Informasi Terpercaya Masa Kini

Nostalgia Mudik: Perjalanan Pulang yang Kini Dirindukan

0 13

Lebaran selalu identik dengan mudik—momen istimewa bagi banyak orang untuk kembali ke kampung halaman dan bertemu keluarga tercinta. Tak peduli suku, ras, atau agama, mudik telah menjadi tradisi yang menghangatkan hati. Ini bukan hanya tentang pulang, tapi juga tentang merajut kembali kebersamaan yang terpisah oleh jarak dan waktu.

Namun, tidak semua orang bisa merasakan euforia mudik tahun ini. Saya dan keluarga adalah salah satunya. Meskipun kami tidak merayakan Lebaran, mudik tetap memiliki tempat tersendiri di hati kami. Sejak kecil, libur Lebaran selalu menjadi waktu istimewa karena saat itulah Papa mendapat libur panjang dan kami bisa pulang ke kampung halamannya. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, kami memilih untuk tidak mudik. Bukan karena tak ingin, tetapi karena keadaan yang belum memungkinkan.

Arus mudik akan mulai padat di penghujung minggu ini. Orang-orang akan kembali ke tanah kelahiran mereka. Hal ini memantik rasa rindu. Saya teringat perjalanan pulang yang dulu sering kami lakukan—sebuah perjalanan yang kini hanya tersimpan dalam ingatan.

Euforia Mudik: persiapan dan perjalanan yang berkesan 

Momen persiapan mudik selalu menjadi bagian yang menyenangkan. Dari mulai berkemas, memastikan segala kebutuhan perjalanan siap, hingga merencanakan oleh-oleh yang akan dibawa. Saya bahkan ikutan sibuk memilih baju mana yang akan saya pakai dan buku mana yang bisa saya baca. Ada antusias dan kegembiraan kecil saat momen ini. Rasanya seperti petualangan panjang yang penuh cinta dan rindu menanti di ujung perjalanan.

Lalu tibalah saat yang dinanti: perjalanan. Berjam-jam di jalanan macet bersama ribuan pemudik lain bukan sesuatu yang mudah, tapi justru itulah yang membuat pengalaman ini begitu berkesan. Ada perhentian di rest area untuk meregangkan kaki, antre panjang di toilet, berbagi camilan di dalam mobil, mendengarkan lagu-lagu favorit, dan obrolan santai yang terasa lebih istimewa dibanding hari-hari biasa.

Kemacetan memang melelahkan, tetapi di balik itu ada rasa kebersamaan yang sulit dijelaskan. Setiap pemudik memiliki tujuan berbeda, tetapi semua berbagi perjalanan yang sama: perjalanan menuju rumah. Ada perasaan hangat saat melihat mobil di sebelah juga dipenuhi keluarga yang tersenyum meski lelah. Sesekali, saya mengucapkan doa dalam hati untuk mereka—semoga semua selamat sampai tujuan dan bisa bertemu orang-orang tercinta.

Momen berharga di kampung halaman: menyambung rasa dan cerita

Begitu sampai di kampung halaman, semua lelah langsung terbayar. Di depan pintu, Mbah Putri menyambut dengan pelukan hangat dan kecupan di pipi. Keluarga berkumpul di ruang tamu, bercerita panjang lebar tentang perjalanan dan juga kehidupan. Hal-hal sederhana ini dulu hanya menjadi rutinitas, tapi kini justru menjadi sesuatu yang begitu dirindukan.

Ada banyak momen kecil yang kini terasa begitu berharga. Ziarah ke makam Mbah Kakung, berjalan-jalan di sekitar rumah Mbah Putri sambil menikmati udara pagi yang segar, atau makan bersama dengan hidangan khas buatan beliau. Saya ingat sekali Mbah Putri selalu mengingatkan cucu-cucunya untuk makan yang banyak. Ini momen hangat yang masih terasa di ingatan saya—kehangatan seorang nenek yang ingin memastikan cucu-cucunya makan dengan baik.

Merawat kenangan, menciptakan kebersamaan dengan cara baru

Pandemi, ekonomi yang tak menentu, dan berbagai alasan lainnya mungkin membuat banyak keluarga, termasuk kami, memilih tidak mudik. Rindu memang tak terhindarkan, tetapi teknologi setidaknya bisa menjadi jembatan. Kini, rindu tersampaikan lewat telepon dan video call.

Raga boleh jauh, tapi doa dan harapan tetap melangit. Kami mungkin tak bisa duduk bersama di ruang tamu rumah Mbah Putri, tetapi kami tahu bahwa kasih sayang tidak selalu harus diukur dari seberapa sering bertemu. Kenangan yang telah terukir akan selalu hidup, dan mungkin suatu hari nanti, perjalanan pulang yang dirindukan bisa terwujud kembali.

Pada akhirnya, mudik bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan hati—sebuah perjalanan menuju rumah, menuju kenangan, dan menuju orang-orang yang kita sayangi.

Bagi yang mudik, pergilah dengan selamat dan kembalilah dengan membawa lebih banyak cinta, doa, dan harapan. Lalu, bagi yang belum bisa mudik, tetaplah merawat silaturahmi serta menjaga kenangan dengan cara yang baru. Sebab, pulang bukan hanya soal raga, tetapi juga tentang hati yang selalu terhubung.

Leave a comment