Keluarga Berat Biayai,Rumah Musik Harry Roesli di Bandung Dijual,Layala: Tak Mudah Merawatnya
WARTAKOTALIVE.COM, BANDUNG – Berita tak mengenakkan datang dari almarhum musisi Harry Roesli.
Bagi para seniman, tentu nama Harry Roesli cukup dikenal, karena mendapat julukan ‘Si Bengal dari Bandung’.
Pria kelahiran 10 September 1951 ini meninggal pada 11 Desember 2004, banyak karya besar yang dihasilkan.
Kabar terbaru, keluarga besar Harry Roesli ingin menjual Rumah Musik Harry Roesli yang beralamat di Jalan Supratman Nomor 59, Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.
Pihak keluarga memutuskan menjual rumah bergaya arsitektur kolonial Belanda itu lantaran biaya perawatannya yang terbilang cukup besar.
Baca juga: Oma Metia 82 Tahun Hidup Sendiri di Rumah Tua, Putri Jenderal Polisi Lulusan UI
Hal tersebut diungkapkan oleh anak Harry Roesli, Layala Khrisna Patria, saat ditemui Kompas.com di Rumah Musik Harry Roesli pada Kamis (12/12/2024).
“Merawat rumah ini tidak mudah juga. Tentu perlu biaya besar tidak seperti rumah biasanya, apalagi statusnya bangunan heritage,” ucapnya dikutip dari Kompas.com.
Layala mengatakan, dalam sebulan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan rumah ini bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Ini sudah termasuk dengan gaji karyawan yang bekerja.
Baca juga: 50 Personel Sudin Gulkarmat Jakarta Timur Padamkan Api Membakar Rumah Tua di Pasar Rebo
“Yang agak lumayan itu biaya bayar listrik karena banyak alat musik dan lainnya, terus biaya bayar gaji karyawan. Rumah sebesar ini tentu perlu banyak orang untuk mengurusnya,” kata dia.
Lebih lanjut, status kepemilikan Rumah Musik Harry Roesli bukan hanya milik mendiang ayahnya, melainkan juga milik keluarga besar Roesli.
Hingga tahun 2018, keluarga besar memutuskan untuk menjual rumah tersebut dengan berbagai pertimbangan, salah satunya biaya perawatan yang cukup mahal.
“Status rumah ini milik keluaga besar Roesli, artinya bukan Harry Roesli saja. Sebagian besar sudah tidak di Kota Bandung, hanya tersisa beberapa orang,” ujar Layala.
Baca juga: Perjuangkan Hak Cipta Seniman, Melly Goeslaw Ajukan RUU Hak Cipta ke Baleg DPR RI
Sedangkan untuk biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kata Layala, keluarga Roesli mendapat keringanan dari Pemerintah Kota Bandung karena rumah tersebut berstatus heritage.
Selain soal listrik dan gaji para pegawai, beberapa bagian rumah seperti lantai dan atap sudah cukup tua sehingga mengharuskan perawatan khusus dengan biaya yang tak murah.
“Lantai rumahnya saja sudah tidak ada yang jual, kemudian atap dan genteng yang juga sudah langka, tidak mudah untuk dirawat. Tetapi, keluarga tetap berusaha untuk merawatnya,” tutur Layala.
Upaya Keluarga
Layala menerangkan, pihak keluarga sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan kepemilikan Rumah Musik Harry Roesli.
Salah satunya menyewakan beberapa bagian depan rumah untuk tempat usaha, semisal untuk coffee shop, kedai bakmi, dan lain sebagainya.
Namun tetap saja, uang hasil sewa tersebut tidak bisa menutup seluruh biaya operasional yang dikeluarkan untuk perawatan rumah ini.
“Lebih banyak digunakan untuk area komersial. Operasional agak lumayan tinggi hingga beberapa ruangan disewakan, dan diputuskan untuk sekalian dijual juga,” terang Layala.
Layala menambahkan, meski sudah dijual sejak tahun 2018, hingga saat ini Rumah Musik Harry Roesli belum laku terjual.
Padahal, kata dia, sudah ada beberapa calon pembeli yang berniat membeli rumah ini.
Tetapi, mereka mengurungkan niat ketika masa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
“Sudah ada yang bernegosiasi dengan kita. Tapi yang namanya jual properti jodoh-jodohan, ditambah pandemi makin sulit. Tapi kata agen properti, rumah ini yang beli rumah ini pasti untuk usaha, bukan hunian pribadi,” katanya.
Sejarah
Rumah yang berada di kawasan elite Kota Bandung itu pernah digunakan Harry Roesli untuk menampung dan mendidik sejumlah pengamen jalanan.
Di rumah itu juga, Harry Roesli menciptakan salah satu karya monumentalnya, yakni Kelompok Teater Musikal Ken Arok pada dekade 1970-an.
“Mendiang merilis dan menggarap Ken Arok di rumah ini juga tahun ’70-an. Di sini tempat latihannya, ratusan orang datang ke sini,” ucap Layala.
Layala mengatakan, berdasarkan informasi yang diketahuinya, rumah ini dibeli oleh mendiang kakeknya, yakni Mayjen TNI Roeshan Roesli, dari seorang warga Belanda pada masa kemerdekaan.
Selain tempat lahirnya Harry Roesli, eyang buyutnya yakni sastrawan terkenal Marah Roesli yang dikenal dengan karya berjudul Siti Nurbaya mengembuskan napas terakhirnya di rumah ini.
“Harry Roesli lahir tahun 1951, enam tahun setelah kemerdekaan, kebayang tuanya rumah ini,” katanya.
Rumah ini, tambah Layala, merupakan tempat Harry Roesli meracik ide-ide kreatifnya tentang berbagai aktivitas kesenian yang dijalaninya dari bermusik, dan lainnya.
Terlebih lagi, di rumahnya, Harry Roesli kerap mengumpulkan sejumlah orang sebagai basecamp seniman Bandung untuk berbagai pergelaran kolosalnya.
Sehingga, ada beberapa orang yang menyebut Rumah Musik Harry Roesli merupakan salah satu cikal bakal komunitas kesenian di Bandung dan sekitarnya.
“Jadi rumah ini juga punya riwayat pergerakan kesenian di Bandung, bahkan cikal bakal komunitas kreatif pertama di Bandung,” pungkas Layala.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09