Informasi Terpercaya Masa Kini

Masyarakat Sipil ke Puan Maharani: Kalau Peduli Rakyat, Jangan Sandera RUU Perlindungan PRT

0 4

JAKARTA, KOMPAS.com – Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender mendesak Ketua DPR RI Puan Maharani untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Perwakilan Jaringan Masyarakat Sipil sekaligus Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jumisih menjelaskan, RUU PRT sudah diajukan sejak 2004.

Namun, baru 19 tahun kemudian ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR RI.

Setelah penetapan itu, lanjut Jumisih, DPR pun tak kunjung membahas RUU PPRT tersebut bersama pemerintah dan tidak ada kejelasan waktu pengesahannya.

“Sampai hari ini nyatanya RUU PPRT belum mendapatkan jadwal pembahasan antara pemerintah dan DPR, karena proses pengesahannya masih terus tertahan di meja Puan Maharani selaku Ketua DPR RI,” ujar Jumisih dalam konferensi pers secara daring, Senin (22/7/2024).

Baca juga: DPR Dianggap Langgengkan Perbudakan Modern Jika Tak Sahkan RUU Perlindungan PRT

Menurut Jumisih, Puan seharusnya mengikuti jejak Presiden Soekarno yang juga kakeknya, untuk selalu menghormati orang kecil.

Namun, tindakan Puan yang tak kunjung mendorong pengesahan RUU PPRT justru menunjukkan ketidakberpihakan kepada rakyat kecil.

“Apakah Mba Puan mempunyai keberpihakan dan kepedulian terhadap PRT-nya? Kami ingin mempertanyakannya. Sebenarnya mereka dipilih kan untuk mewakili kepentingan rakyat, dan PRT adalah rakyat itu sendiri,” kata Jumisih.

“Jika Mba Puan dan anggota DPR masih mempunyai kepedulian terhadap rakyat, ya jangan sandera RUU PPRT. Segera bahas dan sahkan. Karena tidak ada alasan untuk terus menunda-nunda,” sambungnya.

Saat ini, lanjut Jumisih, isu perlindungan terhadap PRT sudah harus mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah dan wakil rakyat.

Sebab, PRT adalah kelompok yang rentan mendapatkan diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi secara fisik maupun seksual.

Berdasarkan data JALA PRT, sepanjang 2017 – 2022 ada 3.635 kasus multi kekerasan yang berakibat fatal terhadap PRT. Selain itu, terdapat 2.031 kekerasan fisik dan psikis, dan 1.609 kasus kekerasan ekonomi.

“Untuk itu, kami Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender Mendesak kepada Ketua DPR RI Puan Maharani untuk tidak menahan RUU PPRT dan segera mengesahkan RUU PPRT dalam masa kerja DPR RI periode 2019-2024,” pungkas Jumisih.

Baca juga: Cegah Eksploitasi Anak Jadi Pekerja, RUU Pelindungan PRT Harus Disahkan

Sebagai informasi, RUU PPRT telah diusulkan ke DPR RI sejak 2004 silam. Namun, RUU tersebut sampai saat ini belum disahkan menjadi UU.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy mengatakan, RUU PPRT saat ini terancam dianggap sebagai “RUU non-carry over” apabila tak segera disahkan pada masa bakti DPR RI 2019-2024.

Hal ini akan membuat semua tahapan yang telah berproses selama ini, harus diulang dari awal di periode DPR selanjutnya.

“Jika tidak ada satu nomor daftar inventarisasi masalah pada sisa waktu periode legislatif saat ini, maka RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non-carry over,” ujar Olivia di Kantor Komnas HAM, Jumat (19/7/2024).

“Berarti RUU PPRT harus dimulai kembali kepada tahapan perencanaan di periode DPR RI 2024-2029,” sambungnya.

Atas dasar itu, Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) mendesak DPR untuk mengesahkan RUU PPRT pada sisa masa sidang 2024.

“Mau tunggu berapa tahun lagi perjuangan ini, kalau tahun ini tidak (disahkan)?,sudah 20 tahun terabaikan. Kalau itu kembali menjadi sesuatu yang baru, yang kembali dari nol, bisa 21 tahun, 22, 23, 24, 25 tahun bahkan mungkin bisa lebih dari itu,” pungkasnya.

Leave a comment