New Delhi Kecam Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei atas Pernyataannya Tentang Muslim India
TRIBUNKALTIM.CO – Pemerintah India mengkritik Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei atas komentarnya tentang penganiayaan terhadap Muslim di India pada hari Senin, (16/9/2024).
Ini mengingatkan atas perlakuan pemerintahnya terhadap kaum minoritas di Iran.
Dikutip dari iranintl.com, Kementerian Luar Negeri India (MEA) mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Kami sangat menyesalkan komentar-komentar yang dibuat oleh Pemimpin Tertinggi Iran tentang minoritas di India.”
“Ini adalah informasi yang salah dan tidak dapat diterima. Negara-negara yang mengomentari minoritas disarankan untuk melihat catatan mereka sendiri sebelum membuat pengamatan tentang orang lain.”
Pernyataan tersebut tampaknya merupakan tanggapan langsung terhadap sebuah posting di akun resmi Ali Khamenei di X (sebelumnya Twitter) beberapa jam sebelumnya.
“Musuh-musuh Islam selalu berusaha membuat kita tidak peduli terhadap identitas bersama kita sebagai umat Islam,” tulis postingan tersebut.
“Kita tidak dapat menganggap diri kita sebagai Muslim jika kita tidak menyadari penderitaan yang dialami oleh seorang Muslim di Myanmar, Gaza, India, atau di tempat lain.”
India dan Iran kadang-kadang berselisih mengenai hak-hak Muslim, meskipun kejadian seperti itu relatif jarang terjadi dan kedua negara mempertahankan hubungan yang positif.
Pada tahun 2019, Ali Khamenei memicu gelombang diplomatik ketika ia mendesak pemerintah India untuk mengadopsi pendekatan yang adil terhadap Kashmir, yang merupakan wilayah mayoritas Muslim yang disengketakan oleh India dan Pakistan.
Setahun kemudian, mantan menteri luar negeri Iran, Javad Zarif, menyesalkan kekerasan terhadap Muslim selama kerusuhan di Delhi.
Sebagai tanggapan, India memanggil duta besar Iran untuk menyampaikan kekecewaannya.
India merupakan rumah bagi salah satu populasi Muslim terbesar di dunia.
Pemerintah India saat ini yang dipimpin oleh BJP (Partai Bharatiya Janata), telah sering menuai kecaman dari negara-negara Muslim atas perlakuannya terhadap minoritas Muslim, terutama pada tahun 2019 ketika mereka memperkenalkan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (Citizenship Amendment Act/CAA), yang memberikan kewarganegaraan jalur cepat kepada para pengungsi dari negara-negara tetangga yang tidak termasuk Muslim.
Republik Islam, yang berdasarkan Islam Syiah, adalah pelanggar utama hak-hak minoritas, terutama komunitas agama non-Muslim seperti Baha’i dan cabang-cabang kecil dari agama Islam.
Para pemeluk agama Kristen juga dilecehkan dan dipenjara.
Bahkan kaum Sunni Iran juga mengalami diskriminasi, termasuk tidak diizinkan membangun masjid sendiri di kota-kota besar. (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.