Masa Jabatan Presiden Segera Berakhir,Jokowi Wariskan Utang Jatuh Tempo Rp 800,3 Triliun ke Prabowo
TRIBUN-PAPUA.COM – Pemerintahan Prabowo Subianto pada tahun pertama nantinya diperkirakan mengalami kesulitan.
Pasalnya, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih lesu hingga pertengahan 2024.
Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah lebih selektif menyusun rencana belanja di APBN 2025.
Langkah ini ditempuh lantaran melihat kondisi keuangan negara yang terbatas.
Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan berakhir pada Oktober 2024 ”mewariskan” kondisi kas negara yang cukup menantang bagi tahun pertama pemerintahan Prabowo.
Rezim Jokowi juga menyisakan ”tabungan” negara yang menipis, selain utang jatuh tempo pemerintah yang besar pada 2025.
Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah pusat yang akan jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 800,3 triliun.
Itu terdiri dari utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 705,5 triliun serta utang berbentuk pinjaman (bilateral, multilateral, dan komersial) senilai Rp 94,83 triliun.
Pemerintahan Prabowo juga harus membayar cicilan bunga utang yang jumlahnya semakin besar.
Baca juga: Kapolda NTT Buka Suara soal Polemik Seleksi Taruna Akpol, Irjen Daniel Silitonga Bilang Begini
Meski pemerintah masih menghitung angka definitifnya, Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) memperkirakan total pembayaran bunga utang yang harus ditanggung dalam APBN 2025 mencapai Rp 561 triliun, naik dari Rp 497,3 triliun pada APBN 2024.
Di sisi lain, untuk menambal pelebaran defisit di APBN 2024, pemerintahan Jokowi juga akan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) lebih banyak dari rencana awal.
SAL ibarat tabungan atau dana cadangan negara yang berasal dari akumulasi sisa anggaran yang tidak terpakai dari tahun ke tahun.
Per akhir 2023, total SAL yang terkumpul adalah Rp 459,5 triliun. Awalnya, dalam APBN 2024, pemerintah berencana hanya memakai SAL sebesar Rp 51,7 triliun.
Namun, karena defisit anggaran melebar cukup signifikan pada 2024, pemerintah menambah penggunaan SAL sebesar Rp 100 triliun.
Dengan demikian, total dana SAL yang akan dipakai tahun ini diperkirakan mencapai Rp 151,7 triliun.
Pemakaian SAL tambahan itu membuat dana cadangan negara yang tersisa di kantong SAL adalah Rp 307,8 triliun.
Wakil Ketua Banggar DPR Cucun Ahmad Syamsurijal, Selasa (9/7/2024), mengatakan, pemerintahan Prabowo akan menghadapi kondisi yang tidak mudah di tahun pertamanya menjabat.
Kondisi perekonomian global yang tidak baik-baik saja menambah tekanan pada perekonomian domestik dan kondisi keuangan negara.
Selain ”warisan” utang jatuh tempo yang besar pada 2025 dan tabungan SAL yang menipis di APBN, penerimaan negara juga melambat akibat kondisi ekonomi dunia yang lesu.
Kinerja pendapatan yang lesu sepanjang tahun ini berpotensi membuat pemerintah sulit ”menabung” alias menambah dana SAL guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi tahun depan.
”Kondisi fiskal penuh keterbatasan. Kita sudah melihat bahwa dalam outlook APBN 2024, penerimaan negara di sisa tahun ini tidak akan sesuai target.
Ini menjadi beban untuk pemerintahan baru,” kata Cucun saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Oleh karena itu, dalam proses penyusunan Rancangan APBN 2025, DPR akan mendorong penyusunan rencana belanja yang lebih selektif.
Terlebih, mengingat APBN tahun depan akan mengakomodasi program dari dua rezim sekaligus.
Secara umum, ruang fiskal untuk janji kampanye Prabowo-Gibran, seperti program makan bergizi gratis, akan tetap disediakan dalam RAPBN 2025.
Begitu pula sejumlah program turunan dari rezim Jokowi, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pengentasan kemiskinan ekstrem 0 persen.
Namun, pengalokasian anggarannya akan sangat selektif. Cucun mencontohkan, anggaran untuk IKN bisa disesuaikan agar tidak terlalu besar.
Target pembangunan IKN juga bisa dijadwalkan ulang sesuai kemampuan keuangan negara.
Ia menegaskan, ruang fiskal yang tersedia untuk mengantisipasi ketidakpastian pada tahun 2025 semakin sempit.
”Oleh karena itu, tidak bisa lagi nanti ada program baru yang tiba-tiba masuk di tengah tahun anggaran sehingga membuat deviasi yang terlalu tinggi dari asumsi awal. Kalau itu terjadi, kondisi keuangan kita tidak akan bisa lagi meng-cover,” ujarnya.
Dalam kesepakatan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah dan DPR telah menyepakati rentang defisit APBN tahun depan di 2,29-2,82 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Angka finalnya, kata Cucun, akan sangat tergantung dari kinerja APBN di sisa 2024.
”Nanti nota keuangan akan kita sesuaikan lagi dengan kondisi yang sudah berjalan sepanjang semester II. Kalau misalnya banyak yang tidak mencapai target (di APBN 2024), artinya kita harus betul-betul prudent menyusun RAPBN 2025,” ujarnya.
Baca juga: Prabowo dan Mentan Amran Segera Tinjau Lahan Pertanian di Merauke, Pemerintah Daerah Sibuk Persiapan
Menanggapi ruang gerak fiskal yang sempit, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, pemerintah pada prinsipnya akan selalu menyiapkan kas cadangan lewat SAL untuk mengantisipasi ketidakpastian pada tahun anggaran berikutnya.
Meski pemakaian dana SAL tahun ini bertambah, masih ada sisa ”tabungan” yang bisa digunakan.
Pemerintah juga tetap berusaha agar pada akhir tahun ini ada SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) yang bisa menambah total dana SAL untuk tahun depan.
”Kita masih punya waktu sebelum tahun 2025. Buffer (dana cadangan) tentu kita siapkan. Namun, levelnya berapa atau jumlahnya berapa, tentu kita belum bisa bicara banyak saat ini. Yang pasti, bufferdisiapkan karena APBN pasti akan selalu menghadapi dinamika,” kata Suminto.
Ia mencontohkan, keputusan pemerintah menggunakan dana SAL Rp 100 triliun untuk menambal pelebaran defisit tahun ini adalah cara untuk menjaga pengelolaan fiskal tetap disiplin.
Sebab, dengan menggunakan dana tabungan itu, pemerintah tidak perlu menambah utang baru lewat penerbitan SBN.
”Itu mengapa meskipun defisit di APBN 2024 melebar dari 2,29 persen ke 2,7 persen dari PDB, pembiayaan utang bisa kita turunkan dari sisi issuance SBN baru. Itu salah satu cara kita mengelola APBN tetap prudent,” ujar Suminto. (*)
Berita ini dioptimasi dari Kompas.id, silakan klik dan berlangganan.