Kostum Wapres Terpilih Dianggap Lecehkan Wanita Papua Pegunungan
JAYAPURA – Moment HUT kemerdekaan Republik Indonesia ke 79 di Istana Negara Jakarta pada 17 Agustus lalu diwarnai dengan banyaknya pejabat yang mengenakan pakaian adat dari berbagai suku.
Yang cukup menarik perhatian adalah kostum yang dikenakan Wakil Presiden terpilih pada Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Jokowi itu tiba sekitar pukul 09.10 WIB bersama sang istri Selvi Ananda serta kedua anaknya, Jan Ethes dan La Lembah Manah.
Gibran ketika itu mengenakan pakaian adat Papua. Pakaian yang sama juga digunakan putra sulungnya. Hanya karena kostum inilah justru ia disorot karena dianggap tidak paham soal pakaian adat. Pasalnya ada satu hal yang dirasa aneh dalam atribut yang digunakan.
Atribut tersebut adalah noken yang seharusnya tidak dipakai dimuka umum. Menurut aktifis muda asal Jayawijaya, Miki Wuka, noken tersebut seharusnya tidak digunakan oleh seorang pria karena sesungguhnya hanya bisa digunakan oleh kaum perempuan. Selain itu noken ini hanya keluar pada waktu – waktu tertentu. Miki menyebut bahwa noken yang digunakan wapres terpilih, Gibran ini biasa digunakan dalam acara adat. Misal ada pembayaran mas kawin atau pembayaran denda.
Miki bahkan menuliskan surat terbuka yang meminta wapres terpilih menyampaikan permohonan maaf karena menampilkan noken bukan pada tempatnya. Ia menjelaskan noken yang dikenakan Gibran biasa disebut dengan istilah Su Talek yang biasa hanya dikeluarkan saat prosesi adat dan bukan dipertontonkan untuk umum.
“Noken jenis itu tidak untuk dikenakan pada acara seremonial apapun atau untuk dibawa ke mana-mana seperti biasa ibu-ibu mengenakan. Harusnya bapak (Gibran) mengenakan Su Hutik atau noken untuk mengisi barang bawaan hari-hari atau Su Inaporawiak noken yang dikenakan para wanita muda dan tua pada suatu acara seremonial tertentu,” jelas Miki kepada Cenderawasih Pos, Senin (19/8) Entrop, Kota Jayapura.
Miki menyebut penggunaan Su Talek ini apalagi dimuka umum menuai banyak protes. “Dalam grup masyarakat kami di Jayawijaya, banyak sekali yang protes. Bahkan ada dari dinas juga protes cuma mereka tidak berani bicara terbuka. Intinya dalam grup itu rame sekali,” ucapnya. Miki sendiri pada Senin (19/8) baru kembali dari Asmat untuk melakukan pendokumentasian noken dan ia mengaku harus menyampaikan ke public soal keresahan masyarakatnya.
“Su Talek ini biasa satu paket dengan Ye Talek atau kapak batu. Talek itu biasa diibaratkan dengan pengalas sedangkan noken yaitu Su dan Su Talek biasa digunakan oleh perempuan, bukan laki – laki. Dari coraknya kami paham ini noken bukan sembarangan,” bebernya.
“Kalau kami mau bilang kasarnya adalah pak Gibran membawa pakaian dalam wanita dan ditunjukkan dimuka umum dan terkesan melecehkan perempuan dari masyarakat kami. Ini tidak enak menyampaikan begitu tapi itulah artinya. Kami juga tidak menyalahkan sepenuhnya sebab orang yang memberikan ni yang harusnya mencari tahu dulu. Harusnya bisa dipertanyakan kepada orang tua adat atau orang yang memang paham agar tidak menimbulkan salah persepsi begini,” imbuhnya. (ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos