Penerbangan Pertamaku Menuju Tanah Suci
Bismillahirohmanirahim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Pertama tama ijinkan saya mengucapkan alhamdulillah wasyukurillah, senang rasanya bisa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan rasa dalam tulisan yang semoga bisa menjadi bahan bacaan ringan dan menginsipirasi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan, menambah booster keimanan dan sekaligus membuka cakrawala kita mentadaburi ciptaan Illahi yang Maha Indah di dunia ini.
Pada kesempatan pertama, selalu dan selalu saya mengucapkan syukur yang tak terhingga karena telah diberikan kesempatan Allah SWT untuk dapat menunaikan ibadah umrah. Rasa gembira saya pun semakin berlipat-lipat karena saya bisa menjalankan umrah ini bersama keluarga tercinta. Sebagai umat islam, saya pun merasakan bagaimana hati ini masih tertaut dengan Makkah dan Madinah, dan selalu berharap agar dapat diberikan kesempatan lagi untuk mengunjungi lagi.
Perjalanan Religi
Perjalanan religi bagi umat islam menuju 2 kota suci yaitu Madinah al Munawwarah dan Makkah al Mukarramah, adalah perjalanan panjang yang menguras fisik, hati, fikiran, dan emosi ini adalah dambaan seluruh umat islam di belahan dunia manapun. Secara materi pastilah kita harus menabung secara konsisten dalam jangka waktu tertentu. Selain itu kondisi fisik juga wajib di upgrade apalagi dalam 1 bulan sebelum keberangkatan. Hati, fikiran dan emosi juga wajib ditata sejak dini agar dapat fokus dan nyambung frekuensinya dengan ritual-ritual yang wajib atau sunnah dijalankan selama Umrah.
Setelah penantian yang panjang, tibalah saatnya kami sekeluarga mendapatkan jadwal keberangkatan bersama dalam satu rombongan tour umrah yang alhamdulillahnya anggota nya baik-baik semua. Dikarenakan penerbangan kami terjadwal pagi hari, maka oleh pihak pengelola travel, kami diinapkan di salah satu penginapan di dekat bandara dengan harapan agar semua anggota perjalanan religi ini tidak ada yang tercecer.
Banyak Mengucap Astaghfirullah di Bandara Soekarno Hatta
Kami ber 35 orang berangkat dari Bandara Internasional Soekarno Hatta jam 11:00 WIB dari yang awalnya dijadwalkan penerbangannya jam 07:30 WIB. Ini saya anggap sebagai cobaan awal kita se rombongan untuk bersabar, walau dalam hati sempat terbersit kok bisa-bisanya maskapai si biru ini delay penerbangannya sampai 3,5 jam. Apa karena penumpangnya jamaah umrah semua, jadi pelayanannya agak dibikin santai atau di nomor dua kan, paling juga ngga ada yang complain dan para calon jamaah menganggap ini semua adalah ujian kesabaran.
Ketika kita sampai di terminal 3 ultimate gate Bandara Internasional Soekarno Hatta, saya agak kaget juga karena transitnya bukan di area yang biasanya calon penumpang pesawat turun dari kendaraan, namun di lantai bawah dekat parkiran dan satu lantai dengan pintu kedatangan. Dalam hati kembali bertanya-tanya, kok seperti penumpang gelap ya, turunnya di tempat yang bukan semestinya. But it’s ok, mungkin itu tempat yang paling nyaman untuk turunkan penumpang dan bongkar muat koper jamaah yang cukup banyak.
Ketika kami naik ke lantai atas, terjadi insiden yang menurut saya ini banyak faktor yang mempengaruhi. Jadi begini ceritanya, ketika para jamaah menaiki eskalator, tiba tiba railing eskalator tempat pegangan tangan berhenti bergerak walaupun tangga berjalannya masih jalan seperti biasa. Alhasil sejumlah jamaah terutama yang sudah usia lanjut kaget dan terbanting ke bawah menimpa jamaah yang dibelakangnya. Lumayan horor juga namun akhirnya dapat teratasi walaupun dengan susah payah.
Pada kejadian ini ada 2 pihak yang saya rasa patut dimintakan pertanggungjawaban, yang pertama adalah pihak penyelenggara tour & travel umrah dan pihak pengelola bandara internasional Soekarno Hatta. Yang pertama adalah penyelenggara tour & travel umrah yang tidak sigap dalam menangani korban dan minimnya upaya untuk mencarikan pertolongan ataupun penanganan luka para korban. Yang kedua adalah pihak pengelola bandara internasional soekarno hatta yang kecolongan dengan adanya fasilitas bandara yang tidak berfungsi normal, selain itu juga tidak ada petugas bandara di sekitar lokasi, ini juga perlu dipertanyakan pada kemana para petugas itu semua.
Perjalanan Religi dimulai
Terlepas dari semua kejadian yang menurut saya kurang nyaman dan profesional itu, saya dan keluarga berusaha untuk kembali fokus kepada tujuan utama kita yaitu ibadah umrah di tanah suci. Hingga kemudian jam 11 siang lebih sedikit, rombongan kita sudah dipanggil maskapai si biru untuk segera memasuki pesawat. Proses antrian yang panjang dan mengular sudah menjadi hal yang lazim di bandara tanah air, ada sesekali calon penumpang mau menang sendiri tidak antri atau memotong antrian saya rasa masih dalam batas kewajaran, ya wajarnya di Indonesia dikarenakan eksternalitas negatif dari budaya permisif dan mudah memaklumi.
Oh ya seingat saya maskapai si biru juga tidak memberikan kompensasi akibat delay sepihak, sekali lagi mungkin asumsinya para calon penumpang sudah tidak fokus untuk menegur atau sebatas mempertanyakan, sehingga kebijakan penggantian kompensasi nya pun dapat lolos lolos aja tidak diberikan ke calon penumpang. Ini menjadi catatan tersendiri, dan kedepan sepertinya perlu kita buat somasi terbuka jika kejadian ini terjadi berulang kali tanpa ada solusi.
Kamipun sudah masuk ke pesawat type Boeing 777 dengan komposisi bentang susunan kursinya 3 4 3. Saya dapat di tempat duduk dekat jendela, sehingga memungkinkan saya melihat suasana di luar pesawat dengan mudah dan nyaman. Hal yang menurut saya kurang pas ketika di dalam pesawat adalah semua bantal dan selimut sudah diletakkan di kursi, sehingga terasa penuh ketika kita duduk. Seyogiyanya sih untuk bantal dan selimut dibagikan ketika sudah take off dan sifatnya nggak wajib harus diterima alias sesuai kebutuhan dan permintaan penumpang.
Hal yang menarik dalam penerbangan dari tanah air menuju tanah suci adalah perasaan dalam hati yang berdebar-debar, seperti perjalanan menuju rumah sang kekasih. Penerbangan yang memakan waktu 10 jam 45 menit itu bagaikan perjalanan dengan penuh suka cita dan saya rasa ini dirasakan semua penumpang pesawat itu. Bagi yang petama kali ke tanah suci seperti saya dan keluarga aja excited sekali, apalagi yang sudah kedua atau ketiga kali pernah ke tanah suci.
Alhamdulillah atas perlindungan Allah, pesawat yang kami tumpangi dari tanah air ke tanah suci dengan sistem direct flight tanpa transit terbang dengan tenang, tanpa ada gangguan cuaca buruk ataupun turbulensi. Mungkin ini juga bagian dari dikabulkannya doa-doa para peserta umrah yang hatinya bersih dalam pesawat kami.
Hal lain yang mendapatkan perhatian dalam penerbangan kami adalah penyediaan asupan makanan yang diberikan, kalau tidak salah kami diberikan satu kali snack dan satu kali makan. Untuk ukuran anak-anak dan remaja saya rasa cukup, tapi kalau untuk bapak-bapak dan emak, mungkin kurang jumlahnya. Sedikit saya berikan perbandingan antara maskapai si biru dengan maskapai penerbangan negara tetangga kita Qantas Airways, dalam perjalanan dari Jakarta menuju Sydney direct flight selama 7 – 8 jam, kita diberikan 3 kali makan yaitu 1 jam setelah flight, kemudian 3 – 4 jam setelah flight dan 1 jam sebelum flight.
Pemandangan dan suasana yang sangat berbeda dengan kondisi di tanah air
Ketika sudah memasuki jazirah Arab, kita akan mendapatkan suguhan pemandangan yang jarang atau bahkan tidak pernah kita temui ketika kita terbang di tanah air, yaitu pemandangan padang pasir yang luas tak berujung. Pemandangan yang hanya bisa kita lihat di Televisi atau Film, kini tersaji di depan mata kita, hamparan pasir tanpa ada satupun tumbuhan, gunung-gunung batu yang terjal serta rombongan kalifah dengan deretan unta yang berjalan mengular di tengah padang pasir.
Selain itu perbedaan waktu juga menjadi sebuah pengalaman menarik bagi kita semua, dimana kita berangkat dari tanah air jam 11:3o siang dan sampai di Madinah pukul 17:00 waktu madinah al munawwaroh, jadi seperti perjalannya hanya 5 jam padahal aslinya penerbangannya memakan waktu 10 jam.
Rindu Tak Bertepi, Pergi tuk Kembali
Kata orang, kalau sudah sekali ke tanah suci pastilah akan ada rasa rindu yang tak terbendung untuk kembali ke sana, paling tidak sekali lagi dalam seumur hidup. Awalnya sih aku tidak terlalu percaya, namun begitu aku melakukan perjalanan umrah perdana dan setelah kembali aku pun merasakan apa yang dirasakan mereka akan kerinduan yang tak terkira. Terkadang hati ini tergetar ketika melihat tayangan atau vlog tentang tanah suci di instagram atau di youtube atau di platform medsos lainnya.
Selain Masjid Nabawi, Makam Rasulullah, Masjid Quba, Gunung Uhud, dan suasana di sekitar Masjid Nabawi, keramahan warga Madinah juga menjadi salah satu daya tarik yang membuat hati kita makin cinta dan rindu dengan Madinah al Munawwarah. Kalau di Makkah al Mukarramah tidak lain dan tidak bukan adalah Masjidil Haram, Ka’bah, Bukit Safa dan Marwa, Hijr Ismail selalu menjadi magnet bagi kita untuk terus dan terus ingin mengunjunginy. Hal paling saya inginkan ketika di Masjidil Haram adalah sholat dan bermunajat di depan Ka’bah. Perlu perjuangan keras, namun sangat memuaskan bisa berlama-lama di lingkungan Ka’bah mentadaburi keindahan ciptaan Allah di Makkah al Mukarramah.
Doa kami semoga suatu saat nanti, kami dapat diberikan kesempatan lagi untuk mengunjungi Madinah al Munawwarah dan Makkah al Mukarramah, dan saya berjanji dalam hati akan “balas dendam” meningkatkan ibadah saya semaksimal mungkin dengan beribu ribu kali lipat agar tujuan utama saya terkabul yaitu Ridla Allah SWT. Demikian juga untuk anda, saya doakan hal yang sama agar kerinduan kita ke tanah suci segera terobati, aamiin aamiin ya rabbal aalaamiin.
Semoga ini pertanda baik bagi kita semua, kecintaan kita untuk kembali ke tanah suci adalah bukti Allah telah membuka hati kita agar terus tertaut dengan tanah suci dan memaksimalkan ibadah, munajat dan menikmati suasana penuh kedamaian di tanah suci, Madinah al Munawwaroh dan Makkah al Mukarramah.
*) harapan saya kedepan bisa umrah tapi tidak lagi menggunakan layanan penerbangan si biru, mungkin dengan penerbangan lainnya yang berskala internasional akan mendapatkan pengalaman yang lebih baik.