Kenapa Militer Lebanon Tak Serang Israel padahal Wilayahnya Dibombardir? Berikut 5 Alasannya
KOMPAS.com – Israel terus melancarkan serangan kepada kelompok Hizbullah sejak Senin (23/9/2024).
Israel menyerang Hizbullah yang berada di Lebanon dengan beberapa cara, seperti menembakkan roket dan meretas serta meledakkan alat komunikasi pager.
Namun, militer Lebanon tidak kunjung melakukan serangan balasan kepada Israel walau wilayahnya terus dibombardir selama lima hari terakhir.
Dilansir dari Antara, Kamis (26/9/2024), serangan Israel telah menewaskan 1.247 warga Lebanon, termasuk perempuan dan anak-anak.
Lantas, mengapa militer Lebanon tidak menyerang Israel padahal wilayahnya dibombardir dan rakyatnya tewas?
Baca juga: Netanyahu Enggan Hentikan Serangan ke Lebanon, meski Didesak AS dan Sekutu
Alasan militer Lebanon tidak menyerang Israel
Profesor Universitas St Joseph di Beirut, Khalil Helou, memberi penjelasan mengapa militer Lebanon tidak langsung menyerang Israel di tengah serangan terhadap Hizbullah.
Berikut penjelasannya.
1. Faktor kepemimpinan di Lebanon
Ia mengatakan, kepemimpinan di Lebanon memiliki beberapa isu penting yang perlu dipertimbangkan dan semuanya mempunyai konsensus yang serius.
Menurutnya, militer Lebanon tidak bekerja seperti di negara-negara barat. Militer Lebanon tunduk pada instruksi pemerintah.
Namun, telah terjadi perpecahan di militer Lebanon yang menyebabkan prajurit berjalan sendiri-sendiri.
“Sekarang siapapun yang memimpin tentara, siapapun yang menjadi panglima tertinggi tentara, mereka harus mengambil keputusan yang menurut mereka cocok,” ujar Helou dikutip dari Euronews, Rabu (25/9/2024).
Baca juga: Komandan Hizbullah Ibrahim Kobeissi Tewas Saat Israel Serang Lebanon
2. Resolusi PBB
Selain karena faktor pemerintah dan perpecahan, militer Lebanon tidak segera menyerang Israel karena mempertimbangkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Helou menjelaskan, Lebanon bagian selatan dan Lembah Bekka yang saat ini menjadi target serangan Israel seharusnya berada di bawah naungan hukum Resolusi 1701 Dewan Keamanan (DK) PBB.
Resolusi yang diteken pada 11 Agustus 2006 tersebut berisi seruan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Resolusi 1701 mengamanatkan pembentukan UNIFIL serta memberikan peran kepada militer Lebanon untuk menyerukan kepada pemerintah setempat dan pasukan perdamaian PBB agar mengerahkan pasukan secara bersama-sama.
Resolusi tersebut seharusnya berlaku setelah Israel dan Hizbullah menarik pasukannya. Namun, kedua belah pihak tidak mematuhi Resolusi 1701.
Pada situasi ini, militer Lebanon dihadapkan pada kondisi dilema antara apakah mereka akan menghadapi Israel atau melucuti senjata Hizbullah secara paksa.
Dua keputusan tersebut tidak bisa dilakukan secara semena-mena karena Lebanon harus mematuhi Resolusi PBB.
Baca juga: Intelijen Bocorkan Cara Israel Sabotase Pager Hizbullah yang Meledak di Lebanon
3. Lebanon butuh keseimbangan
Lebanon juga dihadapkan pada situasi sulit karena negaranya membutuhkan keseimbangan antara perwakilan dari berbagai komunitas agama yang berbeda.
Selain itu, prajurit secara konstitusional berada di bawah lembaga-lembaga politik yang anggotanya memiliki pandangan saling bertentangan tentang krisis yang sedang berlangsung.
“Jika ada serangan darat, unit-unit yang dikerahkan di selatan harus bisa mempertahankan diri dan harus mempertahankan wilayah Lebanon dengan sarana yang mereka miliki,” jelas Helou.
“Namun pada dasarnya, misi brigade yang dikerahkan di selatan adalah untuk bekerja sama dengan UNIFIL dan bukan dengan penggunaan kekuatan (militer). Jadi, ini bukan pasukan penyerang, ini bukan pasukan yang akan menentang Israel. Keseimbangan kekuatan sama sekali tidak menguntungkan kami (Lebanon) dalam kasus ini,” tambahnya.
Baca juga: Lebanon Memanas Usai Serangan Beruntun Pager dan Walkie-talkie, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
4. Ancaman perang saudara
Helou menerangkan, Hizbullah secara resmi merupakan kekuatan politik Lebanon yang sah dan konstitusional.
Ketika Hizbullah mengambil inisiatif sepihak untuk menyerang Israel, kekuatan politik dan tentara Lebanon lainnya disebut Helou akan lumpuh total.
Ia menambahkan, jika militer berhadapan langsung dengan Hizbullah, hal ini akan memicu perang saudara di Lebanon.
Militer Lebanon tentunya akan mengutamakan stabilitas internal daripada perang yang berlarut-larut dengan Hizbullah.
Selain itu, militer Lebanon juga menghadapi kesulitan jika melawan Israel karena persenjataan mereka yang dinilai tidak memadai.
Hal tersebut berbeda dengan Hizbullah yang memiliki persenjataan balistik yang kuat dan bisa melancarkan serangan menggunakan unit gerilya sebagai infanteri.
Namun, bukan berarti Hizbullah tidak memiliki kelemahan karena kelompok ini tidak memiliki angkatan udara atau resimen tank.
Baca juga: 5 Fakta Ledakan Pager Lebanon, 200 Orang Kritis dan Israel Disebut Sebagai Dalang
5. Militer Lebanon punya tugas lain
Lebanon sebenarnya mendapat bantuan dari Uni Eropa untuk memperkuat persenjataannya.
Jerman pernah membantu militer Lebanon memelihara semua menara keamanan dan pengintai di angkatan laut serta darat.
Namun, bantuan dari Uni Eropa tidak serta merta bisa mendorong militer Lebanon untuk bertindak.
Duta Besar Lebanon untuk Uni Eropa, Fadi Ajali, juga mengatakan, militer negaranya terlalu banyak bekerja karena harus berurusan dengan urusan keamanan dalam negeri, seperti mencoba mengendalikan arus migran ke Uni Eropa.
Militer Lebanon juga berusaha memberikan keamanan bagi para pengungsi, baik yang berasal dari Palestina maupun Suriah.