AI Dipercaya Bisa Bantu Seismolog Temukan Gempa Bumi Dahsyat
KOMPAS.com – Gempa bumi adalah bencana alam yang ditandai dengan getaran atau guncangan akibat pelepasan energi di bawah permukaan Bumi.
Gempa tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi. Bahkan, selama bertahun-tahun, para ilmuwan menganggap prakiraan gempa sebagai sesuatu yang mustahil.
Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) turut menyatakan, baik pihaknya maupun ilmuwan lain tidak pernah memprediksi gempa bumi besar.
Namun, hal tersebut kemungkinan dapat berubah mengingat teknologi kecerdasan buatan alias AI yang saat ini berkembang pesat.
Baca juga: BMKG Sebut Sesar Garsela Jadi Zona Paling Aktif Gempa di Jawa, Seberapa Bahayanya?
Potensi AI untuk prediksi gempa bumi
Dilansir dari Smithsonian Magazine, Selasa (2/1/2024), beberapa peneliti telah mempelajari potensi teknologi AI untuk membantu membuat prakiraan kapan gempa bumi akan terjadi.
“Saya tidak dapat mengatakan kita akan melakukannya, tetapi saya jauh lebih berharap bahwa kita akan membuat banyak kemajuan dalam beberapa dekade,” kata Paul Johnson, seismolog yang bekerja dengan pembelajaran mesin di Laboratorium Nasional Los Alamos, Amerika Serikat.
Pada 2023, para peneliti di University of Texas, Austin, Amerika Serikat, memperkuat harapan memprediksi gempa bumi dengan uji coba selama tujuh bulan di China.
Studi yang dipublikasikan dalam Bulletin of the Seismological Society of America pada September 2023 itu mengungkapkan, sebuah algoritma AI memprediksi 70 persen gempa bumi dengan tepat seminggu sebelum bencana terjadi.
Tim melatih AI tersebut pada rekaman seismik selama lima tahun, kemudian memintanya untuk menemukan gempa yang akan datang berdasarkan aktivitas seismik saat ini.
Secara keseluruhan, algoritma berhasil meramalkan 14 gempa bumi, yang masing-masing berjarak sekitar 200 mil (322 kilometer) dari episentrum sebenarnya.
Namun, algoritma gagal meramalkan satu gempa bumi dan meramalkan delapan gempa bumi yang tidak pernah terjadi.
Uji coba tersebut merupakan bagian dari kompetisi desain AI internasional, salah satu dari beberapa ajang untuk memajukan teknologi prediksi gempa bumi.
Anggota tim peneliti dan ahli geosains University of Texas, Sergey Fomel mengatakan, memprediksi gempa bumi adalah hal yang sangat penting.
“Kami belum bisa membuat prediksi untuk wilayah mana pun di dunia, tetapi apa yang kami capai menunjukkan bahwa apa yang kami pikir sebagai masalah mustahil, pada prinsipnya dapat dipecahkan,” ujarnya.
Baca juga: Gempa Bumi Bisa Hasilkan Bongkahan Besar Emas, Ini Prosesnya
AI bantu peneliti temukan gempa bumi dahsyat
Percobaan serupa juga dilakukan oleh asisten profesor geofisika di California Institute of Technology (Caltech), Amerika Serikat, Zachary Ross, yang mulai berkecimpung di bidang ini pada awal 2010-an.
Disadur dari National Geographic, Selasa (15/10/2024), dia menjelaskan, wilayah California sangat aktif secara geologis dan sudah tercakup seismometer, alat untuk mengukur getaran gempa bumi.
Pada 2017, Ross pun mendapat pencerahan usai melihat program pembelajaran mesin yang mengidentifikasi foto dengan akurasi dan kecepatan tak tertandingi manusia.
Tidak hanya mengidentifikasi, program pembelajaran mesin tersebut berhasil mengategorikan elemen-elemen di dalamnya secara tepat.
Oleh karena itu, Ross mulai menerapkan pendekatan serupa pada seismologi. Sasaran pertamanya adalah gempa-gempa kecil di bawah California.
Meski tidak berbahaya, data gempa kecil cukup penting lantaran gelombangnya dapat menerangi setiap patahan yang dilewati, termasuk gempa yang lebih berbahaya dan memicu bencana.
Baca juga: Mungkinkah Prediksi Gempa Bumi dan Bencana Lain Lewat Perilaku Hewan?
Ross dan rekan-rekannya mengambil bentuk gelombang seismik dari California Selatan yang telah diidentifikasi oleh para ilmuwan.
Kemudian, dia membuat pola gelombang seismik dari setiap gempa bumi dan menetapkan algoritma pada rekaman seismik.
Algoritma tersebut dengan cepat mengidentifikasi hampir dua juta gempa kecil yang sebelumnya tersembunyi dari 2008 hingga 2017.
Pada gilirannya, hasil ini dapat menunjukkan jaringan patahan dan fitur patahan rumit, yang tidak dapat dilihat oleh pencarian gempa sebelumnya.
Namun demikian, program ini hanya dapat menemukan gempa bumi dalam rekaman seismik yang sudah diajarkan untuk dikenali. Sementara, peristiwa gempa baru tidak terdeteksi.
Atas dasar itu, Ross beralih ke perangkat yang lebih canggih, yaitu program pembelajaran mandiri untuk mengambil informasi yang sudah ada sebelumnya dan membuat prediksi tentang masa depan.
Dengan sangat cepat, program-program ini menemukan segala macam gempa bumi yang terdengar asing, tetapi kemudian diverifikasi oleh ilmuwan manusia.
Menurut Ross, program tersebut mungkin dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi sistem peringatan dini gempa bumi.
Akan tetapi, terlepas dari semua potensinya, program AI tidak akan menggantikan ilmuwan manusia.
Ross menyebut, seiring waktu, program-program AI baru untuk mendeteksi gempa bumi ini akan menjadi alat biasa seperti seismometer.
“Itu hanya alat,” kata Ross.