Siapa Mary Jane Veloso dan Kenapa Jadi Terpidana Mati di Indonesia?
MANILA, KOMPAS.com – Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, menyampaikan terima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan pihak berwenang atas pembebasan terpidana mati narkoba bernama Mary Jane Veloso.
“Hasil ini merupakan cerminan dari kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia, yang bersatu dalam komitmen bersama untuk keadilan dan kasih sayang,” kata pria berjuluk Bongbong itu melalui akun Instagram resminya pada Rabu (20/11).
“Terima kasih, Indonesia. Kami menanti untuk menyambut kepulangan Mary Jane,” lanjutnya.
Baca juga: Presiden Marcos Jr: Kami Sepakat dengan Indonesia, Mary Jane Akan Kembali ke Filipina
Marcos Jr mengatakan, Mary Jane akan diserahkan ke Filipina setelah dilakukan negosiasi bertahun-tahun dengan Indonesia. Dia menyebut upaya pemulangan Mary Jane sebagai “perjalanan yang panjang dan sulit”.
“Setelah lebih dari satu dekade melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusi matinya. Cukup lama untuk mencapai kesepakatan dan akhirnya (kami akan) membawanya kembali ke Filipina,” kata Marcos Jr dalam sebuah pernyataan, dikutip dari kantor berita AFP.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, menyatakan telah mempertimbangkan opsi transfer of prisoner atau pemindahan narapidana asing, yaitu Mary Jane F Veloso.
Ia menyebut, pemindahan narapidana untuk narapidana asing disesuaikan dengan permohonan dari pemerintah negara asal. Ia juga mengatakan, telah membahas poin-poin persoalan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Dan kita sedang merumuskan satu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan narapidana asing yang ada di negara kita ini, baik melalui perundingan bilateral maupun juga kita merumuskan satu kebijakan yang dapat kita tempuh terkait dengan apa yang dalam bahasa Inggris sebut dengan transfer of prisoner,” kata Yusril dalam keterangan tertulis dalam pertemuannya dengan Duta Besar Filipina, Gina Alagon Jamoralin, pada Senin (11/11/2024).
Siapa Mary Jane Veloso?
Mary Jane Veloso adalah perempuan asal Filipina yang ditangkap di Bandar Udara Adi Sucipto, Yogyakarta, pada 2010 lalu karena membawa 2,6 kilogram heroin.
Dia kemudian divonis hukuman mati pada Oktober 2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menggunakan Pasal 114 ayat 2 UU no 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Setelah vonis dijatuhkan, berbagai upaya hukum dilakukan, mulai dari banding, kasasi, dan grasi. Namun, semua itu ditolak pengadilan Indonesia.
Bahkan, pada 25 Maret 2015, Mahkamah Agung memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan kuasa hukum Mary Jane.
Dalam dokumen persidangan terungkap penerjemah Mary Jane tidak kompeten karena masih berstatus mahasiswa yang hanya paham bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Padahal Mary Jane tidak paham bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, ia hanya paham bahasa Tagalog.
Pada 27 April 2015, atau dua hari sebelum Mary Jane dibawa ke Nusakambangan untuk dieksekusi mati, Pengadilan Negeri Sleman menolak pengajuan Peninjauan Kembali yang kedua.
Saat itu, pihak Pengadilan Negeri Sleman menjelaskan bahwa pengadilan tidak bisa menerima Peninjauan Kembali untuk kedua kalinya sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan Pengajuan Peninjauan Kembali (PK).
Baca juga: Mary Jane Dipulangkan ke Filipina dari Indonesia, Ini Pernyataan Lengkap Presiden Marcos Jr
Drama menjelang eksekusi mati
Mary Jane Veloso lantas dibawa bersama delapan terpidana kasus narkoba ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 29 April 2015.
Namun, pada menit-menit akhir sebelum pelaksanaan, eksekusi Mary Jane ditunda karena permintaan presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.
Permintaan ini disampaikan setelah seseorang yang diduga menjebak Mary Jane untuk membawa heroin ke Indonesia menyerahkan diri kepada polisi di Filipina.
Ibu Mary Jane mengatakan penundaan ini sebagai suatu “keajaiban”.
Menurut Jaksa Agung saat itu, HM Prasetyo, memang benar “ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia.”
“Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina, mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, namun tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya,” papar Prasetyo kepada para wartawan.
Namun, menurut HM Prasetyo, status Mary Jane adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini diutarakan pula oleh presiden saat itu, Joko Widodo, dalam kesempatan lain.
Baca juga: Mary Jane Segera Pulang ke Filipina, Harapan Ibu dan Anak-anaknya Kembali Meninggi
Korban perekrutan kurir narkoba
Belakangan terungkap bahwa Mary Jane Veloso adalah korban perekrutan kurir narkoba, sebagaimana tercatat dalam dokumen persidangan di Filipina.
Mary Jane Veloso sejatinya adalah seorang pekerja migran asal Filipina dan seorang ibu dari dua anak, menurut LBH Masyarakat yang selama ini mengadvokasi kasus tersebut.
Mary Jane pernah bekerja di Dubai, tetapi dia pulang setelah mengaku menerima percobaan pemerkosaan oleh majikannya.
Pada 18 April 2010, Mary Jane ditawari oleh tetangganya, Cristina Sergio, untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia. MJV membayar 20.000 peso untuk biaya keberangkatannya.
Pada 22 April 2010, Mary Jane berangkat bersama Cristina Sergio ke Malaysia.
Selama tiga hari tinggal di Malaysia, MJV dibelikan baju dan berbagai barang. Setelah itu Cristina Sergio menyampaikan bahwa pekerjaan di Malaysia sudah tidak tercedia, tapi dia berjanji akan mencarikan pekerjaan. Sembari mencari pekerjaan, Cristina meminta Mary Jane menunggu di Indonesia.
Pada 25 April 2010, Cristina Sergio meminta Mary Jane pergi ke Yogyakarta dan memberinya sebuah koper dengan upah 500 dollar AS.
Setibanya di Bandara Yogyakarta, Mary Jane ditangkap karena di bagian lapisan dalam koper yang diberikan Cristina terdapat heroin seberat 2,6 kilogram.
Pada 28 April 2015 atau sehari sebelum Mary Jane dieksekusi mati di Nusakambangan, Cristina menyerahkan diri ke kepolisian Cabanatuan, Filipina.
Dia mengaku makin banyak menerima ancaman mati saat eksekusi Mary Jane kian dekat.
Pada 2020, Cristina Sergio dan Julius Lacanilao dijatuhi vonis bersalah oleh para hakim Pengadilan Negeri Nueva Ecjia di Filipina atas kasus perekrutan ilegal.