Informasi Terpercaya Masa Kini

Siswa Dihukum Karena Bikin Tugas Pakai AI, Orang Tua Gugat Sekolah

0 14

KOMPAS.com – Jennifer dan Dale Harris, orang tua seorang siswa di Hingham High School, sebuah SMA di Massachusetts, Amerika Serikat (AS), menggugat sekolah putra mereka.

Musababnya adalah anak laki-laki mereka dihukum dengan cara mengurangi nilai, karena diduga menggunakan teknologi kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) untuk membuat tugas.

Pihak sekolah menganggap putra Jennifer dan Dale berbuat curang karena menggunakan AI untuk menyusun tugas makalah mata pelajaran sejarah. Tidak disebutkan, aplikasi atau layanan berbasis AI apa yang digunakan siswa tersebut.

Menurut gugatan yang diajukan ke pengadilan tingkat federal, Jennifer dan Dale mengatakan bahwa anak mereka hanya menggunakan AI untuk membantu menyusun kerangka dan melakukan riset awal tentang seorang aktivis hak-hak sipil.

Mereka menegaskan bahwa penulisan tugas akhir dilakukan secara manual, lengkap dengan daftar pustaka dan catatan kaki.

Baca juga: Anak Magang di Induk Tiktok Sabotase AI, Ini Hukumannya

Orang tua tersebut tidak terima dengan keputusan sekolah yang menurunkan nilai mata pelajaran sosial anak mereka menjadi C+, dan melarangnya menjadi anggota National Honor Society (NHS).

NHS merupakan organisasi bergengsi yang memberikan penghargaan kepada siswa sekolah menengah atas yang berprestasi. Mereka yang tergabung dalam organisasi ini berpeluang diterima di universitas terkemuka.

Nah, hal ini menjadi kerugian bagi anak Jennifer dan Dale. Sebab, anak mereka mendaftar ke perguruan tinggi elit di AS, termasuk Standford University.

Dalam gugatannya, Jennifer dan Dale mengatakan bahwa putra mereka adalah anak berprestasi di bidang akademik, dibuktikan dengan IPK tinggi, skor SAT atau ujian akademik siswa sebesar 1520, dan nilai sempurna di ACT atau ujian penerimaan perguruan tinggi. Ia juga atlet dari tiga cabang olahraga.

“Mereka mengatakan bahwa putra kami curang dalam pembuatan makalah, padahal bukan begitu kejadiannya,” kata Jennifer, sang ibu.

Ia mengatakan kebijakan penggunaan AI di sekolah anaknya tidak jelas dan tidak adil. Mereka berusaha untuk memperbaiki nilai putra mereka.

Mereka menilai hal ini merugikan putranya. Sebab, hal ini memperkecil peluang anaknya masuk ke Standford Univeristy. Selain itu, hal ini dinilai bisa mengurangi potensi pendapatan putra mereka di masa yang akan datang.

Di sisi lain, Hingham High School memiliki pedoman, yang di dalamnya turut mencakup soal penggunaan AI.

Baca juga: Microsoft Perbarui Copilot Studio, Kini Bisa Lahirkan Karyawan AI

Dalam pedoman itu, disebutkan bahwa “penggunaan teknologi yang “tidak sah” selama penilaian (ujian atau tugas)” dapat dianggap sebagai kecurangan atau plagiarisme.

Kegiatan yang termasuk plagiarisme dan kecurangan, akan dipertimbangkan sebagai “masalah kedisiplinan”, yang konsekuensinya adalah pengurangan nilai pada tugas yang “dicurangi”.

Akan tetapi, pedoman ini kurang merinci sejauh apa penggunaan AI bisa dikategorikan sebagai masalah kedisiplinan.

Matthew Sag, seorang profesor hukum di bidang AI, machine learning, dan ilmu data di Fakultas Hukum Universitas Emory, mengatakan kepada media Business Insider bahwa kebijakan yang diuraikan dalam buku pedoman sekolah “sangat tidak jelas dan tidak adil.”

Dia mengatakan bahwa pedoman tersebut tidak mendefinisikan apa yang dianggap “tidak sah” atau menentukan jenis teknologi apa yang dilarang.

Penggunaan AI di sekolah

Sementara itu, John Zerilli, seorang profesor hukum di University of Edinburgh dan rekan peneliti di Oxford Institute for Ethics in AI, mengatakan bahwa penggunaan AI di lingkungan sekolah sudah lumrah saat ini.

Dia mengatakan bahwa sekolah seharusnya merangkul penggunaan AI sebagai bagian dari pendidikan siswa, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Yahoo.com, Rabu (23/10/2024).

Sementara itu, berdasarkan survei yang dilakukan Study.com tahun 2023, menunjukkan bahwa dari 203 guru tingkat pendidikan dasar hingga menengah yang di survei, 26 persen guru mengaku pernah mendapati siswa menyontek menggunakan ChatGPT.

Ini menyoroti semakin maraknya penggunaan AI untuk kecurangan di sekolah.

Ryan Abbott, seorang profesor hukum di University of Surrey, Inggris, yang berfokus pada AI, mengatakan bahwa penggunaan AI oleh siswa cukup umum terjadi, bahkan ketika dilarang. Sayangnya, penggunaan AI semacam ini sulit untuk dideteksi.

Dia mengatakan bahwa meskipun sekolah menggunakan teknik untuk mendeteksi penggunaan AI, alat-alat tersebut cenderung tidak akurat.

Hal ini lah yang bisa memicu perselisihan, seperti yang dialami Jennifer-Dale Harris dan anaknya, dengan Hingham High School.

Leave a comment