Informasi Terpercaya Masa Kini

Kelapa Makin Dilirik, Mendag Zulhas Sebut China Sulap jadi Susu

0 5

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkap kelapa menjadi komoditas yang digandrungi di sejumlah negara, termasuk China.

Zulhas menyebut komoditas ini kian menjadi rebutan di beberapa negara. “Kelapa itu dulu Tuhan yang menumbuhkan, Tuhan yang jatuhkan. Sekarang kelapa itu jadi rebutan,” kata Zulhas dalam acara CNBC Indonesia Food Summit 2025 di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Bahkan, eks Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2022–2024 itu menyebut saat ini China memanfaatkan kelapa dengan diolah menjadi produk susu.

Baca Juga : Pakar Desak Pemerintah Turun Tangan Atasi Krisis Kelapa Bulat

“Jadi China, negara-negara lain itu susu bukan pakai susu sapi, pakai semacam santan kalau kita itu. Itu laku. Jadi kelapa habis di mana-mana, dibikin campuran untuk bikin kopi di negara-negara lain atau bikin teh tarik, itu contoh ya,” tuturnya.

Adapun China merupakan salah satu negara pengimpor kelapa terbesar. 

Baca Juga : : Duh! Harga Kelapa Bulat Naik Gila-Gilaan Jelang Lebaran

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor kelapa di dalam kulit (endocarp) atau HS 08011200 pada periode Januari-Februrari 2025 mencapai 71.077 ton dengan nilai US$30,8 juta. Komoditas ini paling banyak diekspor ke China dan Vietnam.

Hal tersebut diungkapkan Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dalam Rilis Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Februari 2025 di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (17/3/2025).

Baca Juga : : Kementan Klaim Belum Terima Laporan Penurunan Produksi Kelapa

“Sebagian besar ekspor ke China dan Vietnam,” kata Amalia, Senin (17/3/2025).

Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, Indonesia telah mengekspor sebanyak 71.077 ton kelapa di dalam kulit (endocarp) ke sejumlah negara sepanjang Januari-Februari 2025.

Pada periode tersebut, China menjadi negara tujuan utama ekspor komoditas ini yakni sebanyak 68.065 ton senilai US$29,5 juta, diikuti Vietnam 2.180 ton, Thailand 550 ton, Malaysia 280 ton.

Secara terperinci, ekspor kelapa di dalam kulit (endocarp) berfluktuasi sepanjang 2021-2024. Pada 2021 nilai ekspor komoditas ini mencapai US$102,9 juta ton dengan volume sebesar 431.841 ton.

Ekspor komoditas ini mengalami penurunan, baik secara nilai maupun volume pada 2022, yang masing-masing tercatat sebesar US$65,6 juta dan 288.286 ton.

Kemudian, ekspor kelapa di dalam kulit (endocarp) mengalami peningkatan pada 2023 yakni sebanyak 380.883 ton dan kembali meningkat di 2024 yakni sebanyak 431.915 ton.

Harga Kelapa Mahal

Di tengah ekspor kelapa yang masif, persediaan di dalam negeri kritis, yang membuat harga melambung. Salah satu pedagang kelapa di Pasar Senen, Nurlaela (50) menyatakan bahwa harga kelapa mencapai Rp15.000 per butir. Namun, dia menyebut kenaikan harga kelapa sudah naik sejak tiga bulan terakhir.

“Ini [kenaikannya] bukan karena lebaran dan puasa, sudah tiga bulan naik duluan kalau kelapa,” kata Nurlaela saat ditemui di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Dia juga menyebut harga kelapa akan kembali melonjak saat H-2 Lebaran di rentang Rp25.000–Rp35.000 per butir, tergantung dari ukuran kelapa. Menurut dia, mahalnya harga kelapa ini lantaran pasokan kelapa dari Sumatera yang tidak turun ke Jawa dan justru diekspor ke Malaysia.

“Kata bosku, dari Sumatera-nya [kelapa] nggak turun ke Jawa, diekspor ke Malaysia makanya sulit. Ini [kenaikannya] bukan karena lebaran dan puasa, sudah tiga bulan naik duluan,” tuturnya.

Dia juga mengaku stok kelapa bulat sempat kosong dalam tiga bulan lalu. Alhasil, lanjut dia, pedagang tidak bisa menjual kelapa seharga Rp10.000 per butir seperti sebelumnya di hari biasa.

“Kalau hari biasa [harga kelapa] masih bisa Rp10.000 [per butir], kalau menjelang lebaran semuanya mahal. Sekarang harganya nggak bisa kembali Rp10.000 [per butir], sekarang Rp15.000 [per butir],” ujarnya.

Makin sepi ….

Penjualan sepi

Jika dibandingkan dengan Ramadan tahun lalu, Nurlaela menyebut penjualan kelapa selama 18 hari di bulan Ramadan tahun ini mengalami penurunan. Ditambah, lanjut dia, keuntungan yang diperoleh juga tipis lantaran adanya pengeluaran dan modal yang naik.

“Bulan puasa sudah dua minggu lewat biasanya kan kencang [penjualan], paling sedikit dua keranjang 100 butir habis. Sekarang memble, sekeranjang aja nggak habis,” ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian menyebut harga ekspor komoditas kelapa bulat lebih menarik dibandingkan di Indonesia.

“Harga ekspor kelapa bulat lebih menarik dibandingkan di dalam negeri. Pada 2024, jumlah ekspor kelapa bulat hampir dua kali lipat di 2023,” kata Eliza kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (19/3/2025).

Alhasil, Indonesia menjadi eksportir kelapa bulat terbesar ketiga. Adapun, Eliza menyebut tiga besar negara tujuan ekspor komoditas ini antara lain Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

“Ini sebuah ironi, di saat ingin hilirisasi kelapa di dalam negeri, industri eksisting saja kesusahan cari bahan baku kelapanya,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah melakukan disinsentif bagi eksportir kelapa bulat dengan meningkatkan bea keluar agar mendorong untuk menjual ke industri dalam negeri.

Langkah ini, kata dia, dilakukan untuk menjaga kelangsungan bahan baku kelapa, serta juga bisa menambah pendapatan negara dari bea keluar yang diterapkan. 

“Karena jika tidak segera diterapkan kebijakan yang seperti itu, maka sampai kapanpun hilirisasi di dalam negeri akan menjadi angan-angan mereka akan kesulitan bahan baku di dalam negeri,” terangnya.

Padahal, Eliza mengungkap idle capacity di industri kelapa masih besar. Bahkan juga ada yang hanya 33% dari kapasitas total produksi maksimum.

Selain ekspor, dia mengungkap kesulitan bahan baku kelapa juga disebabkan banyak faktor. Salah satunya, dari sisi produksi yang dipengaruhi cuaca atau El Nino yang bisa menurunkan produksi.

Di sisi lain, Eliza menuturkan bahwa sebagian besar petani kelapa memiliki skala yang kecil, sehingga dari sisi teknik budidaya masih konvensional.

Di samping itu, manajemen perkebunan yang orientasinya bukan seperti produksi massal, kurangnya pemupukan, dan kurangnya penerapan teknologi karena adanya keterbatasan modal petani.

Leave a comment