Informasi Terpercaya Masa Kini

Cara Membedakan Cinta dan Obsesi, Kenali Tanda-tandanya!

0 2

Cinta adalah emosi yang sehat yang berkembang di antara dua orang, ketika mereka telah menginvestasikan waktu dan energi untuk saling mengenal satu sama lain, saling menerima kekurangan, dan lainnya. Sedangkan obsesi adalah rasa yang berbeda. Pada awalnya, obsesi terasa seperti cinta. Rasa itu membuat jantungmu berdebar dan kamu tak bisa memikirkan apa pun selain si dia. Namun obsesi adalah sebuah emosi yang tak sehat, yang kadang akan membuat orang yang memilikinya merasa ‘sesak’.

Ketika dua orang jatuh cinta, mereka akan menjaga identitas individual dan ketertarikan mereka akan sesuatu. Mereka tak akan merasa terancam ketika pasangan menghabiskan waktu dengan orang lain selain mereka, apakah itu teman maupun keluarga. Mereka akan bangga dengan pencapaian pasangan, meskipun itu tak berkaitan dengan hubungan yang mereka jalani.

Beda halnya dengan obsesi. Seorang pasangan yang obsesif selalu ingin melibatkan dirinya dengan pasangannya. Perasaan negatif, seperti cemburu dan paranoia akhirnya lambat laun muncul dalam hubungan. Individu yang obsesif akan selalu merasa curiga bahwa pasangan mereka berselingkuh. Mereka juga bisa menjadi abusive, baik secara emosional maupun fisik. Mereka akan menyesal nantinya, tapi mereka biasanya akan menyalahkan pasangannya sendiri akan perilaku yang mereka ciptakan sendiri.

Seseorang yang memiliki pasangan obsesif, biasanya tidak akan menyadari ini di awal. Apa yang tadinya diawal sebagai perhatian dan rasa cinta, baru kemudian dikenali sebagai sebuah obsesi.

Untuk lebih jelasnya lagi, berikut ini adalah beberapa pertanda sebuah obsesi.

Cara mengenali sebuah obsesi

  • Tidak mampu menerapkan alasan dan logika ke dalam hubungan, yaitu ketika kamu tahu kalian sebenarnya tidak cocok, tapi kamu memilih untuk mengabaikan tanda-tanda tersebut.
  • Kerap muncul paranoia akan kemungkinan terjadi perselingkuhan, terutama saat kamu tidak bersama si dia. Semakin lama, paranoia itu menjadi makin tidak logis.
  • Kamu secara tak sadar sering menghampiri rumah, kantor, atau tempat lainnya yang sering dikunjungi si dia. Kamu berharap bisa bertemu dia atau melihat dirinya, meski sebentar. Kadang kamu juga berharap untuk bisa melihat dirinya dengan orang lain untuk membenarkan rasa paranoia kamu.

  • Terlalu sering memikirkan dirinya membuat kamu menjadi sulit fokus akan hal-hal lainnya, termasuk pekerjaan dan hubunganmu dengan orang terdekat lainnya. Ini bisa berarti, kamu akan terus berusaha menghubunginya melalui telepon padahal kalian sedang bekerja, kamu mengiriminya email, pesan singkat, atau bahkan sering mengiriminya hadiah hingga mencari tahu seputar mantan si dia lewat media sosial.
  • Kamu merasakan kebingungan. Misalnya, kamu merasa tidak mungkin jatuh cinta pada si dia, tapi kamu merasa seakan-akan tak bisa hidup tanpanya.
  • Dirimu mulai sering mengalami sulit tidur dan kehilangan nafsu makan. Rasa kecemasanmu meningkat, bahkan bisa mencapai depresi.
  • Perasaan depresi yang ekstrem dan rasa percaya diri yang rendah bisa membuat hubunganmu dengannya terasa lebih tegang. Ini terjadi karena kamu membiarkan dirimu terlalu terikat dalam hubungan dengannya, bahkan definisi dirimu adalah hubunganmu dengan si dia.

  • Kamu tidak akan menerima jika seandainya hubunganmu dengannya harus kandas. Ketika kalian putus, kamu masih percaya bahwa si dia tak bisa hidup tanpamu dan masih mencintaimu, meski dia menolak teleponmu dan meminta waktu untuk sendiri.
  • Lebih jauh lagi, kamu memiliki kepercayaan bahwa perilaku kamu yang menggebu-gebu kepadanya akan menyakinkan dirinya bahwa dia sebenarnya mencintaimu. Hal kebalikannya yang justru biasanya terjadi, dia malah takut padamu dan malah semakin menjauh.
  • Kamu kerap melakukan manipulasi dan menggunakan trik untuk membuat dia merasa bersalah jika tidak membalas cintamu.
  • Untuk mendapatkan si dia, kamu selalu berjanji untuk mengubah perilaku hanya untuk menyenangkan hatinya. Namun sering kali, perubahan perilaku itu hanya sementara.

Perbedaaan dengan rasa cinta

Cinta adalah sebuah rasa yang datangnya dari hati. Meski cinta dan obsesi pada beberapa aspek terlihat sama, kedua rasa itu jelas jauh berbeda. Cinta adalah menyayangi, memberi dukungan, dan perhatian.

Selain itu, seseorang dengan perasaan cinta selalu menginginkan apa yang terbaik bagi pasangannya. Dia selalu ingin pasangannya merasa bahagia, walaupun jika nanti mereka tak jadi bagian hidupnya lagi. Hal itu berbeda dengan obsesi yang hanya menginginkan orang itu hanya menjadi miliknya.

Saat mencintai seseorang, kamu akan lebih mementingkan kebutuhan orang lain. Sedangkan bagi seorang yang obsesif, kebutuhan dirinya lah yang paling penting dan wajib dipenuhi.

Dalam sebuah hubungan yang penuh cinta, rasa cemburu itu wajar. Namun jika rasa cemburu yang tak terkontrol merupakan bukti dari sebuah obsesi.

Cinta tak memiliki batasan. Cinta pun meliputi saling memberi kebebasan pada pasangan. Beda halnya dengan obsesi yang pada akhirnya membuat orang merasa tak punya pilihan maupun kebebasan.

Apa yang menyebabkan cinta yang obsesif?

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki cinta yang obsesif, biasanya membutuhkan tenaga profesional di bidang kesehatan mental. Hal ini untuk memastikan apakah orang tersebut memiliki gangguan mental yang memang perlu dirawat. Beberapa jenis gangguan kesehatan mental tersebut, seperti skizofrenia, gangguan biplar, delusi, obsesif kompulsif, gangguan kepribadian, atau lainnya.

Beberapa hal di bawah ini merupakan penyebab dari perilaku obsesif:

  1. Rasa percaya diri yang rendah, memiliki kebutuhan penenteraman hati yang berlebihan.
  2. Secara obsesif selalu membicarakan tentang apa yang mereka cintai.
  3. Melakukan panggilan telepon berulang-ulang, pesan singkat, dan lainnya kepada orang yang mereka cintai.
  4. Memiliki kecenderungan untuk sangat mencintai atau sangat membenci seseorang.
  5. Memiliki kecenderungan untuk melihat sesuatu hanya dari satu sisi, baik itu hanya sisi positifnya saja maupun hanya negatifnya saja.
  6. Sulit fokus pada pekerjaan, bersosialisasi, atau pada aspek kehidupan lainnya, selain objek cinta mereka.

Apakah ada perawatan untuk seseorang yang obsesif?

Untuk merawat seseorang yang obsesif biasanya meliputi psikoterapi. Apabila ada gangguan mental lainnya yang terdiagonisis, maka jika diperlukan harus dirawat dengan menggunakan obat-obatan.

Itulah cara membedakan antara cinta dan obsesi. Sekarang kamu sudah tahu, kan, tanda-tandanya. Jangan sampai terjebak dalam hubungan obsesif, ya, Bela. Nggak akan sehat untuk dirimu.

Baca Juga: Nggak Kapok Patah Hati, Ini 5 Zodiak yang Tak Bisa Hidup Tanpa Cinta

Baca Juga: Jangan Ragu Kejar Mimpi, 7 Pelajaran Cinta dari KDrama Record Of Youth

Baca Juga: Ubah 6 Kebiasaan Buruk dalam Berkencan untuk Temukan Cinta Sejati

Leave a comment