Bagaimana cara restoran mendapatkan bintang Michelin?
Bintang Michelin merupakan salah satu penghargaan tertinggi yang didapatkan sebuah restoran. Namun, selama beberapa dekade, proses pemberian penghargaan ini ditutup rapat-rapat dari publik.
Selain cerita soal romansanya, plot paling menarik dari musim baru Emily in Paris mungkin adalah impian Koki Gabriel untuk mendapatkan bintang Michelin yang didambakan di restorannya, l’Esprit de Gigi.
Dari The Menu hingga The Bear, cukup banyak tokoh koki fiksi yang mengejar penghargaan bergengsi ini dalam beberapa tahun terakhir.
Emily in Paris mungkin salah menggambarkan Paris, tetapi penggambarannya tentang kerahasiaan dan kesakralan bintang Michelin, bisa dibilang, tepat sasaran.
“Bahkan bagi kami, Michelin Guide sedikit tidak jelas,” kata Julia Sedefdjian, yang menjadi koki berbintang Michelin termuda di Prancis pada usia 21 tahun. “Seperti tidak ada skala penilaian yang jelas.”
Mengingat anonimitas peninjau yang sangat dirahasiakan, mungkin orang terbaik yang bisa memberikan wawasan yang benar-benar dibutuhkan tentang bintang Michelin adalah sang koki.
Michelin Guide dimulai dengan sederhana pada tahun 1900, berupa panduan gratis untuk pelanggan ban Michelin yang menunjukkan stasiun pengisian bahan bakar, hotel, dan restoran.
Hierarki tiga bintang muncul pada tahun 1931. Bintang satu berarti tempat itu layak menjadi perhentian, bintang dua berarti direkomendasikan, dan bintang tiga berarti tempat sangat layak dikunjungi dalam rangkaian perjalanan Anda.
Saat ini, pemberian Michelin Guide dipenuhi misteri. Sudah 40.000 lebih restoran di lebih dari 30 negara yang ditinjau oleh para inspektur–yang identitasnya dirahasiakan.
Prancis saja memiliki 639 restoran berbintang Michelin–75 restoran di antaranya berbintang dua, dan hanya 30 restoran yang berbintang tiga.
Setelah 15 tahun bekerja di dapur berbintang di seluruh Prancis–termasuk di Les 110 de Taillevant di London–koki Maxime Bouttier baru bisa memahami apa saja hal yang membuat sebuah restoran pantas mendapatkan bintang Michelin.
“Saya tahu bagaimana caranya bisa mendapatkan bintang,” kata koki, yang mendapatkan bintang pertamanya di Géosmine pada Maret 2024.
Dia menyebutkan “tanda-tanda” seperti meja berhias taplak putih dan musik piano lembut yang diputar sebagai latar, menjadi elemen-elemen yang wajib dipenuhi pengusaha restoran.
Ketika Sedefdjian membuka Baieta, restoran berbintang Michelin di Paris pada 2018, dia secara sengaja berinvestasi peralatan makan yang cantik dan mengisi gudang anggurnya, bahkan membuka restoran di ruang yang sebelumnya ditempati oleh Itinéraires, yang dulunya juga berbintang Michelin.
Ambisi Sedefdjian untuk meraih bintang dimulai jauh lebih awal, ketika dia baru berusia 14 tahun. Dia menempuh pendidikan di sekolah kuliner dan magang di restoran fine dining l’Aphrodite, ketika restoran itu mendapatkan bintang Michelin pertamanya.
“Saya menjadi saksi bagaimana memiliki seorang koki yang sudah menunggu bintangnya selama bertahun-tahun, sampai akhirnya berhasil,” kenangnya.
“Itu sesuatu yang luar biasa. Saya masih ingat betul, seperti baru kemarin. Padahal bintang itu juga bukan punya saya”.
Orang-orang yang bergelut dalam industri restoran mungkin sudah mencurigai cuplikan musim keempat Emily in Paris tentang peninjau Michelin bernama Marianne, yang berpura-pura, mengingat setiap memberikan ulasan Michelin, koki tidak pernah mengetahui keberadaannya.
“Kami tidak pernah menyadari kunjungan para peninjau,” kata Sedefdjian. “Kalaupun mereka memperkenalkan diri, itu hanya setelah mereka makan. Dan seringnya mereka tidak pernah memperkenalkan diri sama sekali.”
Beberapa petunjuk digambarkan hampir sempurna dalam film Burnt tahun 2015 lalu, ketika manajer restoran menyampaikan beberapa perilaku aneh kepada koki: dua pelanggan, satu memesan menu pencicipan, satunya lagi memesan à la carte, mereka juga memesan setengah botol anggur dan–bagian pentingnya–menaruh garpu di lantai.
“Kami pernah bilang bahwa mereka akan meletakkan perak di lantai untuk melihat apakah pelayan segera mengambilnya,” kata Sedefdjian.
Para penggemar The Bear juga curiga serial itu bermain-main dengan pola yang sama di musim ketiga, ketika Richie melihat garpu di lantai ruang makan.
Namun, tidak ada garpu di Baieta. Kalau saja pengunjung berusia 40-an tahun yang datang sendirian tidak memperkenalkan dirinya setelahnya, Sedefdjian tidak akan mengetahuinya.
“Anda akan mengira para peninjau Michelin itu usianya lebih tua dan membawa buku catatan.”
Setelah inspeksi, kebanyakan orang mengetahui status bintang mereka dari acara publikasi Michelin. Namun, untuk restoran baru, menurut Sedefdjian, “seseorang dari Michlein akan menelepon Anda untuk memberi tahu Anda.”
Ketika acara itu semakin dekat, “Saya mulai berkata pada diri sendiri, ‘Ini tidak mungkin. Mereka tidak akan menelepon. Mereka tidak akan pernah menelepon’.”
Dan kemudian, sehari sebelum publikasi, nomor yang tidak terdaftar muncul di teleponnya.
“Jantung saya berdetak kencang,” katanya. “Seseorang dari Michelin Guide menelepon untuk mengatakan, ‘Saya ingin memberi tahu Anda bahwa bintang Anda akan bersinar lagi’.”
Baca juga:
Sejarah di balik penghargaan makanan terlezat oleh Michelin
Pengalaman pria makan di hampir 8.000 restoran China di AS, mana yang paling enak?
Makanan Korea yang berasal dari 1.700 tahun lalu
Bouttier juga memulai jalannya menuju kesuksesan pada usia 14, ketika, ibunya mendorongnya untuk bersekolah di bidang perhotelan karena Bouttier mengungkapkan keinginannya mencari nafkah dengan memasak.
“Ada banyak teori, duduk di kursi,” katanya. “Jika saya ingin berada di dapur, itu karena saya muak duduk di kursi!” Mereka akhirnya setuju: Bouttier mencari magang di restoran berbintang.
Lima belas tahun kemudian, Bouttier membuka restoran bernama Géosmine dengan ambisinya meraih bintang, tetapi pakai caranya sendiri.
“Kami tidak memiliki taplak meja,” katanya. “Pekerja kami memakai sepatu Doc Martens. Lagu yang kami putar adalah musik rap tahun ’80-an. Ini tidak seperti apa yang seharusnya kami lakukan untuk mendapatkan bintang.”
Namun, Bouttier mendapatkan satu bintang kurang dari setahun setelah restorannya dibuka pada April 2023.
Menurut koki terlatih, instruktur kuliner dan gastronomi, Allison Zinder, pengalaman yang dijalani restoran Bouttier bukanlah sebuah anomali.
“Apa yang saya perhatikan dalam 10 tahun terakhir, atau lebih, adalah fokus yang jauh lebih tinggi pada bahan-bahan dan teknik yang digunakan, serta apa yang tersaji di piring, bukan soal piringnya,” katanya. “Ini menjadi jauh lebih sederhana, bukan tentang taplak meja.”
Bouttier mengikuti jejak pelopor-pelopornya yang juga berada di distrik ke-11. Restoran Septime milik Bertrand Grébaut, mendapatkan bintang pertama pada 2014, dengan pelayan bersepatu kets dan apron biru.
Iñaki Aizpitarte, pemilik Le Chateaubriand, yang meraih bintangnya pada tahun 2018, tidak menggunakan taplak meja.
Penilaian soal piring-piring telah berevolusi, jauh dari apa yang Bouttier sebut sebagai “demonstrasi teknik”, di mana, seringkali, “Anda bahkan tidak mengenali bahan aslinya”.
Sebaliknya, saat ini restoran berbintang Michelin menawarkan “piring yang jauh lebih sederhana dengan banyak masakan”, katanya. “Banyak saus, banyak persiapan awal, tetapi di piring, tampilannya tampak jauh lebih sederhana. Jauh lebih mudah diakses.”
Bagi para pengusaha restoran, perolehan bintang bisa mengubah segalanya dalam semalam. L’Aphrodite ditutup sementara untuk mengubah dapur gaya galery-nya menjadi dapur besar.
Bouttier menyederhanakan daftar makanan yang mereka tawarkan menjadi “menu pilihan koki” dengan harga total yang sudah tetap dan tidak dapat diubah. Namun, perubahan yang paling nyata berada di luar kendalinya.
“Kami sekarang memiliki pelanggan berbintang, dan pelanggan itu jauh lebih menyebalkan,” katanya, mengutip tamu yang marah mengetahui bahwa mereka tidak dapat membawa “anjing seukuran sapi” untuk makan malam.
Bagi Sedefdjian, perubahan utama adalah dalam pola pikir: “Ini membawa jenis kekakuan yang berbeda.”
The Bear dan Burnt menampilkan potensi dampak negatif pada kesehatan mental dan gaya hidup dari lingkungan seperti itu.
“Anda perlu banyak berkorban,” kata Bouttier. Dia mengakui bahwa sifatnya yang teliti telah membuatnya “tidak mudah bekerja sama”.
“Saya baru berusia 32 tahun, tetapi gaya manajemen saya kuno,” katanya. “Jika Anda mulai jam delapan pagi, Anda berada di dapur jam delapan pagi. Jika Anda ingin minum kopi dan berganti pakaian dulu, Anda sampai di sana 20 menit sebelum jam delapan pagi.”
Ambisinya mendapatkan bintang kedua membuat tekanan semakin besar. Untuk mencapai hal itu, dia meyakini bahwa dia perlu mempekerjakan lebih banyak staf dan merenovasi dapurnya.
Dia akan mengurangi jumlah hidangan yang disajikan, dari 30 menjadi 22, yang berarti menyebabkan kenaikan harga. Tapi, strategi itu mendapatkan ganjaran yang sepadan.
“Tempat-tempat di mana saya bisa makan dengan perasaan yang senang, dalam hidup saya, adalah tempat-tempat berbintang dua,” katanya, mencatat bahwa sebagai koki, dua bintang memberi Anda ruang untuk tumbuh.
“Jika Anda memiliki tiga bintang,” katanya, “Anda bisa kehilangan semuanya.”
Kontras dengan kegembiraan mendapatkan bintang Michelin adalah rasa sakit kehilangannya. Kematian koki Bernard Loiseau pada 2003 lalu akibat bunuh diri, dikaitkan dengan bintang tiga miliknya yang berpotensi hilang.
Dalam kasus koki Marc Veyrat, kehilangan bintang Michelin ketiganya pada tahun 2019, membuat dia menuntut untuk dihapus dari Guide sepenuhnya.
Mungkin tidak mengherankan bahwa koki Gabriel (spoiler!) dalam Emily in Paris sangat lega mengetahui, di musim keempat, bahwa dia sebenarnya tidak mendapatkan bintangnya sama sekali.
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul How do restaurants actually get a Michelin star? dapat anda baca di BBC Travel.