Fenomena Iktikaf dengan Mendirikan Tenda di Masjid, Ini Tanggapan Kemenag
KOMPAS.com – Saat menginjak 10 hari terakhir bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam dengan memperbanyak iktikaf dan meningkatkan ibadah.
Sebab, di antara malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, terdapat malam yang keistimewaannya lebih dari 1000 bulan, yaitu malam Lailatul Qadar.
Hal ini membuat sebagian umat Islam bersemangat dalam beribadah dengan menyibukkan diri di masjid.
Salah satunya dengan mendirikan tenda di lingkungan masjid, seperti yang terjadi di Masjid Raya Habiburrohman, Bandung, Jawa Barat.
Dilansir dari Antara, Jumat (21/3/2025), sebanyak 1.500 orang dari sejumlah daerah di Indonesia mulai mendirikan tenda di masjid tersebut.
Bahkan diperkirakan orang yang akan melaksanakan iktikaf mencapai 7.000 saat puncak malam ke 27 Ramadhan.
Iktikaf sendiri adalah salah satu ibadah umat Islam yang dilakukan dengan cara berdiam diri di dalam masjid.
Baca juga: Apa Saja Amalan Malam Lailatul Qadar yang Sebaiknya Dilakukan? Berikut 6 Daftarnya
Tanggapan Kemenag tentang iktikaf dengan mendirikan tenda di masjid
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag RI Arsad Hidayat mengungkapkan, mendirikan tenda di lingkungan masjid adalah bentuk mendekatkan diri dengan masjid bagi umat Muslim.
“Mereka ingin melaksanakan iktikaf, kemudian mencari lokasi untuk iktikaf di masjid dan mendirikan tenda,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (26/3/2025).
Umat Islam mencari keutamaan malam Lailatul Qadar dengan cara beriktikaf secara khusyu, salah satunya adalah dengan mendirikan tenda.
“Karena tenda yang nempel ke masjid itu merupakan bagian dari masjid itu sendiri,” imbuhnya.
Baca juga: Apakah Ada Shalat Lailatul Qadar? Berikut Penjelasan MUI
Dua amalan 10 hari terakhir menurut Rasulullah SAW
Arsad kemudian menjelaskan, bahwa ada dua hal yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW saat memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
“Pertama, beliau meningkatkan intensitas beribadah, kedua memperbanyak iktikaf di masjid,” ujar Arsad.
Menurut Arsad, Rasulullah SAW selalu meningkatkan intensitas beribadah dalam 10 hari terakhir Ramadhan dengan cara menghidupkan malamnya serta mengajak keluarganya. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh istri nabi yaitu Siti Aisyah.
“Hadits dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah, apabila telah masuk sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, maka beliau: mengencangkan sarungnya (meningkatkan intensitas ibadahnya),menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya,” (HR. Bukhari Muslim).
“Harapannya di samping mendapatkan Lailatul Qadar juga untuk menghidupkan ibadah di 10 hari terakhir Ramadhan,” tutur Arsyad.
Selain meningkatkan ibadah, Rasulullah SAW juga melaksanakan iktikaf. Pelaksanaan iktikaf wajib dilakukan di masjid.
“Namanya iktikaf, ini kan salah satu syaratnya tidak bisa dilakukan kecuali di masjid,” imbuh Arsad.
Dua amalan utama Rasulullah SAW itu, lanjut Arsad, kemudian diikuti oleh istri dan para sahabat seperti dalam hadis berikut ini:
“Dari Aisyah r.a., istri Nabi Muhammad, bahwasannya Nabi Muhammad i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian ustri-istri beliau i’tikaf setelah kepergiannya,” (Muttafaqun ‘alaih).
Baca juga: Kapan Malam Lailatul Qadar? Ini Pendapat Ulama
Iktikaf di 10 hari terakhir Ramadhan sangat dianjurkan
Sementara itu, Guru Besar Tafsir UIN Raden Mas Said Surakarta juga menambahkan, iktikaf hukumnya sunnah muakkadah bagi setiap Muslim di saat 10 terakhir di bulan Ramadhan.
Berdasarkan hadits yang sahih, menurut Hasan, Rasulullah pernah bersabda:
“Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar didasari iman dan mencari pahala kepada Allah, maka dosa-dosanya akan diampuni“.
Bahkan, lanjutnya, para salafusshalih tidak tidur untuk memaksimalkan dalam berikhtiar mendapatkan keberkahan di ujung malam akhir bulan Ramadhan. Termasuk, melakukan iktikaf di dalam masjid.
“Maka tidak heran para salafusshalih menghidupkan malam-malam tersebut,” ucapnya kepada Kompas.com, Rabu.