Batasi Usia & Gaji Pengguna Paylater, OJK Tak Ingin Generasi Muda Terjerat Utang
Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pembatasan usia minimal 18 tahun dan penghasilan Rp3 juta per bulan bagi pengguna layanan Buy Now Pay Later (BNPL).
Kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi generasi muda dari jerat utang yang tidak mampu mereka bayar. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ahmad Nasrullah.
“Enggak mau nanti generasi-generasi muda itu terjerat hutang, sementara dia enggak ada kemampuan untuk membayar, kenapa kami membatasi 18 tahun. Dan 18 tahun ada penghasilan minimal juga, jadi itu filosofinya,” kata Ahmad dalam Media Briefing pada Selasa (21/1/2025).
Baca Juga : Kontribusi Bisnis Paylater 2,5% ke Industri Pembiayaan, OJK Rancang Tiga Aspek Pengaturan Baru
Ahmad menambahkan bahwa tugas OJK tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga memastikan industri BNPL berjalan dengan sehat. Oleh sebab itu, menurutnya, penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pengguna dan pemberi pinjaman agar keduanya terhindar dari potensi masalah di kemudian hari.
Lebih lanjut, Ahmad menambahkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam implementasi BNPL adalah rendahnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko layanan ini.
Baca Juga : : Pengguna Paylater Didominasi Generasi 1990-an dan 2000-an, Setiap Orang Miliki 3 Pinjaman
“Dari OJK adalah kita harus memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat. Adapun mengenai kebatasan umur dan penghasilan, justru kita ingin memitigasi risiko ini ke dua belah pihak, dari sisi borrower maupun dari sisi lender,” katanya.
Ahmad juga menyoroti lonjakan jumlah kontrak di sektor BNPL dibandingkan perusahaan pembiayaan konvensional.
Baca Juga : : Mengintip Capaian Bisnis Paylater dan Kartu Kredit di BCA
“Kalau kita lihat perbandingan jumlah kontrak di bisnis BNPL misalnya antara bisnis konvensional dari perusahaan pembiayaan dengan BNPL, itu jauh lebih besar dari BNPL. Hampir 85% melibatkan ratusan juta kontrak dibandingkan dengan bisnis konvensionalnya,” katanya.
Meskipun, dari segi total pembiayaan, sektor BNPL masih tergolong kecil, yakni hanya sekitar 2,5% dari total pembiayaan secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun populer, BNPL memiliki volume pembiayaan yang relatif kecil.
Ahmad menekankan pentingnya peran edukasi dalam meminimalkan risiko sosial di masyarakat.
“Tantangan utama kita adalah yang tadi saya sampaikan, kita harus memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat, khususnya dalam kaitan dengan peraturan terkait BNPL. Ini untuk meminimalisasi isu-isu sosial yang ada di masyarakat,” katanya.
OJK juga akan terus memantau dan mengevaluasi kinerja perusahaan BNPL, termasuk data terkait Non-Performing Financing (NPF) dan tingkat wanprestasi (TWP), yang akan disampaikan secara tertulis.
“Nanti saya kira angka-angkanya kita sampaikan saja secara tertulis ya, termasuk perkembangan NPF-nya dan segala macam TWP,” tutup Ahmad.
Diberitakan sebelumnya, OJK tengah mempersiapkan aturan terkait layanan paylater, di mana salah satunya mencakup antara lain pinjaman hanya diberikan kepada nasabah atau debitur dengan usia minimal 18 tahun atau telah menikah dan memiliki pendapatan minimal sebesar Rp3 juta per bulan paling lambat pada 1 Januari 2027.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi mengatakan melalui aturan tersebut, BNPL multifinance diharapkan dapat memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat serta mengantisipasi potensi terjadinya jebakan utang atau debt trap bagi pengguna BNPL multifinance.
“Pengaturan ini juga diharapkan dapat memperkuat dan mengembangkan industri multifinance,” kata Ismail dalam keterangan resmi, pada Selasa (31/12/2024).
Secara kinerja, OJK mencatat piutang pembiayaan perusahaan multifinance mencapai sebanyak Rp501,37 triliun per November 2024. Angka tersebut naik 7,27% secara tahunan (year on year/yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara, piutang pembiayaan BNPL mencapai sebanyak Rp8,41 triliun, yang mana mengalami peningkatan sebanyak Rp3,27 triliun atau tumbuh 63,89% yoy.