Informasi Terpercaya Masa Kini

25 Ucapan Tahun Baru Imlek 2025 Unik dan Menarik,Jadikan Caption di Media Sosial Tanggal 29 Januari

0 3

TRIBUNKALTIM.CO – Berikut ini 25 ucapan Tahun Baru Imlek 2025 yang singkat, unik, dan menarik, cocok dijadikan caption di media sosial.

Dalam memperingati Tahun Baru Imlek 2025, ucapan untuk caption Tahun Baru Imlek marak dicari.

Sebagai informasi, perayaan Tahun Baru Imlek 2025 akan diperingati pada Rabu, (29/1/2025).

Tahun Baru Imlek, juga dikenal sebagai “Chunjie” dalam bahasa Tionghoa, merupakan perayaan tradisional yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa dan sebagian besar komunitas Asia lainnya.

Pada momen Imlek ini sudah seharusnya mensyukuri segala nikmat dan kebahagiaan.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperingati Tahun Baru Imlek 2025.

Anda juga bisa menjadikan ucapan Tahun Baru Imlek 2025 berikut sebagai status di Instagram, WhatsApp, Twitter, dan lainnya.

25 Ucapan Tahun Baru Imlek 2025

Berikut adalah 25 contoh ucapan Tahun Baru Imlek 2025 yang singkat, lucu, dan menarik:

1. Semoga Tahun Baru Imlek membawa kebahagiaan, kemakmuran, dan keberuntungan yang tak terhingga untuk Anda dan keluarga

2. Gong Xi Fa Cai! Semoga Anda dikelilingi oleh kebahagiaan dan cinta sepanjang tahun ini.

3. Selamat Tahun Baru Imlek! Semoga setiap langkah membawa keberuntungan dan setiap hari penuh kebahagiaan.

4. Di bawah sinar bulan purnama, kami mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek! Semoga keberuntungan selalu menyertai langkah Anda.

5. Gong Xi Fa Cai! Semoga Tahun Baru Imlek ini membawa kejayaan dan kebahagiaan yang berlimpah.

6. Selamat Tahun Baru Cina! Semoga setiap momen menjadi indah, dan keberuntungan selalu berpihak kepada Anda.

7. Di awal Tahun Baru Imlek, mari bersama-sama membawa kebahagiaan dan keceriaan kepada semua yang kita temui.

8. Gong Xi Fa Cai! Semoga Tahun Baru ini membawa kesuksesan dan keberuntungan bagi Anda dan keluarga tercinta.

9. Selamat Tahun Baru Imlek, semoga setiap langkah membawa kebahagiaan, dan setiap impian menjadi kenyataan.

10. Gong Xi Fa Cai! Semoga Tahun Baru ini membawa keberuntungan sejati dan cita-cita yang tercapai.

11. Di tengah kecerahan lentera dan kebahagiaan, kami mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek untuk Anda dan keluarga.

12. Semoga Tahun Baru Imlek penuh warna, membawa kebahagiaan, dan melimpahkan keberuntungan untuk Anda.

13. Gong Xi Fa Cai! Semoga setiap hari di Tahun Baru ini penuh keceriaan dan kebahagiaan.

14. Di bawah langit yang penuh bintang, mari sambut Tahun Baru Imlek dengan harapan baru dan kebahagiaan yang tak terhingga.

15. Selamat Tahun Baru Cina! Semoga Tahun Baru ini membawa kebahagiaan yang melimpah dan kesuksesan yang gemilang.

16. Gong Xi Fa Cai! Semoga Tahun Baru Imlek menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup Anda.

17. Di antara kembang api dan senyum bahagia, selamat Tahun Baru Imlek untuk Anda dan keluarga tercinta.

18. Semoga Tahun Baru Imlek membawa kebahagiaan, kesejahteraan, dan banyak momen berharga dalam hidup Anda.

19. Gong Xi Fa Cai! Mari bersama-sama menyambut Tahun Baru Imlek dengan semangat kebersamaan dan harapan baru.

20. Selamat Tahun Baru Cina! Semoga setiap langkah membawa keberuntungan, dan setiap impian menjadi kenyataan.

21. Di bawah sinar bulan yang bersinar cerah, selamat Tahun Baru Imlek untuk Anda dan keluarga tercinta.

22. Gong Xi Fa Cai! Semoga Tahun Baru ini membawa kesuksesan yang berlimpah dan kebahagiaan yang tak terbatas.

23. Di awal Tahun Baru Imlek, mari berbagi kebahagiaan dan melangkah bersama menuju masa depan yang lebih cerah.

24. Selamat Tahun Baru Cina! Semoga Tahun Baru ini membawa keceriaan, kesejahteraan, dan keberuntungan berlipat ganda.

25. Gong Xi Fa Cai! Mari sambut Tahun Baru Imlek dengan hati penuh sukacita dan harapan baru.

Sejarah Perayaan Tahun Baru Imlek

Perayaan Imlek tak jauh berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi, ataupun dengan Tahun Baru Hijriah bagi orang Islam.

Imlek ialah tahun baru kalender etnis Tionghoa.

Di daratan China, Imlek merupakan hari raya yang paling penting.

Dikutip dari indonesia.go.id, dalam bahasa Mandarin, Imlek dikenal sebagai ‘Nongli Xinnian’ (Tahun Baru).

Kata Imlek lebih lazim digunakan oleh etnis Tionghoa yang berada di luar daratan China (overseas China).

Berasal dari dialek Hokkian, Im = bulan, Lek = penanggalan, yang artinya ‘kalender bulan’.

Momen saat malam menjelang tahun baru dikenal dengan nama ‘Chuxi’, yang berarti ‘malam pergantian tahun’.

Imlek juga disebut ‘chunjie’, yang artinya ‘Festival Musim Semi’.

Tahun ini hari pertama bulan pertama dari tahun yang baru pada sistem kalender Tionghoa jatuh pada 5 Februari 2019.

Merujuk pada sistem kalendar Tionghoa, tahun ini ialah tahun 2576. Shio yang menaungi tahun ini ialah ular kayu.

Bicara budaya etnis Tionghoa, boleh dikata hidup dan berkembang seirama dengan perkembangan politik di tanah air.

Tradisi merayakan Imlek saat ini adalah berkah gerakan reformasi 1998.

Di zaman Orde Baru, budaya Tionghoa tidak boleh hidup dan berkembang.

Perayaan Tahun Baru Imlek tidak boleh diperingati secara terbuka di ruang publik.

Secara historis tentu susah dipastikan sejak kapan perayaan Imlek telah dilakukan di Indonesia.

Namun ditengarai seiring migrasi orang-orang Tionghoa ke Nusantara sejak permulaan Masehi, sejak itulah perayaan Imlek telah dilakukan.

Dugaan ini semata didasarkan pada bagaimana kukuhnya etnis Tionghoa menjaga tradisi nenek moyang mereka.

Sekalipun Denys Lombard mencatat sejak abad ke-3 Asia Tenggara telah ditulis dalam teks-teks China, catatan awal sejarah Nusantara barulah muncul di abad ke-5.

Fa Hsien (Faxian), seorang pendeta Budhis, sering berlayar dari China ke India dan India ke China.

Diceritakan pada 412, Fa Hsien berlayar dari Srilangka tetapi celakanya kapal yang dinaikinya diamuk badai.

Saat itu Fa Hsein harus mendarat di ‘Ye-Po-Ti’ atau ‘Yawadwi’, yang adalah nama Pulau Jawa dalam bahasa Sansekerta.

Pada fase-fase sejarah kemudian, sumber-sumber berita China juga sering mencatat nama Jawa dengan istilah ‘She-Po’.

Dalam karyanya Nusa Jawa: Silang Budaya Lombard memperlihatkan pentingnya pengaruh budaya Tionghoa ini.

Bukan saja bagi masyarakat Asia Tenggara tetapi juga masyarakat Jawa.

Besarnya pengaruh ini tak saja mewarnai pembentukan aspek kebudayaan, melainkan juga kehidupan sehari-hari.

Budaya China tidak saja telah mempengaruhi perkembangan teknik produksi dan budi daya berbagai komoditas seperti gula, padi, arak, tiram, udang, garam, dan lain-lain, juga membawa pengaruh besar pada perkembangan sistem kongsi, teknik kemaritiman, perdagangan, dan sistem moneter di Jawa.

Melihat besarnya pengaruh itu membuat Lombard tiba pada kesimpulan, bahwa laiknya pengaruh India terhadap kebudayaan Asia Tenggara, ia menyebut adanya kontinum budaya Tionghoa meresapi mentalitas orang Jawa.

Athony Reid dalam karyanya Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 memberi catatan yang tak kalah menarik.

Kurun niaga saat itu, menurut Reid telah mengubah Asia Tenggara dan memungkinnya menjadi pemeran penting dalam perdagangan dunia.

Ketika itu cengkih, pala, lada, dan kayu cendana, merupakan komoditas utama dalam perdagangan antarbenua.

Menariknya, sejak awal 1400-an, karena lonjakan permintaan rempah-rempah dari Maluku di Laut Tengah, membuat sangat banyak armada China dikirim ke Asia Tenggara.

Puncak perdagangan yang sangat menguntungkan itu berlangsung sekitar 1570-1630, dan setelah itu mulai terjadi penurunan hingga mencapai titik bawahnya di tahun 1680.

Diduga datangnya bangsa Barat yaitu Portugis di Malaka di tahun 1511, dan kemudian disambung oleh kemenangan militer dan ekonomi VOC (Belanda) di abad ke-17, serta munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tak menaruh minat pada perdagangan seperti Kerajaan Mataram-Islam di Jawa, misalnya, disebut oleh banyak sejarawan, termasuk oleh Reid, sebagai faktor utama penyebab kemunduran kurun niaga di Asia Tenggara.

Sumber lain patut disebutkan ialah hipotesa sejarawan Indonesia, Slamet Mulyana.

Disertasinya Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara itu membangun sebuah hipotesa, bahwa agama Islam secara historis dibawa masuk ke tanah Jawa oleh para ulama etnis Tionghoa.

Para ulama ini, yang di Jawa populer disebut “Wali Songo”, diyakini berasal dari Champa (Kaboja atau Vietnam).

Menurutnya, awalnya didahului oleh kedatangan Laksamana Cheng Ho, kemudian masuklah para pemuka agama ini membawa Islam aliran Hanafi.

Aliran ini kemudian nisbi tersebar luas di kota-kota yang di daerahnya bermukim masyarakat etnis Tionghoa Islam.

Sebutlah Sunan Bonang, misalnya, yang memiliki nama alias ‘Bong Ang’; Sunan Kalijaga, ‘Gan Si Cang’; Sunan Ngampel, ‘Bong Swi Hoo’; dan Sunan Gunung Jati, ‘Toh A Bo’.

Demikian juga Raden Patah, al Fatah, yang memiliki nama alias Jimbun (Cek Ko Po).

Sultan pertama kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa ini ialah putera Raja Majapahit, yang menikah dengan puteri Campa, anak pedagang Tionghoa yang bernama Ban Hong (Babah Bantong).

Tak salah jikalau mantan Presiden ke-4 BJ Habibie bahkan pernah mengatakan: “Hadiah terbesar bangsa Tionghoa kepada Indonesia adalah agama Islam”.

Pernyataan ini dikatakan saat Habibie memberikan ceramah di Masjid Lautze, Pasar Baru, Jakarta, pada Jumat 29 Agustus 2013. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.

Leave a comment