Informasi Terpercaya Masa Kini

Jaksa Sidang PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Disentil Ahli Hukum: Tidak Boleh Mencecar,Turunkan Ego

0 3

SURYA.co.id – Sikap jaksa di sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon mendapat sorotan ahli  Hukum Acara Pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Solehuddin. 

Solehuddin yang dihadirkan sebagai ahli di sidang PK terpidana Kasus Vina Cirebon meminta jaksa untuk menurunkan ego-nya. 

Menurutnya, dalam sidang PK ini, jaksa bukan bertindak sebagai penuntut umum atau termohon, melainkan hanya memberikan pendapatnya. 

Karena itu, lanjut Solehuddin, jaksa seharusnya tidak usah membuat kontra memori PK, seperti halnya kontra memori kasasi.

“Yang ada dalam PK, jaksa diperkenankan memberikan pendapatnya. Karena jaksa tidak bertindak sebagai penuntut umum,” tegas Ketua Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Acara Pidana Indonesia ini.   

Baca juga: Visum Kasus Vina Cirebon Diajukan Sebelum Ada Laporan Polisi, Ahli: Unik alias Aneh, Cacat Hukum!

Karena bukan penuntut umum, di sidang PK ini, jaksa tidak boleh menanyakan kepada saksi, apalagi mencecarnya karena tugas jaksa sudah selesai saat persidangan kasus sebelumnya.

“Artinya, ayo turunkan ego kita, sama-sama mengembalikan kemanusiaan kita.  Mencari, menemukan adakah keadilan yang tercecer dalam perkara ini,” serunya. 

Dijelaskan, di sidang PK ini, jaksa hanya memeriksa pengajukan PK, apakah memenuhi tidak hal, yakni adanya bukti baru atau keadaan baru (novum), kekhilafan hakim serta adanya putusan yang bertentangan. 

“Ayo sama-sama turunkan ego.  Setelah diperiksa ada (novum), ayo diakui. 

“Tidak boleh mencecar karena (jaksa) tidak bertindak sebagai penuntut umum.  Cuma memberikan pendapat, masukkan dalam berita acara pendapat,” tegasnya. 

Sebelumnya, jaksa di sidang PK ini kerap mencecar saksi dan ahli yang dihadirkan pemohon yakni terpidana kasus Vina. 

Aksi jaksa ini kerap mendapat sorakan penonton yang memenuhi ruang sidang Pengadilan Negeri Cirebon. 

Seperti yang terjadi saat sidang menghadirkan tiga saksi teman korban Eky, yakni Muhammad Anwar, Arta Anoraga Japang dan Fransiskus Marbun pada Jumat (20/9/2024). 

Awalnya jaksa Jati menanyai Arta tentang permasalahan yang dialami Eky.

Arta yang bukan teman dekat Eky mengaku tak tahu menahu hal itu.

Arta juga ditanyakan tentang apakah dia mengingatkan Eky untuk tidak balap-balapan karena kondisi saat itu abis menenggak minuman keras.

Arta mengaku sempat mengingatkan untuk tidak balap-balapan.

Saat itu jaksa Jati sempat memancing emosi Arta dengan menanyakan apakah dia juga balap-balapan, namun ditanggapi Arta dengan biasa. 

Tanggapan biasa juga diungkapkan Anwar yang mengakui Eky sempat menenggak miras 3-4 slot. 

Namun, ketika bertanya ke Fransiskus Marbun, jaksa Jati justru memberikan pertanyaan yang melenceng.

Awalnya Fransiskus ditanya terkait kabar Eky kecelakaan. 

“Saudara ke RS mendengar itu kecelakaan darimana?,” tanya jaksa.

Fransiskus mengaku mendapat kabar dari teman, tapi dia lupa naa temannya. 

Jaksa lalu mencecar Fransiskus yang meyakini bahwa Eky dan Vina kecelakaan. 

“Apakah kamu punya ilmu, mengecek ini kecelakaan?,” tanya jaksa dengan nada tinggi. 

Fransiskus menjawab santai.  “Saya lihat dari lukanya,” katanya.

“Tapi kamu punya ilmu forensik untuk mengatakan ini kecelakaan?,” tanya jaksa lagi.

Fransiskus pun menjawab tiidak. 

“Gak punya ya?, itu hanya asumsi ya,” ucap jaksa hingga membuat pihak pemohon (kuasa hukum terpidana) menyergahnya.  

“Pertanyaan termohon menyudutkan saksi yang mulia,” kata pihak pemohon.

Tak terima, jaksa Jati pun kembali berkilah. 

“Saya bertanya punya keahlian forensik yang mulia. Kalau enggak ya gak pa-pa. Ada permasalahan apa? 

Intinya saya nanya itu, tinggal dijawab kan,” ucap jaksa Jati dengan nada tinggi hingga memancing penonton untuk meneriaki. 

“Saudara yang provoaktif,” ucapnya lagi hingga membuat pengunjung sidang semakin riuh. 

Hakim pun menengahi dengan mengatakan bahwa yang dihadirkan ini adalah saksi, bukan ahli. 

Namun, jaksa Jati masih ngeyel  

“Terserah yang mulia, kalau tidak boleh ditanyakan ya saya ganti pertanyaan,” sergahnya.

Hakim kembali mengingatkan jaksa Jati.  

“Sekali lagi ini sebagai saksi. Bukan ahli, tanya mengenai kesaksian mereka aja pak,” tegas hakim. 

Jaksa Jati lalu melanjutkan pertanyaan dengan menanyakan pernyataan Fransiskus yang tidak tinggal diam seandaianya saat itu Eky dibunuh. 

“Pada saat Eky dibunuh dan sudah inkrah, kamu ngapain?,” tanya jaksa Jati 

“Ya udah mikirin, pelakunya kan sudah ditangkap pada saat tanggal 30,” jawab Fransiskus. 

“Kamu bilang tidak tinggal diam?,” tanya jaksa lagi. 

 “Kan sudah ditangkap pak,” jawab Fransiskus. 

Aksi jaksa Jati ini membuat penonton kembali meneriaki karena sudah melenceng dari kasusnya. 

Tak terima diteriaki, jaksa Jati sampai berdiri dan menantang penonton. 

“Yang mulai, tolong, kenapa teriak-teriak ini, ada apa. 

Mana kalau mau teriak disini pak,” tantangnya. 

Tak cuma itu, jaksa Jati juga menantang untuk perhitungan di luar.  

“Iya, kalau mau teriak di sini. dari kemarin saya sabar aja yang mulia. Disini juga kami sempat diteriaki, sabar aja kita, 

Tolong yang mulia

“Kalau memang marah, ayo dimana,” tantangnya. 

Kuasa hukum pemohon meminta jaksa untuk tidak provokatif dan suasan sidang semakin riuh. 

Hakim akhirnya menengahi kedua belah pihak. 

“Bapak-bapak disini baik pemohon maupun termohon, dipercaya orang-orang berpendidikan. 

Saya ingatkan kembali, tolong dijaga kepercayaan orang, baik penasehat hukum maupun dari termohon. 

“Bagi penonton saya ingatkan, kalau gak bisa tenang, tidak bisa menjaga tertib persidangan, terpaksa akan kami keluarkan dari ruang sidang. Ini peringatan terakhir. Dan menjaga hak-hak para pemohon dan termohon,” tegas hakim. 

Ekstraksi Ponsel Vina Novum yang Sempurna

Di persidangan ini, Solehuddin juga membahas tentang ekstraksi ponsel VIna yang mengungkap nama Widi dan Mega. 

Mulanya kuasa hukum para terpidana menanyakan terkait berkas perkara yang ada ekstraksi tak dijadikan bukti persidangan.

Ahli Hukum Pidana Universitas Bhayangkara Surabaya berpendapat ekstraksi data ponsel ini harus dicocokkan dan disinkronkan dengan saksi baru yang muncul di ekstraksi. 

“Seharusnya dalam tindak pidana pembunuhan, apalagi berencana, yang pertamakali diperiksa, adalah orang-orang yang terakhir bersama korban. Kalau ada saksi baru, apalagi sinkron dengan ekstraksi. Seperti kesaksian Widi dan Mega yang dikuatkan denga ekstraksi, itu lah novum yang sempurna,” tegas Solehuddin. 

Lalu, apakah perbuatan penyidik yang tidak membuka ekstraksi data di persidangan itu bisa dikriminalisasi? 

Menurut Solehuddin, terkait kriminalisasi itu masuk tindak pidana sendiri, bukan ranah PK. 

“Termasuk ada gak penyiksaan, ekstraksi disembunyikan, itu tindak pidana tersendiri, bukan urusan PK,” tegasnya. 

Seperti diketahui, bukti ekstraksi ini sudah ada di lampiran berkas perkata terpidana kasus Vina CIrebon, namun oleh jaksa penuntut umum tidak diungkap dalam sidang pada tahun 2016/2017. 

Padahal, bukti ekstraksi ini bisa mematahkan dakwaan jaksa yang menyebut bahwa pukul 21.30 hingga 22.30 korban dianiaya sebelum akhirnya ditemukna tewas dan sekarat di jembatan Talun. 

Padahal dalam percakapan dengan Widi dan Mega, korban Vina masih mengirimkan pesan pada pukul 22.14. 

Hal itu juga diungkapkan Widi dan Mega saat menjadi saksi di sidang PK 6 terpidana dan PK Saka Tatal. 

Mega dan Widi mengaku menghubungi Vina karena hingga pukul 22.00 WIB, Vina yang menginap di rumah Widi, tidak kunjung datang.

Tak kunjung pulang, Vina rupanya menghubungi Widi dan mengajak untuk main.

“Dia ngajak main tapi saya gak mau, saya bilang kamu aja, saya takut dimarahin pacar saya,” kata Widi saat sidang PK Saka Tatal.

Setelah itu, Vina pun kemudian menelepon Widi dan mengajaknya untuk main lagi.

Saat itu kata Widi, Vina terdengar seperti sedang ada di sisi jalan karena banyak suara kendaraan lewat.

Vina juga mengaku sedang berada di daerah Sumbar.

Widi pun kembali menolak ajakan Vina dengan alasan kasihan adiknya sendirian di rumah.

Setelah itu Vina pun sempat menelepon Widi lagi namun tidak diangkat.

“Males saya angkatnya, soalnya pasti maksa ngajak main, saya nya gak mau,” kata Widi.

Akhirnya hingga pukul 23.00 WIB, mereka mendapat kabar Eky kecelakaan.

Terbaru, kesaksian Widi dan Mega ini didukung bukti percakapan (chat) di ponsel Vina.

Dari bukti percakapan singkat (sms) ini terungkap bahwa hingga pukul 22.14. 10 WIB, Vina masih menghubungi Mega untuk mengajaknya keluar bersama. . 

Bukti chat ini diketahui setelah dilakukan ekstraksi data ponsel Vina. 

Dari hasil ekstraksi data di nomor 55 tertulis chat Vina ke Mega: “Mau ga mek? Ntar dijemput sma kita”.

Selain chat ini, ada lagi percakapan yang menunjukkan kedekatan antara Vina dengan Widi dan Mega. 

Kuasa hukum Saka Tatal, Edwin Partogi mengakui bukti percakapan Vina ini sebenarnya sudah dimiliki lama. 

Namun pihaknya baru menyadarinya setelah ada saran dari ahli untuk melakukan ekstraksi data di ponsel Vina. 

“Saya teringat, bahwa saya punya bukti itu. Ketika saya baca-baca ada yang menarik di angka 58 itu ada  kata Widi. Isun udah di rumah Widi. Saya berkesimpulan, keterangan Widi dan Mega tidak berdiri sendiri, didukung adanya bukti percakapan itu,”ungkap Edwin dikutip dari tayangan youtube iNews Official pada Kamis (8/8/2024). 

Selain itu, lanjut Edwin, pada angka 55 ada percakapan antara Vina dan Widi yang terjadi pafa pili;l 22.14.10 WIB.  

“Di situ ada SMS mengajak untuk keluar atau jalan-jalan mau dijemput kalau mau,” terang Edwin.

Hal ini, lanjut Edwin, menunjukkan bahwa di pukul itu Vina masih hidup. Dan ini berbeda jauh dengan putusan 3 perkara di kasus Vina. 

Di putusan disebutkan bahwa pada pukul 21.15 ketika melintas dfi depan SMP, mereka diikuti para pelaku, lalu terjadilan persitiwa pembunuhan dan pemerkosaan. 

“SMS tersebut yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan,” tegas Edwin. 

Bukti percakapan sms ini menggugurkan kesaksian Suroto yang menyebut pukul 22.15 Vina dan Eky ditemukan tergeletak di jembatan Talun. 

Saat hadir di acara Rakyat Bersuara iNews TV, Suroto juga memastikan pukul 22.15 tersebut.   

“Saya ingat karena jam 9 saya patroli di wilayah fly over masih dalam keadaan aman,” kata Suroto yang mengaku saat itu jadi mandor desa. 

Bukti chat juga bertentangan dengan kronologi kematian Vina dan Eky yang disampaikan polisi.

Pihak kepolisian menyebut Vina dan Eky, dikejar dan dilempari batu sekitar pukul 21.00 WIB.

Lalu jasadnya ditemukan tergelatak di Flyover Talun, oleh Suroto pukul 22.00 WIB.

Setelah bukti chat ini terungkap, Kuasa hukum Iptu Rudiana, Pitra Romadoni balik menyerang Widi dan Mega. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment