SOSOK Boyamin Saiman yang Bongkar Sosok RBS Bos Harvey Moeis,Anaknya Muluskan Gibran Jadi Cawapres

- Inilah sosok Boyamin Saiman, Koodinator Masyarakat Anti Koripsi Indonesia (MAKI) yang membongkar sosok RBS, bos besar di balik kasus korupsi timah. RBS disebut sebagai official benefit atau penerima manfaat yang sesungguhnya dari bisnis tambang timah ilegal yang dioperatori Harvey Moeis. Karena itu, Boyamin mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menangkap sosok RBS. Jika tidak, Boyamin mengancam akan menggugat praperadilan...

SOSOK Boyamin Saiman yang Bongkar Sosok RBS Bos Harvey Moeis,Anaknya Muluskan Gibran Jadi Cawapres

TRIBUN-MEDAN.com - Inilah sosok Boyamin Saiman, Koodinator Masyarakat Anti Koripsi Indonesia (MAKI) yang membongkar sosok RBS, bos besar di balik kasus korupsi timah.

RBS disebut sebagai official benefit atau penerima manfaat yang sesungguhnya dari bisnis tambang timah ilegal yang dioperatori Harvey Moeis. 

Karena itu, Boyamin mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menangkap sosok RBS. 

Jika tidak, Boyamin mengancam akan menggugat praperadilan Kejaksaan Agung. 

"MAKI pasti akan gugat Praperadilan lawan Jampidsus apabila Somasi ini tidak mendapat respon yang memadai," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam somasi terbuka pada Kamis (28/3/2024).

Rencananya, praperadilan akan didaftarkan bulan depan jika Kejaksaan Agung belum menetapkan RBS sebagai tersangka skandal korupsi yang merugikan negara Rp 271 triliun.

Dalam somasi terbuka yang dilayangkan MAKI, diduga RBS merupakan official benefit atau penerima manfaat yang sesungguhnya.

Dengan demikian, RBS dianggap layak dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"RBS diduga berperan yang menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim untuk dugaan memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR. RBS adalah terduga official benefit dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan ketentuan tindak pidana pencucian uang guna merampas seluruh hartanya guna mengembalikan kerugian negara dengan jumlah fantastis," ujar Boyamin.

Menurut Boyamin, sosok RBS kini diduga kabur ke luar negeri.

Karena itulah, penetapan RBS sebagai tersangka diperlukan agar kemudian bisa dimasukkan ke dalam daftat pencarian orang (DPO).

"RBS saat ini diduga kabur keluar negeri sehingga penetapan tersangka menjadi penting guna menerbitkan Daftar Pencarian Orang dan Red Notice Interpol guna penangkapan RBS oleh Polisi Internasional," kata Boyamin.

Sedangkan dari pihak Kejaksaan Agung belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditulis.

Seperti diketahui, dugaan korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia ini terungkap setelah PT Timah Tbk selaku perusahaan negara yang bernaung di bawah holding MIND ID dihadapkan pada angka penurunan ekspor yang drastis.

Selaku pemilik izin usaha pertambangan (IUP) terluas meliputi wilayah Bangka Belitung dan Dabo Singkep, Kepulauan Riau, PT Timah Tbk justru kalah ekspor dengan smelter timah swasta.

Dari catatan Babel Resources Institute (Brinst), PT Timah Tbk memiliki IUP seluas 472.000 hektar.

Sementara volumen ekspornya anjlok tiga tahun beruntun.

Pada 2021 volume ekspor emiten tambang berkode TINS itu tercatat 27.665 metrik ton, turun menjadi 19.825 metrik ton pada 2022.

Selanjutnya pada semester 1 2023 tercatat 8.307 metrik ton.

Sementara smelter swasta seperti VIP dengan luasan IUP hanya 400 hektar mampu mengeskpor 3.168 metrik ton selama 2021.

Kemudian BBTS dengan IUP 132 hektar telah mengekspor 1.799 metrik ton dalam waktu yang sama.

"Pada semester 1 2023, PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengeskpor 8.307 MT, sedangkan gabungan smelter swasta mengekspor 23.570 MT," kata Direktur BRINST Teddy Marbinanda saat webinar bertajuk jor-joran RKAB timah dan korupsi SDA bersama kejaksaan dan akademisi serta praktisi media, Senin (23/10/2023).

Selain hasil timah yang diselewengkan dari lahan negara, juga adanya dugaan penampungan timah dari penambangan tanpa izin (PETI) yang kemudian berimplikasi tidak adanya penerimaan negara dan perbaikan lingkungan.

Fakta ini membuat kejaksaan agung bergerak menyelidikinya. 

Hasilnya, 16 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

Terakhir, suami Sandra Dewi, Harvey Moeis ditetapkan tersangka karena diduga berperan mengkoordinir sejumlah perusahaan terkait penambangan timah liar di Bangka Belitung dengan kedok sewa-menyewa peralatan dan processing peleburan timah.

Perusahan tersebut adalah PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN.

"Kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut akhirnya dicover dengan kegiatan sewa-menyewa peralatan dan processing peleburan timah yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, SV VIP, PT SBS, dan PT TIN untuk dipercepat dalam kegiatan dimaksud," jelas Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi, Rabu.

Namun, sebelumnya, Harvey Moeis terlebih dulu berkoordinasi dengan petinggi perusahaan negara, PT Timah, sebagai pemilik IUP.

Petinggi itu adalah mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Sekitar tahun 2018 dan 2019, saudara tersangka HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah, saudara MRPT atau saudara RS alias MS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," tutur Kuntadi.

Usai kegiatan penambangan liar, Harvey Moeis meminta enam perusahaan yang disebutkan sebelumnya, untuk menyisihkan sebagian keuntungannya.

Sebagian keuntungan itu mengalir ke Corporate Social Responsible (CSR) PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang manajernya adalah crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

Helena Lim sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu ketimbang Harvey Moeis.

"Atas kegiatan tersebut, maka selanjutnya saudara HM ini meminta para smelter untuk menyisikan sebagian dari keuntungannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan partner pembayaran dana CSR yang dikirm para pengusaha smelter ini kepada HM melalui PT QSE yang difasilitasi oleh terasangka HLN," terang Kuntadi.

Hingga saat ini, total ada 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan timah.

Siapa sebenarnya Boyamin Saiman? 

Nama Boyamin Saiman semakin dikenal publik setelah mengungkap kasus Djoko Tjandra. 

Sebelumnya, dia juga mengungkap kasus Jiwasraya serta adanya perilaku Ketua KPK Firli Bahuri yang kepergok menggunakan sebuah helikopter premium untuk pulang kampung.

Sosok Boyamin yang selalu menyajikan informasi A1 kemudian menjadi perbincangan hangat publik Tanah Air.

Boyamin merupakan pribadi sederhana yang pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia pernah habis-habisan membela mantan Ketua KPK Antasari Azhar periode 2007-2009.

Pada Jumat sore, 28 Agustus 2020, Boyamin menyambangi Markas Tribun Network di Palmerah Barat, Jakarta.

Ini kunjungan perdana Boyamin.

Boyamin tiba di kantor Tribun Network sekira pukul 16:30 WIB menumpangi sebuah motor Beat.

Mengenakan jaket hoddie warna abu-abu, Boyamin tersenyum semringah disambut awak Tribun Network yang dikomandoi News Director Febby Mahendra.

Saat itu Boyamin tampak mengenakan pakaian seadanya.

Menyandang julukan sebagai 'detektif swasta' dari publik, Boyamin hanya tersenyum dan tertawa.

"Saya tadi sempat nyasar ke belakang pas mau ke sini (Kantor Tribun Network)," tutur Boyamin.

Boyamin mengenakan celana bahan warna hitam dan sandal. Dia juga membawa sebuah face shield, semprotan disinfektan mini, dan sebuah tas selempang warna hitam.

Sesaat sebelum diwawancara, Boyamin meminta agar diberikan kesempatan menunaikan Salat Azhar.

Wawancara dengan Boyamin menghadirkan kesan yang mendalam. Ia menceritakan berbagai fakta-fakta penting terkait proses hukum Djoko Tjandra dan terbakarnya Gedung Utama Kejaksaan Agung RI.

Saat bertolak dari Markas Tribun Network, Boyamin kembali mengendarai motornya.

Ia pamit dan lekas memacu sepeda motornya dengan santai 

Boyamin Saiman juga menjadi sorotan setelah mengembalikan uang 10.000 dollar SIngapura atau setara Rp 1,08 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/10/2020). 

Uang Rp 1,08 miliar itu diduga sebagai suap kepada Boyamin Saiman yang saat ini getol membongkar kasus suap Djoko Tjandra. 

Seperti diketahui, Boyamin Saiman dikenal sebagai sosok yang membongkar skandal gratifikasi Djoko TJandra hingga menyerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. 

Uang 100.000 dollar Singapura itu diberi seorang laki-laki yang sudah dikenal Boyamin cukup lama.

Boyamin menuturkan, uang itu diterimanya usai ia melaporkan adanya istilah 'bapakku-bapakmu' dalam kasus Djoko Tjandra beberapa waktu yang lalu.

Ia menyebut uang tersebut diberikan langsung oleh salah satu teman lamanya yang mengaku diutus oleh orang lain.

"Jadi setelah saya datang ke sini ( KPK) ketemu teman-teman itu, ada teman yang sebenarnya temen lama sekali dan sudah akrab terus dia ngajak ngobrol terus memberikan amplop terus pergi.

Teman saya itu tadinya dia ngomong kalau dia diutus oleh temennya yang lain," ujar Boyamin.

Boyamin mengaku tidak bisa menolak pemberian tersebut karena temannya dapat dianggap gagal menyelesaikan amanah dari orang yang mengutus bila uang tersebut tak diserahkan ke Boyamin.

"Saat itu saya juga tidak bisa menolak dan kemudian saya tahu kalau saya kembalikan kepada dia, dia pasti gagal dan kepada yang mengutus dia tadi mestinya agak tidak enak dan itu berjenjang setahu kira-kira saya sampai empat atau lima berjenjang," kata Boyamin.

Oleh sebab itu, Boyamin akhirnya memutuskan menyerahkan uang tersebut ke KPK sebagai bentuk laporan gratifikasi.

Menurut Boyamin, hal itu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai masyarakat dalam memberantas korupsi.

"Saya hanya ingin menyerahkan kepada KPK diserahkan kepada negara sebagai gratifikasi karena saya apapun melakukan tugas negara membantu negara memberantas korupsi dengan peran serta masyarakat," kata Boyamin.

Ayah Almas Tsaqibbirru

Boyamin Saiman ternyata ayah dari Almas Tsaqibbirru alumnus Fakultas Hukum Universitas Surakarta yang mengajukan gugatan uji materi nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 berisbatas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Gugatan Almas akhirnya diterima Mahkamah Konstitusi.

Atas dikabulkannya gugatan tersebut, seseorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dan pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum dapat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres meski berusia di bawah 40 tahun.

Keputusan ini membuat wacana menduetkan Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dengan Prabowo Subianto, terwujud.

Sebab saat ini, Gibran yang berumur 36 tahun sudah menjadi kepala daerah.

Pemuda kelahiran 16 Mei 2000 tersebut merupakan anak pertama Boyamin dari lima bersaudara.

Sementara Arkaan, pengguta lain di MK merupakan putra kedua Koordinator MAKI.

Almas menambahkan bahwa sang ayah merupakan lulusan Fakultas Hukum UMS.

Namun ia tidak mengetahui secara pasti tahun berapa sang ayah mulai duduk di bangku kuliah.

(*/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter  

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id 

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow