Sosok Abdul Karim,Santri di Sukoharjo Meninggal Diduga Korban Bullying,Tak Beri Rokok ke Senior
TRIBUNJABAR.ID – Santri bernama Abdul Karim Putra Wibowo (13) di Sukoharjo, Jawa Tengah, diduga menjadi korban bullying hingga meninggal dunia.
Kabar meninggalnya Abdul Karim Putra Wibowo diketahui keluarga pada Senin (17/9/2024) pukul 13.00 WIB.
Jenazah Abdul Karim Putra Wibowo juga sempat diotopsi di Rumah Sakit (RS) Moewardi Solo dan dimakamkan pada hari yang sama.
Abdul Karim Putra Wibowo diduga menjadi korban perundungan atau bullying oleh seniornya yang berada di sekolah.
Sosok Abdul Karim Putra Wibowo
Abdul Karim Putra Wibowo adalah santri kelas 8 Pondok Pesantren (Ponpes) Az-Zayadiyy, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Putra sulung dari pasangan Tri Wibowo dan Yuli Sri Utami ini berasal dari Kota Solo.
Abdul Karim juga dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah.
Baca juga: Free Film Production Mengabdi di Ponpes Al-Muthohhar, Buat Karya hingga Serahkan Wakaf 100 Al Quran
Guru ngaji korban, Slamet Widodo mengatakan bahwa putranya sudah bersahabat dengan Abdul Karim sejak kecil.
Setiap pulang dari pondok, mereka pun masih berinteraksi.
“Sebelum anak itu mondok waktu SD, nggak mondok posisi di rumah selalu berinteraksi dengan saya karena murid TPA saya. Setiap dia pulang ke rumah saya,” ungkap Slamet, Selasa (17/9/2024), dikutip dari TribunSolo.
Menurut Slamet, Abdul Karim selalu mengajak anaknya salat berjamaah di masjid menjelang waktu adzan.
“Anaknya baik santun rajin ke masjid. Almarhum mengajak anak saya ke masjid tiap hari. Apalagi kalau pulang dari pondok dia seperti itu rutin,” tuturnya.
Sempat Buat Status Medsos
Slamet juga mengatakan, putranya yang bernama Azzam sempat melihat status media sosial Abdul Karim.
Status itu dilihat Azzam beberapa jam setelah kabar duka tersebar.
“Sebelum meninggal anak saya membuka status IG-nya,” ujar Slamet.
“(Abdul Karim) mengatakan di statusnya minta maaf kepada ibunya. Yang kedua minta doa supaya bisa melewati hari-hari dia,” ungkap dia.
Adapun, status tersebut berbunyi:
“Aku yakin 100 persen bahwa doa ibuku telah menyelamatkanku dalam menjalani hidup yang keras ini.”
Kendati demikian, Slamet tidak pernah curiga bahwa murid ngajinya itu mengalami perundungan di ponpes.
Baca juga: Kasus Dugaan Bullying di Binus School Simprug, Polisi Temukan Adanya Dugaan Tindak Pidana
“Selama di pondok ada cerita apa. Aman nggak ada masalah. Anak saya teman baik almarhum,” jelasnya.
Kronologi Bullying
Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit mengatakan bahwa kronologi kejadian bermula saat pelaku berjalan di lorong ponpes sekitar pukul 11.00 WIB, Senin (16/9/2024).
Pelaku kala itu mencium bau rokok dari salah satu kamar dan langsung mendatanginya.
“Pukul 11.00 pelaku berjalan di lorong lalu mencium bau rokok dari kamar 2.3, langsung didatangi,” ujar Sigit, dikutip dari TribunSolo.
Melihat situasi tersebut, pelaku langsung memalak rokok dari siswa kelas VIII namun ditolak.
“Kemudian pelaku meminta rokok kepada salah satu anak kelas VIII
dijawab tidak punya dan tidak dikasih pelaku minta ke anak lainnya diberi 2 batang,” lajut Sigit.
Entah apa yang membuat pelaku gelap mata hingga nekat menendang dan memukul salah satu murid kelas VIII tersebut yang ternyata adalah sosok Abdul Karim.
Akibat perbuatan pelaku, Abdul Karim sampai tidak sadarkan diri.
“Lalu marah ke yang tidak memberi (korban) ditendang dan dipukul hingga tak sadarkan diri,” tambah Sigit.
Meski menjadi pelaku penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia, kata Sigit, pelaku tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Hal tersebut tak lain karena pelaku masih berstatus di bawah umur.
“Untuk pelakunya masih di bawah umur jadi tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, dengan penyebutan anak berlawanan dengan hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak Ponpes Az-Zayadiyy menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan kasus ini ke polisi.
“Sudah diserahkan ke Polres,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Az-Zayadiyy KH Abdul Karim atau Gus Karim.
Ayah Berharap Kasus Tak Terulang
Ayah korban, Tri Wibowo pun ingin agar pelaku bisa diadili agar kejadian serupa tidak terulang.
“Bukan saya dendam bukan saya ingin memusuhi. Saya ingin anak saya yang terakhir. Jangan ada lagi,” ungkapnya saat ditemui di rumah duka, Pucangsawit RT 1/14, Jebres, Senin (16/9/2024).
Ia pun tak ingin ada stigma negatif terhadap pondok pesantren. Ia hanya ingin kasus serupa tidak terulang.
“Pondok pesantren tetap pilihan terbaik buat anak. Tapi tolong jangan ada korban lagi kasihan,” ujar dia.
“Mereka sudah jauh dari orang tua mau belajar kasihan. Mudah-mudahan anak saya yang terakhir,” tambahnya.
Ia menyesalkan anak sulungnya yang baru berusia remaja harus menghembuskan napas terakhir.
Ia pun berharap agar amal ibadah putranya itu diterima di sisi Allah SWT.
“Saya mohon doanya. Anak saya masih muda, masih kecil. 13 tahun. Pacaran aja belum. Sudah meninggal. Semoga Allah SWT menepati janjinya,” tuturnya.
(Tribunjabar.id/Rheina) (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin, Anang Maruf Bagus Yuniar)
Baca berita Tribunjabar.id lainnya di Google News.