Top 3 Hukum: Kisah Mahasiswa UNJ Magang di Jerman 2 Kali Masuk RS dan Tak Dibayar, Apa Itu Ferienjob

Setelah tiga pekan bekerja, mahasiswa UNJ itu dihentikan sepihak oleh DHL dan tak dibayar serta diminta pulang oleh PT SHB.

Top 3 Hukum: Kisah Mahasiswa UNJ Magang di Jerman 2 Kali Masuk RS dan Tak Dibayar, Apa Itu Ferienjob

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler hukum dan kriminal pagi ini dimulai dari kisah mahasiswa UNJ magang di Jerman, 2 kali masuk rumah sakit dan kerja tak dibayar. Sepulangnya dari ferienjob di Jerman, mahasiswa ini masih menanggung utang dana talangan kampus sebesar Rp 25,8 juta yang belum bisa dibayarnya. Keluarganya juga berutang kepada kerabat untuk melunasi biaya rumah sakitnya Rp 30 juta.

Berita terpopuler kedua adalah Direktur Beranda Perempuan Indonesia Zubaedah menyakini masih ada banyak penyintas dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus mahasiswa magang di Jerman yang belum angkat bicara. Dia menduga para korban bungkam lantaran mendapat intimidasi.

Berita terpopuler ketiga adalah KBRI di Berlin, Jerman menjelaskan, ferienjob bukanlah program magang, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai program kerja paruh waktu (part-time) dalam masa libur. Kegiatan itu diklaim sebagai bagian dari pasar kerja dan bukan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Berikut 3 berita terpopuler di kanal hukum dan kriminal Selasa pagi, 26 Maret 2024:

1. Kisah Mahasiswa UNJ Magang di Jerman, 2 Kali Masuk Rumah Sakit dan Kerja Angkat Barang Tak Dibayar

Anggara, bukan nama sebenarnya, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) masih mengalami trauma akibat bekerja paksa angkat barang di Jerman pada Oktober 2023 lalu. Dia seorang diri ditempatkan di perusahaan DHL di Greven di Distrik Strinfurt- bagian Rhine-Westphalia Utara.

Menuju kota dengan suasana pedesaan itu, Anggara harus menempuh perjalanan kereta cepat sekitar 3 jam dari Bandar Udara Internasional Frankfurt. Menurutnya, perjalanan ke Jerman ditempuh 9 jam dengan pesawat dari Indonesia.

Anggara merupakan satu dari sekitar 250 mahasiswa UNJ yang ikut program magang mahasiswa ke Jerman atau dikenal dengan istilah ferienjob. "Jumlahnya ratusan se-universitas. Kalau se- program studi ada empat mahasiswa. Kami pernah dikumpulkan di aula kampus sebelum berangkat," kata Anggara mengisahkan kembali pengalaman pilu kepada TEMPO Ahad malam, 24 Maret 2024.

Anggara waktu itu menginjak semester 5, berangkat dengan biaya tiket pesawat, LoA (surat pengurusan beasiswa) dan temporary work permit (dokumen karyawan asing memasuki suatu negara untuk pekerjaan jangka waktu tertentu) dari dana talangan koperasi UNJ senilai Rp 25,8 juta. Nilai itu sudah dihitung dengan bunga pinjaman yang harus dikembalikan.

Anggara tiba pada 4 Oktober 2023 pagi hari pukul 08.00 waktu Jerman. Anggara lolos pemeriksaan Imigrasi. Dia percaya diri namun setelah lontang-lantung di Bandara Frankfurt selama tiga jam, dia mulai bete. Dia agak tenang ketika sempat bertemu teman satu kampus di bandara itu meski kemudian keduanya berpisah karena berbeda tempat kerja. "Sampai Jerman pun saya tidak tahu akan bekerja sebagai apa ditempatkan di mana," kata Anggara.

Anggara kemudian menghubungi seorang Indonesia yang sudah lama tinggal di Jerman bernama Enik Waldkonig. Enik pun membalas pesan agar Anggara masuk grup. "Petunjuknya sih sampai sana diminta masuk grup untuk komunikasi, tapi bagaimana berkomunikasi karena saya belum dimasukkan ke grup tersebut," kata Anggara.

Karena komunikasi tidak berjalan baik, Enik dan suaminya Ron Waldkonig menemui Anggara di Bandara Frankfurt. Tak ada basa basi, Enik memesankan tiket kereta ke Greven keberangkatan pukul 12.00 siang waktu Jerman. Belakangan Enik telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan TPPO bersama empat tersangka lain.

Setelah menempuh perjalanan dengan kereta cepat selama 2,5 jam, Anggara sampai di stasiun kereta api di Greven pukul 14.30 siang. Parahnya lagi, Anggara baru dijemput seorang berwarga negara Jerman bernama Asmir dari Agen Run Time sekitar pukul 7 malam.

Dia lalu dibawa ke sebuah penginapan tiga lantai di Wohnung. Di sana Anggara ditempatkan di lantai dua dengan kamar mandi digunakan beramai-ramai. "Sampai penginapan diminta istirahat untuk keesokan hari mulai bekerja di DHL Greven," kata Anggara.

Keesokan harinya, Anggara mendatangi perusahaan tersebut. Jarak tempuh dari penginapan di Wohnung ke Griven sekitar 6 kilometer pergi-pulang dengan jalan kaki. Berjalan kaki dilakukan apalagi kalau malam hari di atas pukul 21.00 karena kendaraan umum tidak ada dan situasi malam sepi.

Pertama kali di DHL, Anggara tidak diterima dengan apik selayaknya orang baru bekerja. Dia sudah dicegat Asmir di halaman parkir dan diminta teken kontrak yang secara detail dia tidak diberi kesempatan membacanya.

Setelah teken kontrak perjanjian kerja selama tiga bulan lalu di-briefing sebentar dengan tugas angkat barang dengan beban 30 kilogram. "Ya pekerjaannya angkat barang tiga puluh kilo baik barang datang atau barang keluar dari kendaraan ke konveyor," kata Anggara.

Anggara sempat syok apalagi suhu udara di sana membuatnya kedinginan. Tapi dia berusaha untuk menjalani pekerjaan itu. "Ya walau berat, kebetulan saya menyiapkan olah raga fisik juga saat masih di Indonesia," kata mahasiswa asal Jakarta bertinggi 170 centimeter itu.

Seminggu berlalu Anggara bekerja di DHL itu. Pada hari ke-8, dia tumbang. Anggara pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit di Jerman. "Semalam saja di rumah sakit, kata dokter saya kelelahan berat," ujarnya.

Pada pekan ketiga, Anggara kembali masuk rumah sakit. "Katanya saya kena hepatitis. Tapi setelah sampai di Indonesia, saya cek lagi dokter bilang saya baik-baik saja," katanya.

Akhirnya setelah merampungkan tiga pekan bekerja, Asmir memberitahu penghentian sepihak dan berjanji akan menyalurkan ke pekerjaan lain. Tapi itu tak terjadi. "Begitu saya diberhentikan sepihak pada pekan ketiga itu, Enik menghubunginya melalui grup WhatsApp seraya menanyakan: Anggara kapan kamu pulang ke Indonesia? Saya jelaskan kondisinya tapi dia tak menggubris," kata Anggara.

Sampai pada akhirnya Anggara menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman. "Saya dibantu pulang ke Indonesia," kata Anggara.

Tak hanya Enik, pihak kampus UNJ juga menyalahkan Anggara. "Pak AJ dari Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pelajaran (LP3) marah-marah ke saya, saya mulai tertekan sebab ada ancaman akan di-Drop Out (DO)," ujar Anggara.

AJ sekarang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kondisi tertekan, Anggara berkomunikasi dengan keluarga di Tanah Air, yang kemudian mengirimkan uang untuk membeli tiket pulang seharga Rp 12 juta.

Belakangan keluarga Anggara telah mengirim uang Rp 30 juta untuk membayar biaya rumah sakit saat di Jerman. "Ibu saya terpaksa meminjam uang ke sanak saudara, demi saya bisa pulang," ujar Anggara.

Tak kurang dari Rp 45 juta dikeluarkan keluarga untuk keperluan kepulangan Anggara termasuk untuk bayar tiket pesawat, bayar bagasi, dan biaya rumah sakit.

"Saya juga tak digaji selama kerja tiga minggu. Dan saat ini masih ada beban utang dana talangan kampus. Sampai saat ini saya tak bisa bayar," katanya pasrah.

Nasi sudah menjadi bubur. Anggara mengatakan meskipun trauma dia masih semangat melanjutkan kuliah. Saat ini Anggara duduk di semester VI. "Banyak teman-teman yang tidak berani bicara," ujar Anggara.

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO dengan modus program magang mahasiswa ke Jerman atau dikenal dengan istilah ferienjob. Salah satu kampus yang mengirim mahasiswanya adalah Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Kepada TEMPO sebelumnya, Koordinator Center of International Services UNJ, Sri Rahayu, menyatakan jika kampusnya tidak memiliki niat untuk mengorbankan para mahasiswanya ketika memutuskan mengikuti program ini. “Masa iya universitas mau jual mahasiswanya, kan, enggak mungkin. Yang kami harapkan para mahasiswa memiliki kompetensi,” katanya saat ditemui Tempo, Jumat, 22 Maret 2024.

Ferienjob merupakan kerja paruh waktu selama tiga bulan yang biasa diikuti mahasiswa di Jerman saat musim libur. Jenis pekerjaan yang dilakukan umumnya yang mengandalkan tenaga fisik atau kerja kasar yang bisa jadi tidak linier dengan studi mahasiswa pesertanya. Meski melakukan pekerjaan kasar, ucap Ayu, harapan UNJ dari program ini adalah para mahasiswanya bisa mendapatkan pengalaman, mengembangkan soft skill, dan membangun jejaring di Jerman.

Semua kekisruhan ini, kata Sri, berawal saat salah satu guru besar asal Jambi berinisial Sihol Situngkir datang dan mendekati para pejabat tinggi di UNJ sekitar Desember 2022. Sihol memperkenalkan program ferienjob dan menyarankan UNJ mengirim mahasiswa karena bisa masuk ke dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan dikonversi menjadi 21 SKS.

Sihol mendekati UNJ bersama para petinggi PT Sinar Harapan Bangsa (PT SHB) dan PT CVGEN, perusahaan agensi di Indonesia yang membantu menghubungkan para mahasiswa dengan agen penyalur di Jeman untuk ditempatkan di sejumlah perusahaan. Belakangan Sihol Situngkir dan petinggi PT SHB dan PT CVGEN telah ditetapkan sebagai tersangka.

Selanjutnya korban dugaan TPPO mahasiswa Indonesia magang di Jerman belum buka suara...

2. Korban Dugaan TPPO Mahasiswa Indonesia Magang di Jerman Disebut Banyak yang Belum Buka Suara

Direktur Beranda Perempuan Indonesia, Zubaedah, menyakini masih ada banyak penyintas dugaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO bermodus mahasiswa magang di Jerman yang belum angkat bicara. Dia menduga tak bicaranya para korban tersebut lantaran mendapat intimidasi.

“Beberapa korban masih sulit speak up,” kata Zubaidah saat dihubungi pada Ahad, 25 Maret 2024. Lembaga Zubaidah kini mendampingi para penyintas dari Universitas Jambi.

Dia meminta pemerintah dan universitas mengusut secara menyeluruh atas praktik lancung ini. Zubaedah bersama lembaganya juga mendesak pemerintah menginvestigasi sindikat perekrutan mahasiswa untuk program magang bodong ini.

Sejalan itu, dia juga minta pemerintah Indonesia menghentikan seluruh praktik perekrutan mahasiswa ke luar negeri yang merugikan. “Menghukum para pelaku TPPO yang menarget mahasiswa. Menjamin pemulihan dan kompensasi korban dan keluarga,” kata Zubaidah.

Zubaidah juga meminta pemerintah agar rutin berkonsultasi dengan berbagai kelompok peduli migran, TPPO, dan mahasiswa. Bersamaan langkah itu, dia meminta pemerintah segera melakukan penyuluhan kepada seluruh universitas atas persoalan ini.

Elegi Mahasiswa Magang di Jerman: Dikira Daging, Ternyata Lengkuas

Ribuan mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO dengan modus magang di Jerman. Diiming-imingi belajar sembari bekerja di negeri Panzer, mahasiswa kepincut mengikuti program tersebut.

Sembilan mahasiswa dari Universitas Jambi dibuat kecut setelah tiba di Jerman untuk mengikuti program ferienjob itu. Ibarat makan rawon, mahasiswa justru menggigit lengkuas, bukan daging.

Demikian itu kisah RM, salah satu korban dari praktik TPPO yang berasal dari Universitas Jambi. “Program ferienjob ini dipromosikan dan direkomendasikan oleh universitas dengan iming-iming program kerja magang dengan gaji tinggi dengan nilai konversi sebanyak 20 SKS,” kata Zubaidah Direktur Beranda Perempuan Indonesia yang juga mendampingi RM, dalam keterangan resminya pada Ahad, 24 Maret 2024.

Zubaidah bercerita RM pada awalnya merasa yakin untuk mengikuti program dengan durasi tiga bulan itu. Alasannya, RM melihat ada salah satu guru besar di Fakultas Ekonomi menjadi partner program ferienjob ini. Setelah melewati berbagai proses, RM akhirnya bekerja di Jerman. “RM bekerja di Jerman sebagai buruh bangunan dan buruh angkut barang di salah satu perusahaan jasa pengiriman paket di Jerman,” kata dia.

Zubaidah menyebut RM bekerja di Jerman untuk mengangkat beban paket mencapai 0,5-30 kilogram secara manual. Tak hanya itu, dia juga bekerja dalam durasi yang panjang sekaligus tak wajar hingga kelelahan.

Berharap mendapat gaji setimpal, Zubaidah menyebut RM dibuat kecut saat menerima upah. Jauh panggang dari api, upah RM lebih rendah dari nominal yang ditawarkan dalam kontrak.“Upah per bulan tidak cukup untuk membayar biaya akomodasi yang harus ia tanggung sendiri. RM dan 8 mahasiswa korban dari UNJA lainnya didampingi oleh Beranda Perempuan,” kata Zubaidah.

Minta Pemerintah dan Universitas Tanggung Jawab

Beranda Perempuan dan Beranda Migran merasa prihatin atas praktik tindak pidana perdagangan orang atau TPPO berkedok magang di Jerman. Dari praktik lancung ini telah menelan sekitar 1.047 korban dari 33 universitas di Indonesia.

Direktur Beranda Perempuan Indonesia, Zubaidah, meminta semua pihak yang terlibat untuk bertanggung jawab dan mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya. Dia menyebut ribuan orang yang masih menyandang status mahasiswa ini menjadi korban juga ada campur tangan universitas masing-masing.

“Mereka terjebak pada program magang bodong ini karena ada campur tangan dari universitas. Mahasiswa diperlakukan sebagai objek percobaan pendidikan yang dengan seenaknya dimobilisasi untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja manual di Jerman,” kata Zubaidah melalui keterangan resminya pada Ahad, 24 Maret 2024. Lembaga Zubaidah saat ini mendampingi para penyintas TPPO di Universitas Jambi.

Senyampang itu, Zubaidah menilai praktik seperti ini merupakan cermin dari sistem pendidikan yang memposisikan universitas sebagai mesin pencetak tenaga kerja murah. Alih-alih menjadi tempat menuntut ilmu, dia menilai universitas berperan mempromotori perdagangan manusia. “Universitas telah abai dan lalai dalam menjamin keamanan dan perkembangan,” kata dia.

Kepada universitas yang telibat, Zubaidah melalui lembaganya menuntut akuntabilitas kampus untuk menghentikan seluruh program magang di luar negeri yang merugikan mahasiswa dan keluarga. Pasca-peristwa ini, dia meminta kampus memberikan pendampingan gratis kepada para korban dan keluarga yang telah dirugikan. “Memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi korban untuk melanjutkan kuliah,” kata dia.

Tak hanya itu, dia juga meminta kampus untuk menjamin pemulihan dan kompensasi korban dan keluarga atas praktik ini. “Lindungi korban dari segala bentuk intimidasi,” kata Zubaidah.

Sementara itu, Zubaidah juga meminta pertanggungjawaban dari pemerintah atas dugaan TPPO yang melibatkan mahasiswa ini. Dia mendesak pemerintah menginvestigasi sindikat perekrutan mahasiswa untuk program magang bodong ini.

Sejalan itu, dia juga minta pemerintah Indonesia menghentikan seluruh prkatik perekrutan mahasiswa ke luar negeri yang merugikan. “Menghukum para pelaku TPPO yang menarget mahasiswa. Menjamin pemulihan dan kompensasi korban dan keluarga,” kata Zubaidah.

Zubaidah juga meminta pemerintah agar rutin berkonsultasi dengan berbagai kelompok peduli migran, TPPO, dan mahasiswa. Bersamaan langkah itu, dia meminta pemerintah segera melakukan penyuluhan kepada seluruh universitas atas persoalan ini.

Selanjutnya apa itu ferienjob, program kerja yang jadi wadah perdagangan mahasiswa Indonesia di Jerman...

3. Apa itu Ferienjob, Program Kerja yang jadi Wadah Perdagangan Mahasiswa Indonesia di Jerman

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menguak kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus program magang di Jerman atau ferienjob. Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan kasus itu mulai terendus setelah 4 orang mahasiswa yang mengikuti ferienjob melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman.

“Awal mulanya, kami mendapat laporan dari KBRI di Jerman bahwa terdapat 4 orang mahasiswa yang datang ke KBRI dan sedang mengikuti ferienjob di Jerman,” kata Djuhandhani dalam siaran pers pada Rabu, 20 Maret 2024.

Lantas, Apa itu Ferienjob?

Melansir laman KBRI di Berlin, Jerman, ferienjob bukanlah program magang, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai program kerja paruh waktu (part-time) dalam masa libur. Kegiatan itu diklaim sebagai bagian dari pasar kerja dan bukan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Ferienjob diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Ordonansi Ketenagakerjaan Jerman (Beschäftigungsverordnung/BeschV) yang dilakukan hanya saat libur semester yang resmi (official semester break). Sesuai kalender akademik di Indonesia, libur panjang semester biasanya dilakukan pada pertengahan tahun.

Jenis pekerjaan yang dilakukan dalam program ferienjob umumnya termasuk pekerjaan yang mengandalkan tenaga fisik, seperti packing barang, jasa angkut kardus logistik, mencuci piring di restoran, atau menangani koper di bandara (porter).

Ferienjob tidak diselenggarakan dalam kerja sama bilateral antarpemerintah dan tidak berkaitan dengan kegiatan akademik di perguruan tinggi. Tujuannya untuk mengisi kekurangan tenaga kerja fisik di perusahaan-perusahaan Jerman dan hanya untuk memanfaatkan masa liburan dengan bekerja serta memperoleh uang tambahan. Sedangkan pengalaman budaya dan peningkatan keterampilan bahasa bukan fokus utama dari ferienjob.

Isi Kontrak Ferienjob

Pusat Penempatan Luar Negeri dan Tenaga Ahli (ZAV) dari Badan Ketenagakerjaan Federal Jerman menyarankan calon peserta ferienjob untuk langsung menghubungi perusahaan guna mengklarifikasi hal-hal terkait pekerjaan, termasuk jam kerja, jam istirahat, akomodasi, transportasi lokal, tiket perjalanan PP ke Jerman, gaji, dan kewajiban lainnya.

Sesuai kebijakan Jerman, masa kerja ferienjob maksimum 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan selama libur semester resmi di negara asal dan tidak dapat diperpanjang. Selain itu, meskipun ferienjob merupakan program kerja paruh waktu, perusahaan juga mengharapkan komitmen dan performa yang sama seperti halnya pegawai tetap.

Kontrak kerja tertulis dibuat sebelum kedatangan ke Jerman dan harus dalam bahasa yang dapat dipahami calon peserta. Oleh karena itu, calon peserta diharapkan memiliki kemampuan berbahasa Jerman yang baik. Peserta juga dapat memutuskan hubungan kerja sebelum perjanjian kerja saat perusahaan tidak mematuhi perjanjian.

Kontrak kerja ferienjob harus memuat seluruh poin penting, seperti rata-rata jam kerja, masa kerja, gaji, dan jenis pekerjaan. Tak hanya itu, peserta harus mempunyai asuransi kesehatan internasional sebelum tiba di Jerman, karena peserta ferienjob tidak ditanggung oleh sistem asuransi kesehatan di Jerman.

Gaji Pekerja Ferienjob

Melansir laman Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman, selain ferienjob, terdapat 3 jenis kerja part-time di Jerman, yaitu minijob dengan upah maksimal 450 Euro per bulan, werkstudent maksimal 20 jam per minggu, dan HiWi atau Studentische Hilfskraft yang jam atau hari kerjanya tidak dibatasi.

Peraturan kerja paruh waktu di Jerman secara umum, terutama bagi mahasiswa asal Indonesia tidak boleh lebih dari 120 hari (maksimal 8 jam) atau 240 setengah hari (maksimal 4 jam per hari, apabila lebih dari 4 jam, maka akan dihitung sebagai 1 hari penuh) per tahun kalender. Sebagai contoh, 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2021 terhitung sebagai 1 tahun kalender.

Di Jerman, terdapat ketentuan upah per jam minimum yang diatur oleh pemerintah, yaitu 9,50 Euro per jam (bruto/belum dipotong pajak) per 1 Januari 2021. Upah minimum itu sifatnya wajib dan berlaku bagi semua orang, baik bagi warga negara Jerman maupun warga negara asing (WNA). Upah minimum itu juga berlaku untuk semua pekerjaan, tetapi rata-rata upah di Jerman berkisar 10-12,5 Euro.

Gaji yang diperoleh dari minijob (maksimal 450 Euro per bulan) tidak akan dipotong pajak. Namun, apabila bekerja dengan penghasilan 450 Euro per bulan atau 20 jam per minggu, maka gaji akan dipotong pajak kira-kira 14 persen Lohnsteuer.

Kemudian, jumlah tertentu juga dipotong dari gaji setiap bulan. Tapi, pekerja akan menerimanya kembali pada akhir tahun melalui pengembalian pajak penghasilan (Steuererklärung).

Gaji dari kerja paruh waktu seperti ferienjob disebut sulit untuk memenuhi biaya hidup di Jerman, terutama pelajar. Dengan asumsi biaya hidup 853 Euro per bulan dan gaji 10 Euro per jam, maka peserta harus bekerja 20 jam per minggu tiap bulan. Artinya, pekerja harus bekerja 2-3 hari dalam seminggu.

Pilihan Editor: TPPO Modus Ferienjob, Migrant CARE Ungkap Sindikat Pernah Sasar Siswa SMK

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow