Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

Sanksi ekonomi Iran telah dimulai hampir setengah abad lalu.

Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

TEMPO.CO, Jakarta - Sanksi ekonomi terhadap Iran telah menjadi topik yang mendapat perhatian luas di tingkat internasional selama beberapa dekade terakhir. Dengan berbagai peristiwa politik dan ketegangan di Timur Tengah, sanksi ini telah menjadi salah satu instrumen utama dalam upaya untuk memengaruhi kebijakan dan perilaku pemerintah Iran. Dilansir dari berbagai sumber, inlah deretan fakta sanksi ekonomi kepada Iran.

1. Latar belakang sanksi ekonomi Iran

Mengutip dari buku berjudul Iran Nuklir, Sanksi, Militer dan Diplomasi, karya Dian Wirengjurit, sanksi ekonomi Iran dimulai sejak berakhirnya Revolusi Iran yang menumbangkan rezin Shah Reza Pahlavi, putusnya hubungan diplomatik dengan Iran dan terjadinya pendudukan kedubes Amerika Serikat di Teheran pada 4 November 1979, AS telah memberlakukan berbagai macam sanksi terhadap Iran.

Melansir dari laman resmi U.S departement of state, Kantor Kebijakan dan Penerapan Sanksi Ekonomi Departemen Luar Negeri bertanggung jawab untuk menegakkan dan menerapkan sejumlah program sanksi AS yang membatasi akses ke Amerika bagi perusahaan yang terlibat dalam aktivitas komersial tertentu di Iran.

2. Tak hanya dari Amerika

Sanksi terhadap Iran tidak hanya diberlakukan oleh Amerika Serikat, tetapi juga oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa. Pada tahun 2006, PBB mulai memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Iran sebagai tanggapan terhadap program nuklirnya yang kontroversial. Sanksi-sanksi ini mencakup larangan impor senjata, pembatasan perdagangan barang-barang terkait nuklir, dan pembekuan aset-aset terkait pemerintah Iran.

3. Iran mengalami inflasi besar-besaran

Berbagai sanksi tersebut telah memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi Iran. Pembatasan terhadap ekspor minyak, salah satu sumber pendapatan utama negara ini, telah menimbulkan tekanan ekonomi yang besar. Mata uang rial Iran mengalami depresiasi yang signifikan, inflasi melonjak, dan akses terhadap teknologi dan investasi asing terhambat. Sektor perbankan Iran juga terkena dampak, dengan pembatasan akses terhadap sistem keuangan internasional.

Mengutip Anadolu Ajansi, pada Mei 2018, Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik negaranya dari perjanjian nuklir penting yang ditandatangani pada 2015 antara Iran dan kelompok negara P5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman).

Sejak itu, pemerintahan Trump memulai kampanye diplomatik dan ekonomi untuk menekan Iran agar bisa membawa negara itu kembali ke perundingan untuk membahas soal program nuklir dan kegiatan lain yang dianggap tidak stabil.

4. Respons Pemerintah Iran

Pemerintah Iran telah memberikan berbagai respons terhadap sanksi ekonomi yang diberlakukan terhadap negaranya. Beberapa tindakan yang diambil oleh Iran termasuk pengembangan program nuklir, peningkatan dukungan terhadap kelompok militan di wilayah Timur Tengah, dan langkah-langkah untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara seperti China dan Rusia yang tidak terlalu bergantung pada sanksi internasional.

“Musuh menarget ekonomi kita. Target utama dari sanksi ini adalah rakyat kita. Ini merupakan perang ekonomi terhadap Iran,” kata Rouhani pada Senin, 5 November 2018 waktu setempat.

Iran tetap menjual minyak meskipun ada tekanan dari AS agar negara-negara pengimpor minyak menghentikan pembelian dari Iran. “Kita akan terus menjual minyak kita untuk mematahkan sanksi-sanksi ini,” lanjut Rouhani.

Meski begitu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tetap memberikan pengecualian kepada delapan negara plus Irak untuk tetap bisa mengimpor minyak mentah dari Iran hingga mereka bisa menemukan sumber impor baru, yaitu Cina, India, Korea Selatan, Yunani, Italia, Taiwan, Jepang, Turki, dan Irak.

Pilihan Editor: 4 Rudal Iran yang Diwaspadai Amerika dan Sekutunya

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow