Informasi Terpercaya Masa Kini

3 Gebrakan Teknologi China yang Bikin Heboh Dunia

0 14

KOMPAS.com – China, semakin menunjukkan keseriusannya dalam inovasi teknologi, terutama di bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Baru-baru ini, Negeri Tirai Bambu memperkenalkan beberapa gebrakan teknologi yang cukup membuat heboh dunia.

Ketiganya adalah DeepSeek, Manus AI, dan chip kuantum 1 kuadriliun Zuchongzhi-3.

Ketiganya menandai langkah serius China untuk berusaha mengambilalih dominasi teknologi AI yang selama ini dikuasai oleh Amerika Serikat.

Baca juga: Mengapa AI China DeepSeek Bikin Amerika Ketar-ketir?

Persaingan antara China dan AS dalam industri ini pun semakin sengit, terutama setelah Negeri Paman Sam memberikan sanksi bertubi-tubi ke beberapa perusahaan China sejak era pemerintahan Donald Trump periode pertama.

Alih-alih teringgal, China justru semakin gencar untuk mengembangkan teknologinya sendiri. Berikut ulasan singkatnya.

DeepSeek, chatbot AI yang bikin AS ketar-ketir

DeepSeek merupakan model AI sekaligus aplikasi chatbot berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Secara format, DeepSeek tidak jauh berbeda dengan chatbot AI lainnya.

AI ini menawarkan kemampuan untuk memberikan pengguna jawaban cepat, melakukan analisis data, serta menghasilkan konten sesuai permintaan. Sejak diluncurkan, popularitasnya terus meningkat pesat.

Diwartakan sebelumnya, aplikasi ini berhasil menjadi aplikasi gratis teratas di Apple App Store di 111 negara. Selain itu, menurut data Appfigures, DeepSeek juga menduduki peringkat pertama dalam daftar aplikasi gratis Google Play Store di 18 negara.

Baca juga: 5 Negara Larang DeepSeek, Terbaru Korea Selatan

Keberhasilan ini membuat DeepSeek disebut mampu melampaui chatbot AI lain seperti ChatGPT milik OpenAI dan Gemini buatan Google. Keunggulan yang ditawarkan juga membuatnya semakin membuka peluang untuk mendominasi pasar AI global.

Chatbot AI DeepSeek dikembangkan oleh High Flyer, sebuah perusahaan rintisan asal Hangzhou, China, yang dipimpin oleh Liang Wenfeng. 

Perusahaan ini dibangun pada 2015 dan fokus pada pengembangan komputasi canggih yang digunakan untuk menganalisis data keuangan.

Pada 2023, Liang Wenfeng kemudian mengalihkan fokus perusahaan untuk menciptakan DeepSeek dengan tujuan mengembangkan model AI yang inovatif.

Sejak saat itu, perusahaan ini mulai mengembangkan dua model AI terbarunya yang diberi nama DeepSeek V3 dan DeepSeek R-1.

DeepSeek V3 dirilis lebih dulu pada Desember 2024. Model ini dirancang dengan basis Mixture-of-Experts (MoE) dengan total 671 miliar parameter.

Baca juga: Departemen Perdagangan AS Blokir DeepSeek

Namun, hanya 37 miliar parameter yang diaktifkan per token selama proses inferensi, sehingga membuat model ini lebih efisien dan menghemat daya komputasi.

DeepSeek V3 menawarkan kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas umum, seperti menjawab pertanyaan sehari-hari dan membuat konten kreatif sesuai arahan pengguna (user).

Satu bulan setelahnya, DeepSeek merilis model kedua yang diberi nama DeepSeek R-1. Model ini membuat heboh dunia teknologi. Sebab, model ini disebut ditenagai chip AI berspesifikasi rendah, namun memiliki kemampuan yang andal dan efisien.

DeepSeek R-1 dikembangkan dengan berbasis DeepSeek V3, tetapi memiliki kemampuan bernalar yang ditingkatkan.

Model ini dibangun menggunakan teknik reinforcement learning, yang berguna untuk meningkatkan kemampuan penalaran (reasoning) dan pemecahan masalah kompleks.

Adapun keunggulan DeepSeek R-1 yaitu mampu menyajikan proses atau langkah berpikir sebelum membuat kesimpulan.

Baca juga: Bukti ChatGPT Mulai Ditinggalkan, Digantikan DeepSeek

Tanggapan DeepSeek R-1 juga bisa lebih kompleks dibanding DeepSeek V3, dengan menghasilkan kapasitas output hingga 32.000 token.

Dari berbagai kemampuan yang ditingkatkan, DeepSeek-R1 cocok dipakai untuk mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan analisis mendalam dan terstruktur, seperti matematika tingkat lanjut, logika berantai, dan pemrograman.

AI DeepSeek juga dikembangkan dengan biaya dan sumber daya yang lebih efisien. DeepSeek-R1 dilatih dalam waktu sekitar dua bulan dengan biaya sekitar 6 juta dollar AS (sekitar Rp 97 milliar).

Sebagai perbandingan, pengembangan GPT-4 membutuhkan biaya 63 juta dollar AS (sekitar Rp 1 triliun) dalam waktu beberapa bulan hingga satu tahun.

Kehadiran DeepSeek juga seakan menjadi alarm bagi AS bahwa dominasinya tidak akan bertahan lama. Lonjakan popularitas DeepSeek pada 20 Januari lalu telah mempengaruhi pasar saham, khususnya saham-saham perusahaan teknologi AS.

Pada 27 Januari 2025, saham Nvidia (NVDA), pemasok chip AI terkemuka, merosot hampir 17 persen, menyebabkan kehilangan nilai pasar sebesar 588,8 miliar dollar AS.

Baca juga: AI DeepSeek Datang, Saham Nvidia Terjun Bebas

Sejauh ini, angka tersebut merupakan kehilangan nilai pasar tertinggi yang pernah terjadi pada suatu saham dalam satu hari. Rekor sebelumnya dipegang Meta yang pada tahun 2022 pernah kehilangan nilai pasar sebesar sebesar 240 miliar dollar AS.

Selain Nvidia, saham Meta (META) dan Alphabet, perusahaan induk Google, juga turun tajam. Kemudian, Oracle (ORCL), Vertiv, Constellation, NuScale, dan perusahaan pusat data lainnya anjlok.

Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi AS, di mana dominasi mereka dalam bidang kecerdasan buatan semakin terancam oleh pesatnya perkembangnya teknologi China.

Manus AI, agen AI yang bisa berjalan mandiri

Selain DeepSeek, China juga memperkenalkan gebrakan teknologi lain, bernama Manus AI. Manus, merupakan agen AI yang dapat dijalankan secara mandiri tanpa perlu instruksi ekstra dari manusia.

Manus dikembangkan oleh startup Monica yang berbasis di China. Manus AI dirancang untuk menangani berbagai tugas kompleks dengan diberikan satu perintah/instruksi di awal.

Kabarnya, AI ini menawarkan kemampuan untuk melakukan riset, mengelola data, bahkan mengeksekusi tugas seperti memesan tiket atau menyusun laporan.

Seperti yang disebutkan, AI ini hanya memerlukan satu instruksi saja di awal. Berbeda dengan penggunaan chatbot biasanya, Manus disebut mampu bekerja sendiri hingga menghasilkan jawaban atau solusi yang dibutuhkan pengguna.

Baca juga: 4 Startup AI China yang Wajib Diwaspadai Selain DeepSeek

Dalam pengujian (benchmark) dari General AI Assistants (GAIA), yang mengukur keterampilan suatu agen AI, hasil Manus diklaim lebih unggul dibanding agen AI milik OpenAI, DeepResearch, di berbagai level.

Berdasarkan video perkenalan awal (early preview) untuk Manus, Co-Founder Manus AI, Yichao Ji mendemonstrasikan kemampuan dan bagaimana agen AI ini bekerja lewat tiga tugas berbeda.

Tugas pertama yaitu mencari kandidat terbarik dari sekumpulan CV dari file bertipe “zip”. Manus AI menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis dokumen secara otomatis dan memberikan hasil dalam bentuk dokumen spreadsheet.

Tugas kedua adalah menyusun laporan mendalam tentang pencarian tempat tinggal. AI ini mampu merangkum informasi berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.

Terakhir, Manus AI menunjukkan kemampuannya yang diminta untuk menganalisis secara mendalam, hubungan dan keterkaitan harga saham dari beberapa perusahaan dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, seorang penulis blog serba AI, Rowan Cheung, juga menunjukkan inovasi Manus AI dengan mengujinya lewat tugas tambahan.

Baca juga: China Bikin Agen AI Manus, Bisa Bekerja Bebas Tanpa Instruksi Tambahan

Rowan meminta Manus untuk membuat website yang langsung bisa diakses melalui sebuah tautan. Hasilnya, AI ini mampu menyusun dan menampilkan informasi secara otomatis.

Untuk saat ini, akses ke Manus AI masih terbatas dan hanya tersedia bagi pengguna yang mendapatkan kode undangan (invite code) saja. 

Namun, pengguna masih bisa mengajukan uji coba Manus melalui website manus.im dengan cara mengeklik tombol “Try Manus” dan “Apply for access”.

Walau masih dalam tahap pengembangan, kehadiran Manus menunjukkan potensi besar dalam dunia kecerdasan buatan.

Sebab, teknologi ini mampu menjalankan tugas layaknya asisten manusia yang dapat bekerja secara mandiri tanpa perlu instruksi tambahan.

Selain itu, kemunculan AI ini turut menjadi bukti upaya China dalam melakukan inovasi teknologi kecerdasan buatan yang diharapkan mampu mendominasi pasar global.

Baca juga: Goku AI Hadir! ByteDance Tantang DeepSeek di Ranah AI Open-Source

Chip kuantum 1 kuadriliun, Zuchongzhi-3

Gebrakan teknologi China tidak berhenti hanya di kecerdasan buatan saja. Komputasi kuantum, turut menjadi salah satu fokus utama dalam inovasi terbaru Negeri Tirai Bambu tersebut.

Diberi nama Zuchongi-3, ini merupakan sebuah prototipe prosesor komputer kuantum yang diklaim mampu melakukan perhitungan dengan kecepatan 1 kuadriliun, alias 1.000 triliun lebih cepat dibandingkan superkomputer terkuat yang ada saat ini, yakni El Capitan.

Sebagai perbandingan, El Capitan memiliki kecepatan komputasi puncak hingga 1.742 exaFLOPS (Floating Point Operations Per Second). Sementara Zuchongi-3, disebut mampu melampaui kecepatan tersebut hingga 1.000 triliun kali lipat.

Selain itu, performa Zuchongi-3 juga disebut jauh lebih unggul dibandingkan prosesor kuantum “Sycamore” buatan Google.

Baca juga: China Bikin Chip Komputer yang 1.000 Triliun Lebih Kencang dari Superkomputer Terkuat Saat Ini

Sejak awal peluncurannyam, Google mengeklaim prosesor Sycamore 53-qubit sebagai pencapaian quantum supremacy karena dapat menyelesaikan tugas pengambilan sampel sirkuit acak dalam waktu sekitar 200 detik.

Sebagai perbandingan, jika dilakukan oleh superkomputer terbaik di dunia saat itu, komputasi disebut akan memakan waktu sekitar 10.000 tahun.

Kini, dalam penelitian terbaru, para ilmuwan China mengungkapkan bahwa komputer kuantum dengan chip Zuchongzhi-3 dapat menyelesaikan tugas serupa dengan kecepatan sejuta kali lebih cepat dibandingkan Sycamore.

Hal ini menunjukkan kemajuan besar dalam komputasi kuantum, memperkuat posisi China sebagai pemimpin dalam inovasi teknologi canggih.

Dengan kemampuannya yang 1.000 triliun kali lebih cepat dari El Capitan dan satu juta kali lebih cepat dari Google Sycamore, Zuchongzhi-3 ini disebut menjadi pencapaian supremasi kuantum yang baru.

Keunggulan Zuchongi-3 ini dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah Physical Review Letters dengan judul “Establishing a New Benchmark in Quantum Computational Advantage with 105-qubit Zuchongzhi 3.0 Processor“.

Baca juga: Microsoft Rilis Chip Kuantum Majorana 1 untuk Komputasi Skala Besar

Dalam jurnal tersebut, dijelaskan bahwa Zuchongzhi-3 dikembangkan oleh tim ilmuwan dari University of Science and Technology of China (USTC) yang dipimpin oleh Pan Jianwei, Zhu Xiaobo, dan Peng Chengzhi.

Selain itu, penelitian ini juga melibatkan berbagai institusi lain seperti Shanghai Research Center for Quantum Sciences, Henan Key Laboratory of Quantum Information and Cryptography, serta Institute of Theoretical Physics di bawah naungan Chinese Academy of Sciences.

Dengan hadirnya tiga inovasi teknologi seperti DeepSeek, Manus AI, dan Zuchongzhi-3, China tidak hanya memperkuat industri teknologinya tetapi juga menantang dominasi AS dalam bidang kecerdasan buatan dan komputasi canggih.

Dalam bidang AI, kehadiran DeepSeek dan Manus AI menunjukkan bahwa China memiliki alternatif yang mampu bersaing dengan OpenAI, Google, serta perusahaan teknologi besar lainnya. Manus AI, sebagai agen AI mandiri, bahkan melampaui batasan chatbot tradisional dengan kemampuannya menyelesaikan tugas secara independen.

Baca juga: Bos AI Google soal DeepSeek: Karya Terbaik dari China, tapi Hype Berlebihan

Sementara itu, pengembangan komputasi kuantum melalui Zuchongzhi-3 membuka peluang besar bagi China dalam menyelesaikan masalah kompleks di bidang kecerdasan buatan, kriptografi, dan simulasi molekuler.

Ketiga inovasi ini tidak hanya meningkatkan daya saing China di pasar global tetapi juga mengindikasikan langkah besar negara tersebut menuju dominasi teknologi di masa depan.

Leave a comment