Krisis Keuangan UB: Gaji Dosen Tertunda, Kampus Terancam Ditutup
Yayasan Bina Administrasi (YBA) menjelaskan keterlambatan pembayaran gaji staf serta dosen Fakultas Kesehatan dan Teknik di Universitas Bandung (UB) dalam audiensi bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah IV, di Cikutra, Kota Bandung, Selasa (7/01/2025).
Ketua Yayasan Bina Administrasi (YBA), Uce Karna Suganda, mengatakan lambatnya pembayaran upah dosen serta staf itu dikarenakan krisis keuangan dan ongkos operasional yang diperkirakan mencapai sekira Rp400 juta rupiah setiap bulannya.
Penyebabnya karena ditutupnya tiga prodi di Fakultas Adminstrasi dan Bisnis. Dia menjelaskan, saat ini keuangan bergantung pada Fakultas Kesehatan dan Teknik.
Meski mahasiswa dari Fakultas Teknik dan Kesehatan membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) tiap semester. Akan tetapi, dana tersebut tidak cukup untuk menutupi pengeluaran ongkos operasional bulanan kampus.
Kondisi keuangan semakin parah saat April 2023. Uce mengatakan, yayasan harus mengumpulkan dana darurat sampai sekitar Rp630 juta untuk membayar gaji yang tertunda.
Dana darurat itu dilakukan dengan menjual sumber aset seperti mobil. Bahkan, pihaknya berencana menjual gedung kampus 1 yang berada di Cipagalo.
“Kita juga menawarkan menjual gedung kampus. Jadi kalau itu laku, sudah ketutup semua. Pembangunan ke depan ada, sisa. Kampus dipusatkan ke Muarajen, Kampus 1,” kata Uce, kepada wartawan.
Uce menerangkan, dengan keadaan krisis keuangan ini, dirinya masih berkomitmen untuk mempertahankan kampus. Menurutnya, jika dia keluar, ia tak tega kampus harus bubar.
“Saya tidak tega melihat itu, meskipun banyak orang yang menghujat saya,” sebutnya.
Uce juga mengungkapkan utang yang harus diselesaikan pihak yayasan mencapai sekitar Rp10 miliar kepada Bank Negara Indonesia (BNI).
“Kami tengah berusaha mencari solusi terbaik untuk membayar utang ini, dan berharap ada pihak yang bisa mengambil alih pengelolaan yayasan ini,” terangnya.
Uce berharap dalam kondisi krisis keuangan ini ada investor atau pihak lain yang berminat untuk mengalih kelola penyelanggara dengan dana 18 miliar, termasuk biaya pengelolaan dan izin ditambah utang piutang yang harus diselesaikan.
“Kalau mau ada yayasan yang mau alih kelola. Tadi kan Rp10 miliar di BNI dan Rp8 miliar untuk operasional,” tegasnya.
Untuk mempertahankan kampus, pihak yayasan juga akan melakukan kerjasama dengan yayasan lain untuk menyelamatkan kondisi keuangan. Uce mengatakan, kemungkinan kerjasama itu bersama yayasan Go Internasional.
“Kita kerjasama dengan yayasan lain untuk mengeluarkan UB Jadi nanti akan Universitas Bandung International (UBI). Jadi, dua yayasan digabung ini akan mengoperasikan UB,” terangnya.
Nantinya dari kerjasama ini diharapkan bisa membawa perubahan positif, termasuk meningkatkan kualitas pendidikan fan mahasiswa akan mendapatkan dua ijazah dan empat sertifikat, dengan kuliah di dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia.
Baca juga
- Jerit PKL Teras Malioboro Tolak Pengundian Lapak Tak Transparan
- Dosen Universitas Bandung Kesal Pihak Yayasan Absen Audiensi
Solusi Mentok, UB Akan Ditutup
Kepala LL DIkti Wilayah IV, M Samsuri, menjelaskan mengenai alih kelola bukan merupakan wewenangnya. Apabila masalah ini berlarut dan hak studi serta akademik mahasiswa terhambat kemungkinan kampus akan ditutup.
“Jika nanti terus tidak ada solusi, ada potensi kampus tersebut juga ditutup,” terangnya.
Penutupan kampus sendiri, lanjut Samsuri, berdasarkan dari evaluasi yang nantinya akan dilakukan secara mendalam oleh LL Dikti. Dengan didahului penilaian dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).
“Nanti kalau itu (berlarut) kita akan lapor ke kementerian untuk diturunkan tim evaluasi kinerja perguruan tinggi. Nah, dari hasil evaluasi lebih mendalam itu bisa,” beber Samsuri.
Samsuri mengatakan, yayasan sebagai badan penyelenggara berkewajiban untuk membayarkan hak pegawai. Sebagai lembaga yang mengatur pendidikan tinggi, pihaknya tidak bisa mencampuri lebih jauh.
“Hal yang berkaitan dengan materil mereka bisa (menyelesaikannya) melalui pengadilan,” jelasnya.
Samsuri menegaskan, agar proses pembelajaran Universitas Bandung berjalan sesuai aturan. Ia menyebut, akreditas sejumlah prodi di perguruan tinggi itu telah habis.
“Kita tidak mencampuri urusan yang sifatnya operasional. Peran kami itu memanggil untuk memastikan bahwa proses pembelajaran harus dijalankan,” tuturnya.
“Kemudian, apabila mahasiswa atau orang tua ingin anaknya berpindah itu harus difasilitasi. Kalau dosen (terkait upah) kita dorong untuk dibayarkan,” tambahnya.
Sementara itu, salah seorang orangtua mahasiswa, Aisyah Ratnaningsih, menginginkan anaknya lulus tepat waktu, terlebih saat ini anaknya menginjak semester lima.
Dalam audiensi yang diadakan antara pihak yayasan dan para pegawai kampus. Aisyah menyebut, LL Dikti hanya menjadi penengah saja dengan dua opsi untuk menyelamatkan kampus dan mahasiswa, yaitu mahasiswa memilih pindah ke kampus lain atau yayasan alih kelola.
Aisyah berharap akan ada yayasan baru yang mengalih kelola, sebab untuk pindah kampus tanggung, apalagi saat ini anaknya semester lima.
“Kalau misalnya itu, ini semester lima, satu semester lagi, saya juga, bertahan dengan pengelola yang baru,” jelasnya.
Meski demikian, yayasan baru yang mengakusisi kampus juga harus mementingkan hak kewajiban upah gaji dosen dan pegawai.
“Walaupun misalnya alih kelola itu, dirasakan kalau tadi secara materiel, tidak sanggup gitu ya, ya harusnya legowo untuk alih kelola,” jelasnya.
Baca juga:
- Dilema Bali: Ketika Sopir Lokal Berebut Pasar dengan Plat Non-DK
- 7 Bulan Dosen Universitas Bandung Tak Digaji Buntut Korupsi PIP