KAI Commuter Berpotensi Rugi, KAI Minta Lagi Suntikan PMN Rp 1,8 Triliun di 2025
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,8 triliun untuk tahun 2025, setelah dipastikan akan mendapat PMN Rp 2 triliun di tahun ini.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya, mengatakan PMN tersebut akan digunakan untuk pengadaan KRL Jabodetabek oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter.
Salusra menyebutkan, selain PMN, pendanaan pengadaan KRL dipenuhi oleh pinjaman atau utang (loan) KCI. Sehingga jika tidak mendapatkan PMN, seluruh pendanaan mau tidak mau harus berasal dari utang.
Dampaknya jika tidak mendapatkan PMN, kata dia, yaitu beban bunga utang KCI akan sangat tinggi melebihi 2 kali lipat. Selain itu, laba bersih perusahaan juga berpotensi berbalik menjadi rugi setelah tahun 2027.
“Laba bersih sebaliknya akan turun bahkan minus dalam 5 tahun, dalam 2027 juga sudah tipis-tipis hanya breakeven akibat beban bunga yang tinggi tanpa PMN, sehingga net profit margin secara ratio KCI akan sangat terdampak buruk sekali,” ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, Selasa (9/7).
Salusra menambahkan, proyeksi keuangan KCI juga akan terdampak sebab kas dan setara kas akan tergerus dengan besarnya beban utang perusahaan, dari Rp 650 miliar saat ini, menjadi hanya Rp 160 miliar di 2028. Selain itu, total liabilitas juga akan semakin tinggi.
“Seluruh ratio keuangan jelas sekali perburukannya akan sangat terdampak nyata ke KCI, karena beban bunga liabilitas tersebut instead of ekuitas dari PMN,” tegasnya.
Direktur Utama PT KCI, Asdo Artriviyanto, mengatakan kebutuhan anggaran rencana pengadaan KRL Jabodetabek yakni Rp 9,8 triliun, diantaranya Rp 5,3 triliun dari PMN dan Rp 3,7 triliun dari pinjaman KCI.
“KCI membutuhkan dukungan PMN tahun 2025 sebesar Rp 1,8 triliun untuk menjaga kapasitas keuangan KAI dan KCI dalam menjalankan penugasan pemerintah atau PSO khususnya angkutan KRL Jabodetabek,” katanya.
Asdo memaparkan rencana pengadaan sarana KRL dimulai tahun 2023, KCI yang awalnya memiliki 118 trainset harus melakukan konservasi terhadap 10 trainset sehingga jumlah armada berkurang menjadi 108 trainset.
Dari total 108 trainset, sebanyak 101 untuk operasional dan 7 trainset untuk maintenance yang idealnya 16 trainset atau 15 persen dari jumlah armada.
“Kebutuhan operasi mulai 2023 sampai 2026 adalah 101 trainset, itu kebutuhannya disesuaikan dengan grafik perjalanan kereta api oleh Kemenhub,” tuturnya.
Kemudian di 2024, jumlah armada KCI akan berkurang lagi sebanyak 19 trainset, sehingga di akhir 2024 hanya sebanyak 89 trainset. Artinya, kata Asdo, KCI kekurangan 12 trainset.
Kekurangan armada tersebut baru akan dipenuhi oleh PT INKA (Persero) sebanyak 12 trainset baru dan 2 trainset retrofit yang akan datang Semester II 2025, kemudian impor 3 KRL dari China yang akan datang di Semester I 2025.
Padahal, kata Asdo, INKA seharusnya mengirimkan 16 trainset baru dan 19 trainset retrofit. Dengan kekurangan tersebut, KCI akan menambah impor KRL dari China sebanyak 8 trainset.
“Namun dengan kondisi teknis dari INKA sudah dilakukan assesment hanya 2 trainset yang bisa diretrofit, sehingga yang 17 traisnet ini tidak bisa diretrofit, kami alihkan menjadi pembelian baru melalui impor untuk mengejar semester I 2025,” ungkap Asdo.
Dengan demikian, Asdo menyebutkan KCI akan mengimpor setidaknya total 11 trainset dari CRRC Shifeng, seiring dengan penambahan kapasitas produksi INKA.
“Ini beberapa pengadaan yang akan datang di 2025, karena kami mengalami krisis kekurangan sarana di semester II 2024 dan semester I 2025 dan kami akan selesaikan krisis ini di 2025,” tegasnya.
Sementara pada 2026, lanjut Asdo, INKA ditargetkan akan menyelesaikan 4 dari 16 trainset, dan terakhir pada 2027 rencananya INKA akan menyelesaikan produksi sebanyak 8 trainset.