3 Fakta Mantan Wali Kota Solo FX Rudi Dilaporkan ke KPK,Terkait Lahan Sriwedari Solo
TRIBUNSOLO.COM – Mantan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo atau Rudy, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kerugian negara dalam pembangunan Museum Keris dan Masjid Sriwedari.
Juru Bicara Ahli Waris Lahan Sriwedari, Jaka Irwanta melaporkan Mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Lahan Sriwedari Dimenangkan Pemkot Solo di Era Gibran, Kenapa FX Rudy yang Justru Dilaporkan ke KPK?
Pembangunan Museum Keris dan Masjid Sriwedari dianggap membuat negara mengalami kerugian.
“Justru saat sudah ada kepemilikan hukum tetap pemerintah justru membangun menggunakan APBN,”
“Masjid Sriwedari menggunakan CSR dari beberapa perusahaan BUMN. Itulah indikasi yang merugikan keuangan negara. Jadi itu masuk tindak pidana korupsi,” ungkap Jaka saat ditemui Jumat (6/9/2024).
Sejak tahun 2013 Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa lahan Sriwedari merupakan milik dari ahli waris KRMT Wiryodiningrat.
Namun Sertifikat Hak Pakai (SHP) 40 dan 41 justru diterbitkan untuk menggantikan SHP 11 dan 15 yang telah dibatalkan.
Terakhir pengangkatan sita eksekusi dikabulkan pada Desember 2023 lalu sehingga eksekusi lahan urung dilakukan.
Hal ini didasarkan pada SHP 40 dan 41.
Jaka menyebut bahwa kedua SHP ini hasil rekayasa dan semestinya batal demi hukum.
Karena Pemerintah Kota Solo tidak berhak atas penguasaan lahan ini, maka segala bentuk pembangunan yang dilakukan berpotensi menimbulkan kerugian.
Termasuk berbagai pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo dianggap sebagai pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang.
“Penetapan putusan dari pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap bahwa tanah milik almarhum KRMT Wiryodiningrat. Sudah ada pembatalan SHP 11 dan 15. Sudah ada eksekusi pengosongan lahan. Aanmaning 13 kali tidak dijalankan,” ungkapnya.
Terkait pelaporan ini berikut Tribun Solo rangkum 3 faktanya.
-
Alasan Bukan Laporkan Jokowi atau Gibran
Juru Bicara Ahli Waris Lahan Sriwedari, Jaka Irwanta melaporkan Mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia pun mengungkapkan kenapa bukan Mantan Wali Kota lain yang dilaporkan, seperti Jokowi atau Gibran Rakabuming Raka.
Pihaknya mengaku belum memiliki bukti konkret untuk melaporkan kedua Mantan Wali Kota Solo tersebut.
Berbeda dengan masa kepemimpinan FX Rudy yang membangun Museum Keris dan Lahan Sriwedari.
“Kalau pada saat Pak Jokowi belum menemukan bukti yang konkret pembangunan di Sriwedari,” jelas Jaka Irwanta.
Pihaknya melayangkan laporan ke KPK pada 4 September 2024 lalu. Menurutnya laporan ini akan segera ditindaklanjuti.
“Kami tentunya melakukan pelaporan dengan datang ke sana. Dimintakan laporan dan bukti. Tindak lanjutnya kami akan dihubungi untuk pemeriksaan awal. Kami ajukan 4 September 2024,” tuturnya.
Selain melaporkan FX Rudy, pihaknya juga melaporkan Mantan Kepala BPN Sriyono yang menurutnya telah merekayasa Surat Hak Pakai (SHP) 40 dan 41 untuk menggantikan SHP 11 dan 15 yang telah dibatalkan.
Ada pula pihak yang dilaporkan yakni Panitia Pembangunan Masjid Sriwedari.
“Yang kami laporkan Wali Kota Surakarta pada saat pembangunan Masjid Sriwedari dan Museum Keris. Kami melaporkan Kepala BPN Pak Sriyono. Kami melaporkan panitia pembangunan masjid,” jelasnya.
Menurutnya, SHP 40 dan 41 ini adalah hasil rekayasa dan semestinya batal demi hukum.
Hal inilah yang menjadi dasar pengangkatan sita eksekusi pada Desember 2023 lalu sehingga membuat Pemerintah Kota Solo menguasai lahan Sriwedari hingga kini.
“Pak Sriyono menerbitkan sertifikat dimana sertifikat sebelumnya dibatalkan. BPN sudah mencabut. Tapi kenapa menerbitkan sertifikat baru. Perbuatan tersebut menentang Undang-Undang,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya berbagai bentuk pungutan yang dilakukan dengan memanfaatkan aset ini melanggar hukum.
Karena Pemerintah Kota Solo tidak memiliki hak atas penguasaan lahan ini, pungutan menurutnya termasuk penyalahgunaan wewenang dan pungutan liar.
“Itu adalah pungutan liar. Karena hak atas tanah bukan milik Pemkot. Tapi kenapa mengambil uang sewa dari pada pedagang. Dasar hukumnya nggak ada. Bisa dikatakan penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar itu masuk kategori korupsi,” jelasnya.
2. Mediasi Tidak Digubris
Juru Bicara Ahli Waris Lahan Sriwedari, Jaka Irwanta mengungkapkan alasannya kenapa baru kali ini ia melaporkan FX Rudy yang sudah melewati satu periode kepemimpinan.
Menurutnya ia telah melakukan berbagai upaya mediasi di masa pemerintahan FX Rudy maupun setelahnya.
Namun permintaan ini tidak pernah digubris.
“Kita tidak tiba-tiba melaporkan ke KPK. Kita sudah melakukan pemberitahuan untuk silaturahmi dengan Wali Kota,”
“Sudah 3 kali tidak mendapat tanggapan. Sampai akhirnya pergantian Wali Kota kami surati lagi tidak ada tanggapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Karena tidak pernah mendapat tanggapan maka kami melakukan pelaporan ke KPK,” jelasnya.
Baca juga: Duduk Perkara Sengketa Lahan Sriwedari Antara Pemkot Solo vs Ahli Waris, Berujung FX Rudy Dilaporkan
3. Duduk Perkara lahan Sriwedari bisa menjadi rebutan antara Pemkot Solo dan ahli waris
- Awal Mula Sengketa Taman Sriwedari
Sengketa perebutan hak milik Taman Sriwedari terjadi antara pihak keluarga ahli waris RMT Wirjodiningrat selaku penggugat dan Pemerintah Kota Solo selaku tergugat.
Sengketa ini memiliki akar masalah yang cukup panjang.
RMT Wirjodiningrat diketahui adalah perantara dalam proses pembelian lahan yang transaksinya tertanggal 13 Juli 1877.
Pada tahun 1970, sebanyak 11 trah RMT Wirjodiningrat mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Solo.
Dari gugatan itu diputuskan lahan Sriwedari seluas 9,9 hektare menjadi milik ahli waris RMT Wirjodiningrat.
Namun Pemkot Solo tidak tinggal diam.
Mereka terus melakukan upaya untuk mendapatkan kembali hak atas tanah Taman Sriwedari.
- Dimenangkan Pemkot Solo
Lahan Sriwedari diketahui memiliki luas 99.889 meter persegi.
Pengadilan Negeri Surakarta mencabut sita eksekusi pada Rabu (6/12/2023) di Plaza Sriwedari.
Lahan ini meliputi Stadion Sriwedari, Museum Keris Nusantara, Taman Sriwedari, Gedung Wayang Orang Sriwedari, Grha Wisata Niaga, Museum Radya Pustaka, Punthuk Segaran Sriwedari, Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, dan berbagai pertokoan yang mengelilinginya.
Lahan ini memiliki batas sebelah utara Jalan Brigjen Slamet Riyadi, timur Jalan museum, selatan Jalan Kebangkitan Nasional, dan barat Jalan Bhayangkara.
Ahli Waris RM Tumenggung Wiryodiningrat sebenarnya telah memenangkan lahan sengketa Sriwedari melalui putusan Mahkamah Agung (MA) No:3249-K/Pdt/2012.
Namun, Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta D.B. Susanto selaku kuasa hukum Pemkot Solo menjelaskan pihaknya memiliki dasar Sertifikat Hak Pakai (SHP) 46, 26, 40, dan 41 untuk menguasai lahan ini.
Tahun 2018 dan Pemkot Solo sudah dalam tahap sita eksekusi.
Pada saat itu Pemkot Solo telah mengantongi hak pakai sehingga eksekusi untuk menyerahkan lahan kepada ahli waris gagal dilakukan.
Pada tahun 2022 Pemkot Solo mengajukan upaya kasasi atas sita eksekusi yang telah diterbitkan.
Di dalam kasasi inilah putusan Mahkamah Agung menerima perlawanan Pemkot Solo.
Sehingga Putusan Mahkamah Agung saat itu mengabulkan permohonan kasasi pihak Pemkot Solo untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang mengenai sita eksekusi tersebut.
Pihak ahli waris pun sempat melakukan peninjauan kembali namun gagal.
- Gibran Klaim Clear
Gibran Rakabuming Raka saat masih jadi Wali Kota Solo sempat mengklaim jika sengketa lahan Sriwedari sudah clear.
Diketahui, proyek pembangunan tersebut telah dihentikan selama beberapa tahun karena adanya permasalahan lahan di komplek tersebut.
“Kalau menjawab masalah Masjid Sriwedari sebetulnya tidak bisa dijawab di forum terbuka seperti ini tapi ya nggak apa-apa, saya jawab secara normatif. Masjidnya itu 80 persen terbangun, tinggal sedikit lagi, tinggal ‘finishing’,” kata Gibran pada Refleksi 3 Tahun Kepemimpinan Gibran-Teguh dengan tema Rangkaian Harmoni Tumbuh Sinergi diadadakan di Pendapi Gede Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.
Gibran menyatakan bahwa sebetulnya banyak pihak yang bersedia untuk memberikan bantuan.
Namun, menurut dia, masalahnya ada pada tanah tempat masjid tersebut didirikan.
Hal inilah yang mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan pendanaan, terutama dari CSR.
“Seperti pendanaan dari Abu Dhabi tidak mungkin diarahkan ke Masjid Sriwedari. Makanya saya dan Pak Teguh berusaha biar tanah ini ‘clean and clear’ secara utuh. Kami dibantu oleh Pak Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta), dua Kajari dan Pak Kajari yang baru luar biasa sekali dan ini sudah ‘clear’,” katanya.
Menurutnya, penting untuk mengaktifkan kembali panitia masjid agar mereka dapat menerima dana CSR dan melanjutkan pembangunan masjid yang saat ini terhenti.
Gibran menyampaikan pembangunan masjid Sriwedari sudah tinggal sedikit lagi, dan dana pembangunan Masjid Sriwedari tersebut bukan dari APBD tetapi dari CSR.
Ia menjelaskan mengenai permasalahan sengketa lahan yang sempat menjadi kendala pembangunan masjid ini akhirnya menemui titik terang dan telah diselesaikan.
“Tugas kami ngawal masalah hukumnya. Tapi sudah ada titik terang kok ya,” ungkapnya.
Menurutnya, status lahan yang digunakan untuk pembangunan masjid ini sudah tidak menjadi persoalan. Dengan begitu pembangunan bisa dilanjutkan.
“Sudah clear (status lahannya). Nanti dari kontraktor melanjutkan,” lanjutnya.
(*)