Informasi Terpercaya Masa Kini

Fenomena Langka Paus Pembunuh Muncul di Perairan Kaimana, Papua Barat

0 3

Fenomena langka paus pembunuh (Orcinus orca) tiba-tiba muncul di perairan Kaimana, Papua Barat. Kemunculan paus ini dikonfirmasi oleh tim ilmuwan yang dipimpin oleh Konservasi Indonesia dan Conservation International.

Para peneliti berhasil mengidentifikasi lima spesies cetacea di wilayah perairan Kaimana, terdiri dari lumba-lumba bungkuk Australia (Sousa sahulensis), lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus), lumba-lumba pemintal (Stenella longirostris), paus Bryde (Balaenoptera edeni), dan yang terbaru adalah paus pembunuh (Orcinus orca).

Lima mamalia laut ini muncul karena mereka tampaknya tertarik dengan alat tangkap ikan bagan apung yang ada di perairan tersebut. Hewan ini diduga datang ke perairan Kaimana untuk mencari makan.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik memiliki keterkaitan kuat dengan perikanan bagan. Mereka sering terlihat memakan ikan teri yang berada di luar jaring bagan pada pagi hari,” kata Iqbal Herwata, Focal Species Conservation Program Konservasi Indonesia, dikutip Antara.

“Sementara itu, spesies lain terlihat lebih jarang. Hal ini dapat disebabkan oleh preferensi kuat spesies tersebut terhadap habitat pesisir, yang beririsan dengan area operasi perikanan bagan di Kaimana.”

Penelitian yang dilakukan pada Mei 2021 hingga Maret 2023 menemukan interaksi cetacea dengan perikanan bagan di Kaimana. Penelitian juga mencatat keberadaan, jumlah, dan pola makan cetacea.

Dari lima spesies cetacea, paus pembunuh menjadi penghuni baru yang dilaporkan muncul di wilayah Kaimana. Iqbal mengatakan, di perairan tropis seperti Indonesia, paus pembunuh sangat jarang terlihat, mungkin hanya 0 sampai 0,10 individu per 100 kilometer persegi karena terbatasnya peluang mencari makan dan ancaman dari aktivitas manusia.

Selama penelitian berlangsung, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik menjadi cetacea yang paling sering muncul, dengan 130 kali penampakan yang mencakup 49,62 persen dari seluruh pengamatan cetacea, dengan 2.612 individu yang tercatat atau 72,96 persen dari total individu yang teramati.

Namun, karena penelitian tidak menggunakan metode identifikasi fotografi, maka diperlukan studi lebih lanjut untuk estimasi populasi cetacea yang lebih akurat.

Iqbal mengatakan, pemahaman tentang ekologi cetacea penting untuk upaya konservasi dan pengelolaan di Kaimana yang pada 2018 teridentifikasi sebagai wilayah Important Marine Mammal Area (IMMA) atau habitat penting mamalia laut.

Studi yang dilakukan Iqbal dkk menunjukkan bahwa Kaimana tidak hanya penting sebagai wilayah agregasi dan aktivitas makan cetacea, tapi juga berpotensi memenuhi kriteria tambahan IMMA. Ini karena terdapat populasi kecil dari tiga spesies cetacea hidup di Kaimana, yakni lumba-lumba bungkuk Australia, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan paus Bryde.

Iqbal menilai, pemerintah provinsi Papua Barat perlu memastikan langkah-langkah pengelolaan perikanan di kawasan tersebut, mengingat sebagian besar interaksi antara perikanan bagan dan cetacea ini terjadi di luar Kawasan Konservasi Perairan (Marine Protected Area) Kaimana.

“Pemerintah lokal harus dapat memastikan keberlanjutan stok ikan teri yang tidak hanya penting bagi masyarakat dan industri perikanan tangkap, tapi juga sebagai sumber makanan bagi populasi paus Bryde, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan lumba-lumba bungkuk Australian,” kata Iqbal.

Leave a comment