Minuman Manis Produksi Pabrik-Gerai Kena Cukai Mulai Semester II 2025
Penerimaan cukai yang ditargetkan naik pada 2025 membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akan memberlakukan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mulai semester II tahun ini. Minuman berpemanis produksi dari pabrik dan gerai bakal terkena kebijakan cukai tersebut.
“MBDK itu direncanakan kalau sesuai jadwal semester II 2025. Perlu kita ingat di UU HPP, syarat barang kena cukai baru dicantumkan dalam UU APBN, kan sudah,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, saat media briefing, dikutip Senin (13/1).
Nantinya, pemerintah akan menyiapkan PP dan turunannya dalam bentuk PMK. Nirwala menuturkan, cukai MBDK bertujuan untuk menekan konsumsi gula tambahan masyarakat, yang didapat dari minuman berpemanis dalam kemasan. Namun tidak terbatas pula kepada minuman manis yang dijual di gerai-gerai.
“Kita pasang threshold itu akan dibahas di PP-nya. Jadi tidak semua langsung kena, di bawah itu tidak kena di atas itu baru kena. Tentunya kalau di Batasan Barang Kena Cukai itu batasannya harus jelas,” ujar Nirwala.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda memperkirakan potensi penerimaan negara dari rencana kebijakan tarif cukai MBDK tidak sampai Rp 7 triliun.
Huda melihat dampak pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis relatif kecil terhadap penerimaan negara, tetapi lebih kepada pengendalian konsumsi di sektor kesehatan.
“Dampaknya relatif kecil terhadap penerimaan negara, tidak ada Rp 7 triliun potensi ke penerimaan negara,” jelas Nailul Huda kepada kumparan, Minggu (12/1).
Huda berpendapat sebaiknya pemerintah menggunakan perhitungan tarif ad valorem progresif dengan besaran tarif mengikuti kandungan gula yang terdapat dalam MBDK. Tarif ad valorem yaitu pajak yang didasarkan pada nilai suatu transaksi.
“Semakin tinggi tingkat kandungan gula maka semakin tinggi pula tarif yang diberikan kepada produsen MBDK,” tutur Huda.