Perjuangan Seorang Ayah di “Kampung Zombie”: Rela Terjang Banjir demi Antar Anak Sekolah
JAKARTA, KOMPAS.com – Yadi (39), warga “Kampung Zombie”, Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur kerap kali basah-basahan ketika mengantarkan anaknya ke sekolah. Pasalnya, Yadi dan sang anak harus melalui jalan yang digenangi banjir untuk sampai ke sekolah.
Memang, sudah sejak dulu “Kampung Zombie” di RT 06 RW 07 Cililitan langganan banjir. Namun, Yadi bersama istri, ketiga anak, kedua orangtua, dan adiknya tak punya pilihan selain tetap bertahan di wilayah tersebut.
“Ya, waktu mengantarkan anak ke sekolah dan pas banjir ya (anak) dipanggul, terus saya mau nyebur ke air,” kata Yadi, Senin (25/11/2024).
Baca juga: Kampung Zombie, Potret Lingkungan yang Terlupakan di Cililitan
Demi sang anak, Yadi rela masuk ke genangan banjir, kendati khawatir ada reptil yang mungkin mencelakai dirinya.
Bukan tanpa alasan, pernah suatu ketika, ular muncul di depan rumah Yadi ketika banjir menggenang.
“Trauma yang ular itu kan, waktu itu pernah pagi-pagi naik tuh (ular) ke depan rumah. Karena saya nyebur dan saya sudah memanggul (anak), makanya saya melihat dulu ada tidak (ular),” tambah Yadi.
Yadi bercerita, ia kerap menemui ular sanca berukuran besar hingga biawak masuk ke rumah-rumah “Kampung Zombie” yang tak berpenghuni.
“2023 musim hujan kemarin sampai selesai kurang lebih itu (melihat) 20-an ekor ular sanca besar,” ucap Yadi.
Atas alasan inilah, Yadi tidak mengizinkan anaknya bermain di luar rumah ketika banjir menggenang dan air berwarna keruh.
“Kalau pada saat air di bawah, bening, ya masih kita izin main. Tapi kalau udah kayak gini, (air) keruh dan naik, enggak izinin main, ngeri kan di pinggir-pinggiran (ada reptil),” pungkasnya.
Adapun sebagian besar rumah di “Kampung Zombie” di RT 06 RW 07 Cililitan sudah ditinggalkan penghuninya akibat banjir yang kerap melanda.
Baca juga: Hidup dalam Ketidakpastian, Yadi Bertahan di Kampung Zombie Cililitan
“Kampung Zombie” dapat diakses melalui gang Al Hikmah yang curam. Setelah melewati jalan setapak, terlihat aliran air di jalanan dan deretan rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya.
Banyak rumah di “Kampung Zombie” kini dalam kondisi rusak. Tampak lumpur tebal menutupi lantai, sementara kaca jendela dan pintu rumah hilang.
Sementara, jalan menuju rumah Yadi juga penuh lumpur dan lumut, sehingga licin.
Fenomena Kampung Zombie menjadi potret nyata dari dampak buruk pengelolaan lingkungan yang kurang maksimal.
Yadi dan warga “Kampung Zombie” yang tersisa berharap pemerintah segera melakukan pengerukan Kali Ciliwung dan mengatasi banjir di wilayah ini agar kehidupan mereka pulih.