Ditjen Pajak: Pembeli Dapat Minta Pengembalian Kelebihan PPN 1 Persen ke Penjual
KOMPAS.com – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan, masyarakat dapat meminta kembalian kelebihan pajak pertambahan nilai (PPN) jika telanjur dipungut PPN 12 persen.
Kepastian itu tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 tertanggal 3 Januari 2025 mengenai petunjuk teknis penerbitan faktur pajak.
Aturan tersebut merupakan tindak lanjut atau pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
PMK yang terbit pada 31 Desember lalu itu menegaskan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Baca juga: Harga Barang Telanjur Kena PPN 12 Persen, Dirjen Pajak: Nanti Kita Atur, Kita Kembalikan
Pembeli minta pengembalian PPN 1 persen ke penjual
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti menyampaikan, berdasarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat, pemerintah menyadari kebutuhan dari pelaku usaha untuk dapat melaksanakan ketentuan dalam PMK 131 Tahun 2024.
“Antara lain terkait dengan penyesuaian sistem administrasi wajib pajak dalam menerbitkan faktur pajak dan cara pengembalian pajak jika PPN sebesar 12 persen telanjur dipungut yang seharusnya adalah sebesar 11 persen,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (4/1/2025).
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pelaku usaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Guna mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha tersebut, menurut Dwi, DJP telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER-1/PJ/2025.
Aturan tersebut pada intinya memberikan masa transisi selama tiga bulan, yaitu sejak 1 Januari hingga 31 Maret 2025 dengan beberapa ketentuan.
Pertama, pelaku usaha diberi kesempatan untuk menyesuaikan sistem administrasi wajib pajak dalam menerbitkan faktur pajak sebagaimana yang diatur dalam PMK 131 Tahun 2024.
Kedua, faktur pajak yang diterbitkan atas penyerahan selain barang mewah dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi jika mencantumkan nilai PPN terutang sebesar:
- 11 persen dikali dengan harga jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x harga jual), atau
- 12 persen dikali dengan harga jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x harga jual).
Peraturan Direktur Jenderal Pajak terbaru juga menyebutkan mekanisme jika terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen, dari yang seharusnya 11 persen tetapi telanjur dipungut 12 persen.
“Pembeli dapat meminta pengembalian kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen kepada penjual,” ungkap Dwi.
Atas permintaan pengembalian kelebihan pajak dari pembeli, pengusaha kena pajak (PKP) atau penjual perlu melakukan pembetulan atau penggantian faktur pajak maupun dokumen tertentu yang kedudukannya disamakan dengan faktur pajak.
“Atas permintaan pengembalian kelebihan PPN tersebut, PKP penjual melakukan penggantian faktur pajak,” ucap Dwi.
Baca juga: Indomaret dan Alfamart Pastikan Tetap Gunakan PPN 11 Persen
Ketentuan pembuatan faktur pajak
Merujuk Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2025, faktur pajak atau dokumen yang disamakan dengan faktur pajak wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Faktur pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan barang atau jasa kena pajak, yang paling sedikit memuat:
- Nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menyerahkan barang atau jasa kena pajak
- Identitas pembeli barang atau penerima jasa kena pajak yang meliputi:
- Nama, alamat, dan NPWP bagi wajib pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah
- Nama, alamat, dan NPWP atau nomor induk kependudukan (NIK) bagi subyek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Nama, alamat, dan nomor paspor bagi subyek pajak luar negeri orang pribadi
- Nama dan alamat bagi subyek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subyek pajak dalam Pasal 3 undang-undang mengenai pajak penghasilan.
- Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
- Pajak pertambahan nilai atau PPN yang dipungut
- Pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM yang dipungut
- Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Pengecualian untuk penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha pedagang eceran kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir.
Khusus hal tersebut, faktur pajak dapat dibuat tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
Baca juga: 3 Poin Penting dalam PMK 131 Tahun 2024 yang Atur PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah
Namun, ketentuan bagi konsumen akhir itu tidak berlaku atas faktur pajak yang dibuat untuk penyerahan:
Barang kena pajak tertentu yang meliputi:
- Angkutan darat berupa kendaraan bermotor
- Angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht
- Angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara
- Tanah dan/atau bangunan
- Senjata api dan/atau peluru senjata api.
Jasa kena pajak tertentu yang mencakup:
- Jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor
- Jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht
- Jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara
- Jasa penyewaan tanah dan/ atau bangunan.
Atas barang dan jasa kena pajak tertentu di atas, faktur pajak dibuat dengan tetap mencantumkan keterangan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 selengkapnya dapat disimak di laman www.pajak.go.id.