Informasi Terpercaya Masa Kini

Belanja Impulsif? Kenali Doom Spending dan Coba Metode 3 Days Rule

0 2

Beberapa hari lalu salah seorang rekan kerja bercerita. Tetangganya curhat karena mendapat tagihan Paylater dari akun anaknya yang sedang kuliah di luar kota. Nominalnya sangat mengagetkan karena si ibu sudah mencukupi uang jajan bulanan cukup besar, 2 juta/bulan. Ternyata anaknya mengalami shock culture dan berakibat pada gaya belanja yang konsumtif.

Belanja impulsif telah menjadi fenomena yang kian marak, terutama di era digital. Aktivitas belanja yang sebelumnya memerlukan waktu dan usaha kini bisa dilakukan hanya dengan beberapa sentuhan di layar smartphone. Kemudahan ini membuat siapa saja, terutama remaja dan dewasa muda, lebih rentan terhadap dorongan belanja impulsif. Beragam promo menarik, potongan harga, dan tampilan produk yang menggoda di media sosial memicu keinginan untuk membeli, sering kali tanpa perencanaan atau kebutuhan yang jelas.

Selain kemudahan berbelanja, gaya hidup konsumtif yang kerap ditampilkan di media sosial juga berperan besar. Platform seperti Instagram dan TikTok secara tidak langsung menciptakan standar hidup yang diinginkan banyak orang. Ketika melihat teman, influencer, atau figur publik membeli sesuatu yang baru atau “kekinian,” muncul dorongan untuk mengikuti tren, bahkan jika itu berarti mengorbankan anggaran pribadi.

Di sinilah istilah doom spending menjadi relevan. Fenomena ini mencerminkan dampak psikologis dari dorongan belanja impulsif yang kerap meninggalkan rasa penyesalan setelahnya. Bukan hanya sekadar gaya hidup, doom spending menjadi perhatian penting karena berpotensi merusak kondisi keuangan pribadi, terutama di kalangan muda yang masih membangun pondasi finansial mereka.

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah perilaku belanja berlebihan yang dilakukan sebagai cara melarikan diri dari perasaan negatif, seperti stres, kecemasan, atau kebosanan. Berbeda dengan belanja impulsif biasa yang lebih sering terjadi karena dorongan sesaat atau ketertarikan spontan pada sebuah produk, doom spending cenderung dipicu oleh keadaan emosional yang lebih mendalam. Belanja jenis ini menjadi bentuk pelarian sementara, memberikan ilusi kebahagiaan atau pemenuhan diri meski sifatnya sementara.

Dampak dari doom spending bisa sangat merugikan, baik secara psikologis maupun finansial. Banyak yang merasakan kecemasan dan penyesalan setelah belanja berlebihan, apalagi jika pembelian tersebut melampaui kemampuan finansial. Perasaan kehilangan kontrol atas keuangan sering kali muncul setelahnya, yang justru memperburuk stres dan menciptakan lingkaran negatif: semakin cemas, semakin besar dorongan untuk berbelanja guna mengatasinya.

Beberapa faktor yang memicu doom spending adalah:

FOMO (Fear of Missing Out). Ketakutan akan ketinggalan tren atau hal menarik yang sedang ramai sering mendorong seseorang untuk ikut membeli meski sebenarnya tidak dibutuhkan.Perasaan hampa atau tidak puas. Ketika seseorang merasa kekosongan emosional atau kurangnya kepuasan dalam hidup, berbelanja sering dijadikan pelarian untuk menutupi perasaan tersebut.Kebosanan. Di era digital, kebosanan dapat dengan mudah memicu belanja impulsif karena akses ke berbagai produk online yang sangat mudah.Pengaruh konten promosi di media sosial. Media sosial yang penuh dengan iklan dan konten promosi sering kali mendorong orang untuk belanja secara berlebihan. Influencer, iklan yang dipersonalisasi, dan diskon instan membuat kita merasa perlu memiliki produk-produk tersebut tanpa banyak berpikir.

Doom spending adalah fenomena yang semakin menonjol di era modern, mengingat tekanan sosial dan pengaruh media sosial yang terus meningkat. Tanpa disadari, doom spending bisa menjadi kebiasaan yang tidak sehat jika tidak segera dikendalikan.

Baca juga: Menghadapi Fenomena Doom Spending: Peran Literasi Keuangan Sejak Dini di Dunia yang Penuh FOMO 

Mengenal Metode 3 Days Rule sebagai Solusi

Metode 3 Days Rule adalah teknik sederhana yang dapat membantu mengurangi kebiasaan belanja impulsif, termasuk doom spending. Prinsip utamanya adalah memberi jeda tiga hari sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu, terutama untuk barang-barang yang tidak benar-benar mendesak. Saat merasa ingin membeli sesuatu, kita dianjurkan menundanya selama tiga hari. Jika setelah waktu itu keinginan membeli masih ada, dan kita merasa barang tersebut memang diperlukan atau akan memberikan manfaat jangka panjang, maka pembelian tersebut lebih layak untuk dipertimbangkan.

Jeda tiga hari ini memberi kita kesempatan untuk berpikir secara lebih rasional. Dengan tidak langsung mengambil keputusan, kita bisa mempertimbangkan berbagai faktor, seperti apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar memenuhi dorongan sesaat. Waktu ini juga memungkinkan kita untuk menilai prioritas anggaran, sehingga tidak tergoda untuk membeli sesuatu di luar rencana keuangan.

Metode 3 Days Rule juga melatih pengendalian diri dan menjadi salah satu cara efektif untuk mengatasi dorongan belanja impulsif. Dengan menahan diri selama beberapa hari, kita secara tidak langsung belajar untuk lebih mengenali motivasi dan alasan di balik keinginan berbelanja. Jika dorongan belanja itu hilang selama tiga hari, kemungkinan besar barang tersebut memang tidak terlalu penting.

Mengadopsi 3 Days Rule bukan hanya bermanfaat untuk mengendalikan belanja impulsif, tetapi juga membantu membentuk kebiasaan keuangan yang lebih sehat. Membuat keputusan belanja yang didasari pertimbangan matang akan mendatangkan rasa puas yang lebih besar dan menurunkan risiko penyesalan, sehingga keuangan pun dapat dikelola dengan lebih bijaksana.

Cara Menerapkan 3 Days Rule dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan metode 3 Days Rule dalam kehidupan sehari-hari cukup mudah dan hanya memerlukan sedikit kesabaran dan disiplin. Berikut langkah-langkah praktis untuk memulai:

1. Buat Daftar Barang yang Diinginkan dan Tetapkan Prioritas

Setiap kali muncul keinginan untuk membeli sesuatu, catat barang tersebut dalam daftar. Sebutkan alasan mengapa ingin membelinya dan apakah barang itu benar-benar dibutuhkan.Kategorikan barang sesuai prioritas: kebutuhan mendesak, kebutuhan jangka panjang, atau keinginan semata. Ini membantu dalam menilai seberapa penting barang tersebut dan memberi waktu untuk berpikir dengan lebih bijaksana.

2. Gunakan Catatan atau Aplikasi untuk Mengelola Daftar

Catatan fisik, aplikasi ponsel, atau note sederhana bisa menjadi alat bantu yang berguna. Ada berbagai aplikasi keuangan yang memungkinkan pengguna mencatat dan mengatur pengingat.Setel pengingat tiga hari untuk setiap barang yang tercatat. Pengingat ini bisa berupa notifikasi yang muncul setelah tiga hari untuk membantu Anda meninjau kembali keputusan membeli barang tersebut.

3. Alihkan Perhatian Selama Tiga Hari

Selama masa jeda tiga hari, coba alihkan perhatian Anda ke kegiatan lain yang produktif, seperti membaca, berolahraga, atau mengerjakan hobi. Kegiatan ini dapat mengurangi keinginan belanja dan membantu meredakan dorongan impulsif.Jika merasa dorongan belanja disebabkan kebosanan atau stres, alihkan fokus ke kegiatan yang menenangkan, seperti meditasi atau menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga.

4. Hitung Potensi Penghematan

Gunakan waktu tiga hari ini untuk menghitung berapa banyak uang yang bisa dihemat jika Anda menunda atau membatalkan pembelian. Tuliskan jumlah penghematan dan manfaat yang bisa diperoleh jika uang tersebut dialihkan untuk tabungan atau kebutuhan lain.Dengan melihat angka penghematan, Anda mungkin merasa lebih termotivasi untuk tidak membeli barang tersebut.

5. Evaluasi Keinginan Setelah Tiga Hari

Setelah tiga hari, tinjau kembali daftar barang tersebut. Tanyakan pada diri sendiri apakah Anda masih merasa membutuhkannya. Apakah perasaan impulsif masih sama kuatnya, ataukah Anda sudah merasa barang itu tidak lagi relevan?Jika keinginan untuk membeli berkurang atau hilang, hapus barang tersebut dari daftar. Namun, jika barang itu memang dirasa penting dan bermanfaat, pertimbangkan untuk membelinya sesuai anggaran.

Dengan cara ini, 3 Days Rule dapat menjadi kebiasaan yang positif dalam mengelola keinginan belanja. Membiasakan diri untuk menahan diri sebelum membeli juga akan melatih kontrol diri dan membantu mengelola keuangan secara lebih bijak.

***

Memulai perubahan tak selalu memerlukan langkah besar. Dengan menerapkan metode 3 Days Rule, kita bisa mengambil langkah kecil yang sangat berarti dalam mengatasi doom spending dan menjaga keuangan tetap sehat. Pendekatan sederhana ini memberi kesempatan bagi kita untuk lebih sadar, bukan hanya dalam membelanjakan uang tetapi juga dalam memahami motivasi di balik setiap pembelian.

Mari jadikan 3 Days Rule sebagai kebiasaan baru yang membantu kita membedakan kebutuhan dari keinginan, mengendalikan impuls, dan menjaga anggaran. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang bijaksana, kita bisa menciptakan keseimbangan antara menikmati hidup dan menjaga kesehatan finansial.

Mengontrol pengeluaran adalah investasi untuk masa depan dan juga bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Dengan setiap keputusan yang bijak, kita semakin dekat menuju kesejahteraan pribadi yang lebih baik. Mulailah dari langkah kecil ini, dan rasakan efek besarnya bagi diri Anda dan keuangan Anda.

Leave a comment