Informasi Terpercaya Masa Kini

Cerita Tentang Ibu dan Ilmu yang Kuterapkan Hingga Saat Ini

0 3

Tiga tahun lalu, aku kehilangan salah satu orang paling penting di hidup ini. Ia yang telah melahirkan, membesarkan, juga membuat aku bisa bertahan di kehidupan yang keras ini.

Waktu itu Ibu harus bolak-balik sampai ke 5 rumah sakit untuk mencari ruang ICU yang kosong, mengingat tahun itu kasus covid-19 masih cukup tinggi dan rumah sakit pun di mana-mana penuh.

Ketika dirawat selama 2 hari di ruang ICU dengan kondisi kritis karena terinfeksi virus covid-19, pun itu juga sama sekali tidak bisa dijenguk keluarga, akhirnya Ibu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ibu pergi untuk selamanya dari kehidupanku, dari kehidupan keluarga di rumah.

Satu tahun pertama sejak Ibu pergi adalah masa-masa terberat karena aku, khususnya, seakan menjalani hidup dengan satu kaki. Serba timpang dan tak tahu ke mana arah hidup ini berlanjut. Bahkan saat itu aku tidak menganggap Ibu sudah meninggal, melainkan hanya tidak ada di rumah saja dan suatu hari akan pulang.

Jangan tanya soal kesedihan. Ketika sendirian di kamar, terutama setelah habis solat, air mata ini diam-diam mengalir membasahi wajah karena masih belum siap ditinggal oleh orang yang benar-benar penting dalam hidup. Orang yang juga jadi salah satu inspirasiku.

Tahun kedua Ibu tiada, aku semakin terbiasa dan mulai bisa mengikhlaskan kepergiannya. Lagipula, ada atau tidak adanya Ibu, aku tetap harus melanjutkan kehidupan. Bekerja mencari nafkah, merawat Ayah yang jadi satu-satu orangtua, hingga memikirkan masa depan untuk berkeluarga dan memiliki keturunan.

Dari situ aku sadar bahwa ditinggal oleh orang terpenting dalam hidup memang akan sangat berat di awal. Namun lama-kelamaan kita akan semakin terbiasa dengan kondisi ini. Ini juga menjadi pengingat bahwa semua yang kita miliki di dunia sejatinya milik Allah SWT. Jadi cepat atau lambat, siap atau tidak, ya semua akan kembali kepada-Nya.

Tahun ketiga Ibu tiada, aku bisa merasakan setiap warisan yang telah diberi ketika ia masih ada. Bukan warisan secara materi, tapi sebuah ilmu. Sebenarnya memang banyak ilmu-ilmu penting yang Ibu beri. Namun yang sampai sekarang melekat dan terpakai adalah ilmu memasak.

Sejak kecil, aku memang sering membantu Ibu di dapur untuk mempersiapkan masakan. Maka dari itu setiap bumbu di dapur sudah kuhapal. Merica, ketumbar, jahe, lengkuas, kencur, pala, kunyit, dan masih banyak lagi.

Ketika kuliah saya pernah berjualan makanan untuk dijual ke teman-teman kampus, khususnya di waktu sarapan. Menu yang saya buat biasanya ada mi goreng, nasi goreng, hingga spageti. Semua menu ini saya buat selalu dengan bantuan Ibu. Biasanya kami berdua bangun jam 4 pagi untuk mempersiapkan semuanya, mengingat jam 6 pagi saya sudah harus berangkat ke kampus agar tidak kena macet.

Lalu saat ibu telah tiada, saya tidak kesulitan lagi untuk menyesuaikan menu di dapur. Semua yang telah diajarkan Ibu saya praktekan untuk membuat sajian di meja makan untuk keluarga. Dipikir-pikir pun, daripada beli masakan yang sudah jadi di luar, lebih hemat memasak sendiri.

Saya pun sudah hapal dengan harga bahan pokok di pasaran, jadi kadang suka pilih-pilih kalau mau belanja. Ah, belinya di supermarket aja lagi promo. Kalau ini di tukang sayur aja biar murah. Kalau ayam jangan beli di sini, mahal. Dengan cara ini pun akhirnya saya bisa lebih menghemat anggaran, hehe.

Kalau Ibu masih ada, pasti ia akan sangat bangga melihat anak laki-lakinya bisa jago masak. Ya nggak jago-jago amat sih sebenarnya. Tapi setidaknya aku bisa membuat menu-menu baru dengan bermodalkan resep di YouTube untuk membuat hidangan tidak membosankan di meja makan.

Di tulisan ini juga aku ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Ibu. Bukan hanya karena telah melahirkan dan merawatku, tapi juga karena menjadi sosok inspiratif yang berhasil memberikan ilmu yang sangat mahal dan tak bisa sembarang orang dapatkan.

Aku juga jadi sadar bahwa memasak ini bukan sebuah kegiatan yang harus terfokus pada gender, melainkan sebuah basic skill yang akan sangat membantu kehidupan di manapun itu.

Sekian diary tulisan ini aku buat. 

Sekali lagi, terima kasih Ibu.

I love you in every universe…

-M. Gilang Riyadi, 2025-

Leave a comment