Informasi Terpercaya Masa Kini

Mencegah Fenomena ‘Marriage is Scary’ dari Pernikahan Cut Intan Nabila dan Aprila Majid

0 16

Nakita.id – Pernikahan adalah momen sakral yang seharusnya menjadi fondasi bagi kehidupan bersama yang harmonis dan bahagia.

Namun, tidak semua pernikahan berakhir bahagia, dan beberapa kasus publik baru-baru ini menunjukkan bahwa pernikahan bisa menjadi sesuatu yang menakutkan, terutama bagi perempuan.

Dua kasus yang mencuat ke permukaan dan menarik perhatian publik adalah kasus Cut Intan Nabila dan Aprila Majid.

Cut Intan Nabila mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sementara itu, Aprila Majid selama 1 tahun lamanya kehilangan kabar sang suami yang ternyata mengganti identitas dan sudah memiliki perempuan lain.

Dua kasus berbeda tersebut yang pada akhirnya membawa dampak psikologis yang mendalam baik bagi mereka sendiri maupun bagi masyarakat yang menyaksikan.

Fenomena “Marriage is Scary” semakin menguat di kalangan generasi muda setelah melihat pengalaman traumatis dari pasangan-pasangan ini.

Banyak orang mulai mempertanyakan keamanan dan kenyamanan yang seharusnya ada dalam sebuah pernikahan.

Untuk mencegah fenomena ini semakin meluas, penting untuk memahami akar masalahnya dan mencari solusi yang dapat diterapkan oleh individu, keluarga, dan masyarakat luas.

Mencegah Fenomena Marriage is Scary 1. Pendidikan tentang Kesehatan Mental dan Relasi yang Sehat

Pendidikan menjadi langkah awal yang sangat penting.

Sejak dini, individu perlu mendapatkan pemahaman tentang pentingnya kesehatan mental dan bagaimana menjaga hubungan yang sehat dan saling menghormati.

Baca Juga: Viral Kasus Ayah Aniaya Balita 1 Tahun, Bagaimana Cara Lindungi Anak dari KDRT?

 

Pendidikan ini harus mencakup topik-topik seperti pengenalan tanda-tanda awal kekerasan, pentingnya komunikasi yang terbuka dan jujur, serta cara mengatasi konflik dalam hubungan.

Selain itu, pasangan yang berencana menikah perlu mendapatkan konseling pranikah untuk mempersiapkan diri secara mental dan emosional.

Konseling ini bukan hanya untuk mempersiapkan aspek teknis pernikahan, tetapi juga untuk mendiskusikan harapan, nilai, dan potensi masalah yang mungkin muncul dalam pernikahan.

2. Penguatan Peran Keluarga dalam Pengawasan dan Edukasi

Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk pandangan dan sikap seseorang terhadap pernikahan.

Orang tua perlu memberikan contoh tentang bagaimana hubungan yang sehat seharusnya berlangsung, termasuk menunjukkan penghormatan, cinta, dan dukungan satu sama lain.

Selain itu, orang tua juga harus membuka ruang bagi anak-anak mereka untuk berdiskusi tentang pernikahan, termasuk jika mereka memiliki ketakutan atau keraguan.

Dalam kasus Cut Intan Nabila dukungan keluarga sangat krusial dalam membantu mereka keluar dari situasi yang penuh kekerasan.

Sementara pada kasus Aprila Majid, memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga baik itu keluarga sendiri maupun keluarga suami juga sama pentingnya untuk mencegah kejadian serupa.

Oleh karena itu, keluarga perlu waspada terhadap tanda-tanda kekerasan dan segera bertindak jika anak mereka mengalami KDRT atau masalah serupa.

Baca Juga: Arti Mimpi Suami Selingkuh, Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Mental

  3. Peningkatan Kesadaran Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga

Masyarakat perlu lebih sadar akan isu KDRT dan tidak menormalisasi kekerasan dalam hubungan.

Kampanye kesadaran, baik melalui media sosial, seminar, atau komunitas, harus terus digalakkan untuk mengedukasi publik tentang dampak buruk kekerasan dan bagaimana cara mencegahnya.

Masyarakat juga harus dilatih untuk lebih responsif dan mendukung korban KDRT, bukan malah menyalahkan mereka.

4. Akses yang Mudah terhadap Bantuan dan Layanan Hukum

Korban kekerasan dalam rumah tangga seringkali merasa terisolasi dan tidak tahu ke mana harus mencari bantuan.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap orang, terutama perempuan, memiliki akses yang mudah terhadap layanan bantuan, baik itu psikologis, medis, maupun hukum.

Lembaga-lembaga terkait, seperti kepolisian, rumah sakit, dan organisasi non-pemerintah, harus bekerja sama untuk memberikan perlindungan dan dukungan yang dibutuhkan oleh korban.

Dalam konteks ini, kasus-kasus seperti yang dialami Cut Intan Nabila dan Aprila Majid harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem perlindungan bagi korban KDRT, dan juga kasus perselingkuhan yang marak karena berbagai penyebab.

Termasuk memperbaiki prosedur hukum yang kadang lamban dan tidak berpihak pada korban.

5. Membangun Kepercayaan Diri dan Kemandirian pada Perempuan

Perempuan perlu didorong untuk membangun kepercayaan diri dan kemandirian, baik secara finansial maupun emosional.

Kemandirian ini akan memberi mereka kekuatan untuk mengambil keputusan yang tepat, termasuk ketika harus meninggalkan hubungan yang tidak sehat.

Program-program pemberdayaan perempuan yang memberikan pelatihan keterampilan, pendidikan, dan kesempatan kerja sangat penting untuk mendukung upaya ini.

Baca Juga: Cara Cegah KDRT Belajar dari Kasus Nisya Ahmad Gugat Cerai Suami

  Kesimpulan

Fenomena “Marriage is Scary” yang muncul akibat kasus-kasus seperti Cut Intan Nabila dan Aprila Majid mencerminkan kekhawatiran yang sangat mendalam di masyarakat tentang kekerasan dalam pernikahan.

Untuk mencegah kasus serupa terulang dan menghilangkan ketakutan terhadap pernikahan, diperlukan pendekatan yang komprehensif, mulai dari edukasi, peran keluarga, kesadaran masyarakat, akses terhadap bantuan, hingga pemberdayaan perempuan.

Pernikahan seharusnya menjadi tempat yang aman dan penuh cinta bagi kedua belah pihak.

Dengan upaya bersama, kita bisa menciptakan lingkungan di mana pernikahan menjadi pengalaman yang positif dan membahagiakan, bukan sesuatu yang menakutkan.

Leave a comment