Informasi Terpercaya Masa Kini

Nasib 14 Orang yang Dibawa Polisi usai Protes IKN dan Banner Indonesia is Not for Sale,Kata Polda

0 37

TRIBUNKALTIM.CO – Sabtu (17/8/2024) aksi warga sekitar IKN Kaltim dan koalisi masyarakat sipil memprotes proyek Ibu Kota Nusantara dengan membentang banner Indonesia is not for sale berujung penangkapan. 

Buntut pembentangan banner Indonesia is not for sale di Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan kota Balikpapan dengan kawasan IKN di Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, 14 orang ditangkap polisi.

Polisi membantah ada penangkapan terkait dengan aksi protes IKN dan banner Indonesia is not for sale di Jembatan Pulau Balang.

Sebelum membentangkan banner bertuliskan Indonesia is not for sale, warga sekitar IKN Kaltim dengan koalisi masyarakat sipil ini juga menggelar upacara bendera di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten PPU.

Baca juga: Fakta di Balik Upacara HUT RI di IKN, Banner Indonesia is Not For Sale di Jembatan Pulau Balang

Baca juga: Masyarakat Aksi, HUT RI ke-79 Bentangkan Banner Indonesia is Not for Sale di Jembatan Pulau Balang

Baca juga: Upacara HUT RI di IKN Dinilai Pencitraan, Krisis Lingkungan dan Sosial di Kaltim-Sulteng Makin Parah

Pembentangan kain merah berukuran 50×15 meter dengan corak tulisan putih bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang ini diikuti banner lainnya terkembang dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan.

Beberapa di antaranya bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100 persen”, “Belum Merdeka Bersuara”, hingga “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah”.

Namun belum tuntas menunaikan rangkaian tersebut, mereka lantas didatangi sejumlah aparat dan bahkan sempat menerima penahanan. 

Bantah penangkapan

Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, membantah perilaku intimidatif yang dilakukan oleh sejumlah aparat terhadap para jurnalis dan aktivis. 

“Nggak lah,” singkat Kombes Yuliyanto kepada TribunKaltim.co, Minggu (18/8/2024) sore. 

Dia membenarkan para aktivis itu digiring menuju Mapolres PPU.

Namun bukan untuk alasan penahanan. 

Saat ditanya lebih lanjut alasan para jurnalis dan aktivis tersebut dibawa menuju Mapolres PPU, Kombes Yuliyanto belum memberikan keterangan spesifik. 

Menurutnya, penggiringan aktivis dan jurnalis tersebut hanya dalam rangka makan bersama. 

Baca juga: 12 Fakta Jelang Upacara HUT RI di IKN Kaltim, Warga Sekitar Dilarang Ikut hingga Dinilai Pencitraan

“Makan-makan (saja), gak ada yang ditahan,” katanya. 

Kronologi penangkapan

Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan, menjelaskan kronologi penahanan.

“Mulanya, upacara berlangsung khidmat, ada penyampaian pahlawan lingkungan dan HAM yang gugur.

Hingga sekitar pukul setengah 12 terjadi pengepungan oleh Polairud dan Angkatan Laut,” jelas Edy.

Ia menyebutkan, awalnya sekitar 30 orang diamankan, baik di lokasi perayaan maupun dalam perjalanan pulang, namun yang dibawa ke Polres PPU hanya 14 orang.

“14 orang tersebut adalah tim pemanjat yang mengibarkan spanduk di Jembatan Pulau Balang, ditambah dengan tim hukum lainnya.

Ada yang mengalami kekerasan, termasuk satu orang yang pingsan,” lanjutnya.

Edy juga menambahkan bahwa mereka dibawa ke Polres PPU sore harinya dan hanya didata, tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

Namun, kepulangan para aktivis tersebut tertunda akibat adanya tekanan dari ormas yang muncul di Polres PPU.

Baca juga: Dampak Proyek IKN Kaltim, Derita Warga Sepaku Hirup Debu Siang dan Malam, di Rumah bahkan Sekolah

“Teman-teman yang diamankan komplain karena diduga ormas tersebut sengaja dimobilisasi oleh aparat,” kata Edy.

Alhasil para aktivis tersebut baru bisa pulang malam hari dengan pengawalan aparat hingga Pelabuhan, meskipun Edy menduga pembuntutan setelah mereka kembali ke Balikpapan.

Jurnalis diminta turun dari kapal

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Yuda Almerio, salah seorang jurnalis yang berada di lokasi, menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekannya sempat ditahan. 

“Setelah spanduk dibentangkan, beberapa aparat Polairud datang menanyakan siapa yang memimpin aksi ini.

Kami memperkenalkan diri, tetapi ada kuasa hukum yang tinggal untuk bernegosiasi,” ujar Yuda, Minggu (18/8/2024). 

Ia juga menambahkan bahwa proses negosiasi berlangsung cukup alot.

“Kami berkali-kali diminta turun dari kapal, bahkan ada yang berkata, ‘Kamu takutkah?’ Saya merasa itu adalah bentuk serangan psikologis.

Kami tidak seharusnya diminta turun, apalagi kami hanya meliput,” ungkap Yuda.

Setelah melihat teman-temannya dibawa ke darat, Yuda dan rombongan memutuskan untuk naik ke atas dan melanjutkan liputan. 

Baca juga: Air Keran di IKN Kaltim bisa Langsung Minum, Warga harus Beli Air, tak Ada PDAM dan Air Sumur Keruh

“Daripada terus-terusan diminta turun, lebih baik liput dari atas.

Akhirnya kami naik untuk mengawal teman-teman aktivis,” lanjutnya.

Proses penahanan berlangsung lebih dari satu jam, dan mereka diminta untuk melakukan pendataan.

“Syukurnya, ponsel kami tidak diperiksa,” tutup Yuda.

Dinilai represif

Sekretaris AJI Balikpapan, Niken Dwi Sitoningrum, menyesalkan tindakan aparat terhadap para jurnalis dan aktivis tersebut.

“Ini menurut saya adalah bentuk pemerintah yang mencederai kebebasan berekspresi dan juga kebebasan pers,” ulas Niken.

Niken menambahkan bahwa perlakuan represif ini tidak dapat dibenarkan.

Dia menegaskan bahwa mereka mengecam keras sikap represif yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya aparat penegak hukum.

“Kami juga mendapatkan cerita bahwa beberapa aktivis sempat mengalami kekerasan, intimidasi, sampai pingsan.

Untuk apa sampai seperti itu?” sesalnya. 

Ia juga menyatakan solidaritasnya kepada para aktivis yang terlibat dalam aksi tersebut.

Niken menegaskan bahwa mereka menyatakan solidaritas kepada semua pihak, baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat, tetapi tetap menghadapi dampak dari pembangunan IKN yang terlihat kontras. 

“Kemarin, kita melihat peringatan yang digelar secara megah di istana baru, sedangkan upacara yang dilakukan warga dilaksanakan secara sederhana,” kata Niken.

IKN investasi serampangan

Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik mengatakan, warga menyerukan pemerintah yang akan datang untuk lebih memperhatikan lingkungan hidup dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat.

“Kami datang dengan seruan “Indonesia is Not For Sale”. Kenapa kami ambil seruan ini karena kami melihat bahwa 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi yang terjadi malah investasi yang serampangan dan itu mengganggu ruang hidup warga termasuk di Balikpapan,” ungkap Iqbal.

Dikatakan, apa yang dilakukan oleh Pemerintah justru merupakan bentuk dari manifestasi kolonial.

Seharusnya, masyarakat yang tinggal di IKN dan sekitarnya bisa hidup dengan sejahtera atas nama pembangunan.

Sayangnya hal ini tidak terjadi.

“Hari ini atas nama pembangunan mereka tergusur dan mereka bahkan tidak menikmati apa yang disebut pembangunan untuk kesejahteraan,” terangnya.

Selain itu, keputusan Pemerintah untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun kepada perusahaan untuk investasi di IKN dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita Kemerdekaan Indonesia.

“Karena itulah kami menyebut dan mengibarkan Bendera Merah Putih termasuk membentang banner besar bertuliskan “Indonesia Not for Sale, Merdeka agar cita-cita kemerdekaan Indonesia yang dapat kita rasakan 100 persen,” tandas Iqbal.

Baca juga: Masa Depan IKN Kaltim setelah Kemeriahan Upacara HUT RI, antara Target Jokowi dan Langkah Prabowo

(TribunKaltim.co/Mohammad Zein Rahmatullah/kompas.com)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Leave a comment