sarangan yang berkabut tipis diramaikan dengan ringkikan kuda dari para penyewa kuda dan derum mesin speedboat terasa syahdu dengan alunan musik keroncong Telaga Sarangan yang diciptakan oleh Isamanto dari warung yang menjamur di pinggir Telaga Sarangan.
Teduh sunyi damai tenang telaga sarangan. Indah bukan buatan pemandangan untuk bertamasya. Tempat marga satwa mandi berkencimpung ria. Bebas menghias diri berkicau murai di tepian tlaga. Kolam air ciptaan tuhan dipagr bukit bukit rimba. Tempat insan datang untuk menghibur lara. Di kakinya gunung Lawu di situ letaknya. Kagum aku memandang keindahanmu oh rahasia alam