Informasi Terpercaya Masa Kini

Apa kepentingan AS, Rusia, Turki, Israel, Iran, dan kekuatan internasional lain di Suriah setelah Assad tumbang?

0 7

Setelah setengah abad diperintah oleh keluarga Assad dengan tangan besi, Suriah menghadapi kenyataan baru akibat serangan kilat pasukan pemberontak.

Hanya dalam 12 hari, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi sekutunya mempercepat jatuhnya Presiden Bashar al-Assad.

Pada akhir pekan lalu, pemimpin HTS Abu Muhammed al-Jolani menyebut jatuhnya Assad sebagai “kemenangan bagi semua warga Suriah”.

Tetapi al-Jolani bukanlah satu-satunya orang yang akan memainkan peran yang menentukan dalam membentuk tatanan baru di Suriah.

Di dalam negeri Suriah terdapat berbagai komunitas minoritas, faksi, serta kelompok agama.

Di luar Suriah juga terdapat sejumlah negara dan kelompok yang kepentingannya akan berimplikasi penting bagi keamanan regional maupun global.

‘Pemain strategis yang penting’

“Suriah penting bagi Timur Tengah, tapi juga penting bagi dunia karena dalam 10 tahun terakhir negara itu telah menjadi zona persaingan di antara berbagai kekuatan geopolitik,” ujar Ali Bilgic, profesor hubungan internasional dan politik Timur Tengah di Universitas Loughborough di Inggris, kepada BBC Mundo.

“Dengan runtuhnya rezim Assad, hubungan penting antara Iran dan Hizbullah di Lebanon selatan serta proyek yang dikenal sebagai ‘Bulan Sabit Syiah’ telah terputus.”

“Wilayah ini (yang mayoritas penduduknya adalah Syiah) membentang dari Iran, melewati Irak selatan, melalui Suriah kini juga terpecah.”

Salah satu konsekuensi terpenting dari apa yang terjadi akhir pekan ini, menurut Ali Bilgic, adalah Rusia dan Iran telah mencapai batas pengaruh mereka di kawasan itu dan ini akan berdampak penting terhadap politik global.

Pemerintah di Moskow dan Teheran digambarkan sebagai “pecundang” setelah jatuhnya Assad.

Namun, bukan hanya Rusia dan Iran yang terdampak. Berikut beberapa aktor yang akan terpengaruh oleh tatanan baru di Suriah.

Turki

Turki yang telah melancarkan sejumlah operasi militer di Suriah, kini secara efektif menguasai wilayah di sepanjang perbatasan utara negara itu.

Turki juga mendukung faksi-faksi yang berperang melawan Assad, seperti Tentara Nasional Suriah dan Tentara Pembebasan Suriah.

Namun, musuh utama Turki bukanlah Bashar al-Assad, melainkan pasukan Kurdi yang dituduh mendukung kelompok separatis bersenjata di Turki.

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Sejumlah analis mengatakan Turki kemungkinan memberikan persetujuan diam-diam atas serangan HTS.

Pasalnya, Presiden Recep Tayyib Erdogan menyuarakan dukungannya terhadap gerakan kelompok pemberontak.

“Kita tentu bisa mengatakan bahwa Turki adalah pemenang utama dengan jatuhnya rezim Assad,” kata Ali Bilgic.

“HTS tidak didukung secara langsung oleh Turki. Karena faktanya, Ankara juga menganggap HTS sebagai organisasi teroris seperti halnya AS dan Inggris.”

“Tapi meskipun kita tidak tahu bagaimana Turki telah membantu HTS dalam serangannya, yang kita tahu adalah Turki telah membantu HTS melepaskan citra Islamisnya dan menjadi organisasi yang lebih politis dan moderat,” jelasnya.

Kepentingan Turki di Suriah sekarang, menurut para ahli, adalah untuk mengawasi dengan saksama siapa yang akan mengambil alih kekuasaan di Suriah sekaligus mencegah perluasan pengaruh kelompok Kurdi.

“Yang tidak diinginkan Turki di Suriah adalah federasi, atau bahkan konfederasi, semacam wilayah otonomi Kurdi di Suriah,” sambung Ali Bilgic.

“Apa yang diinginkan Ankara adalah pemerintahan terpusat dan sekarang mereka akan memberikan tekanan untuk mewujudkannya.”

Qatar dan Arab Saudi

Beberapa hari terakhir ini, muncul laporan bahwa Qatar—yang konon telah lama mendukung HTS—tampaknya memimpin upaya negara-negara Arab untuk membentuk pemerintahan transisi di Suriah.

Pada Minggu (08/12), Qatar menekankan “perlunya menjaga lembaga-lembaga nasional dan perusahaan negara untuk mencegah (Suriah) jatuh ke dalam kekacauan.”

Seperti yang dijelaskan Ali Bilgic, Turki dan Qatar telah lama bekerja sama karena memiliki kepentingan politik serupa di Suriah.

“Kepentingan utama Qatar di Suriah adalah mencegah pembentukan rezim ‘satelit’ sokongan Arab Saudi, yang merupakan pesaing utamanya di kawasan tersebut.”

“Qatar juga telah memainkan peran utama sebagai mediator dalam perang Israel di Gaza dan hal itu telah membantu meningkatkan profil internasionalnya.”

“Sehingga mudah dibayangkan Qatar akan menjadi pemain yang berpengaruh dalam membentuk politik di Suriah yang baru.”

Qatar mendesak penerapan resolusi Dewan Keamanan PBB yang selama bertahun-tahun menyerukan pembentukan pemerintahan baru Suriah yang mencakup rezim Assad dan oposisi.

Pasukan Kurdi

Kelompok lain yang tertarik pada pembentukan pemerintahan baru di Suriah adalah Pasukan Demokratik Suriah, yang sebagian besar terdiri dari suku Kurdi dan faksi-faksi sokongan Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Pasukan Kurdi telah menguatkan kendali mereka di beberapa kota di timur laut negara itu dan membentuk daerah otonom di daerah tersebut.

Namun perjuangan utama mereka adalah melawan Turki.

Oleh pemerintah Turki, suku Kurdi di Suriah dianggap sebagai “ancaman bagi keamanan nasional” lantaran memiliki keterkaitan dengan gerakan separatis Turki (PKK).

Tetapi seperti yang dijelaskan Ali Bilgic, “kelompok-kelompok ini sangat berpengaruh tidak hanya ketika mengalahkan pasukan Assad dalam perang saudara, namun juga saat mengalahkan ISIS”.

“Saya pikir di wilayah Suriah utara ini ketidakstabilan bisa terjadi di masa mendatang jika Turki memutuskan untuk melancarkan serangan dalam beberapa hari atau pekan mendatang.”

Untuk saat ini suku Kurdi akan bertekad mempertahankan wilayah mereka dan berharap terlibat dalam pemerintahan Suriah yang baru.

Amerika Serikat dan Rusia

Menurut Ali Bilgic, cara para aktor utama bertindak di Suriah akan sangat bergantung pada Amerika Serikat.

Bagi AS, jatuhnya rezim Assad merupakan tanda positif lantaran AS senantiasa berupaya mengganti pemerintahan Suriah secara langsung atau tidak langsung sejak 2011.

Presiden AS Joe Biden pada Minggu (08/12) menyebut situasi di Suriah sebagai “masa penuh risiko dan ketidakpastian” bagi kawasan tersebut.

Namun Biden hanya akan menjabat selama beberapa pekan ke depan.

Pada Sabtu (07/12), Presiden AS terpilih Donald Trump menyebut rangkaian peristiwa di Suriah: “Ini bukan perjuangan kita.”

Seperti yang dijelaskan oleh Ali Bilgic, Profesor hubungan internasional dan politik Timur Tengah di Universitas Loughborough di Inggris, “jika Amerika Serikat benar-benar memutuskan untuk tidak terlibat di Suriah, kekosongan kekuasaan akan diisi oleh aktor lain dan salah satu aktor tersebut bisa jadi adalah Rusia”.

“Jika itu terjadi, Rusia tentu akan berjuang untuk mempertahankan pangkalannya di Suriah, khususnya pangkalan angkatan lautnya yang merupakan pusat operasinya untuk kawasan Afrika sub-Sahara.”

Saat ini tidak jelas peran apa yang akan dimainkan Amerika Serikat dalam tatanan baru Suriah.

Tetapi, kata Bilgic, “sulit membayangkan presiden Amerika mana pun berkata, ‘Kami tidak tertarik pada Suriah’.”

“Ada banyak hal yang dipertaruhkan bagi Amerika Serikat dan saya tidak bisa membayangkan Donald Trump bakal membiarkan kekuatan lain mengisi kekosongan di Suriah begitu saja.”

Washington menempatkan sekitar 900 tentara di daerah pengeboran minyak mentah di bagian timur laut Suriah yang dikuasai suku Kurdi. AS juga memiliki sebuah pangkalan militer di sebelah tenggara.

Peran AS dalam perang saudara Suriah telah berkali-kali berubah.

Namun, bahkan Donald Trump pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden memahami bahwa meninggalkan Suriah sepenuhnya bukanlah “alternatif yang layak” untuk melindungi kepentingan negara, jelas Bilgic.

“Jadi membiarkan Suriah begitu saja sangat tidak mungkin, karena kelompok Kurdi membutuhkan dukungan pasukan AS. Kelompok tersebut mengendalikan dan memelihara beberapa kamp penahanan mantan anggota ISIS dan keluarga mereka.”

“Hal lain karena sumber daya alam Suriah, terutama minyak dan gas, sekarang berada di bawah kendali Kurdi. Di sanalah tentara AS ditempatkan,” tambahnya.

Baca juga:

  • Pemberontak HTS kuasai Damaskus, rumah Assad dijarah warga – Apa yang terjadi di Suriah?
  • Assad lengser, siapa saja ‘pemain’ yang akan mengukir masa depan Suriah?

Dengan demikian, saat transisi kekuasaan berlangsung dan masa depan politik Suriah dibahas, salah satu pertanyaan utama adalah: siapa yang akan mengendalikan sumber daya alam negara itu?

“Tidak ada pembicaraan tentang itu sekarang, tapi saya pikir siapa pun pemegang kekuasaan di Damaskus tidak akan membiarkan Kurdi memiliki kendali penuh atas minyak dan gas alam di Suriah bagian utara.”

“Dan jika itu masalahnya, pasukan AS akan berada di wilayah itu untuk melindungi kepentingan mereka. Jadi saya tidak berpikir Washington akan menarik diri dari Suriah. Saya ragu Donald Trump memiliki visi yang sempit.”

Iran dan Hizbullah

Iran, yang merupakan pendukung utama rezim Assad, mengatakan pihaknya berharap untuk menjalin hubungan “persahabatan” yang berkelanjutan dengan Suriah.

Teheran sebelumnya memberikan dukungan militer secara signifikan kepada pasukan Assad serta melatih salah satu pasukan paramiliter yang memerangi kelompok oposisi bersenjata saat perang sauadara di Suriah.

Akan tetapi, koresponden BBC Timur Tengah, Hugo Bachega, bilang pengaruh Iran kini sedang tertekan.

“Suriah di bawah Assad menjadi bagian dalam hubungan antara Iran dan milisi Lebanon, Hizbullah. Suriah adalah kunci bagi transfer senjata dan amunisi kepada kelompok Lebanon tersebut.”

“Hizbullah sendiri telah melemah di Lebanon setelah perang dengan Israel. Dalam fase paling parah dalam perang saudara di Suriah, Iran mengirim penasihat ke negara tersebut dan Hizbullah mengerahkan para anggotanya untuk membantu Assad menghancurkan oposisi,” jelas Bachega.

“Iran juga telah melihat bagaimana kelompok Houthi di Yaman menjadi sasaran serangan udara. Semua faksi ini, ditambah milisi di Irak dan Hamas di Gaza, membentuk apa yang disebut Teheran sebagai Poros Perlawanan, yang kini sedang terpukul.”

Sejumlah analis melihat jatuhnya pemerintahan Assad sebagai pukulan telak bagi Hizbullah.

“Suriah yang selama ini menjadi tulang punggung dan jalur pasokan utama Hizbullah, telah terputus,” kata jurnalis BBC Arab, Carine Torbey.

Sementara Hugo Bachega menyebut “realitas baru ini akan dirayakan di Israel.”

Israel

Setelah lebih dari setahun berperang di Gaza dan Lebanon, tentara Israel kewalahan. Namun, hal itu tidak mencegah Israel untuk mengebom target militer di Suriah.

Kini, perkembangan peristiwa di negara tetangganya di sebelah utara itu menimbulkan kekhawatiran yang nyata.

Warga Israel khawatir tentang siapa yang mungkin mendapatkan persenjataan kimia milik Bashar al-Assad.

Sejak Assad jatuh pekan lalu, pesawat tempur Israel telah melancarkan puluhan serangan di seluruh Suriah ke arah militer.

Menurut media lokal, di antara lokasi yang diserang itu adalah pusat penelitian yang diduga terkait dengan produksi senjata kimia.

Baca juga:

  • Mengapa Dataran Tinggi Golan menjadi kunci konflik di Timur Tengah?

Pada Minggu (08/12), pemerintah Israel mengumumkan tentaranya telah mengambil alih sementara zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan.

Israel juga mengeklaim perjanjian penarikan yang ditandatangani dengan Suriah pada tahun 1974 telah “runtuh” karena pasukan Suriah telah meninggalkan pos mereka.

Untuk diketahui, Israel merebut Dataran Tinggi Golan pada masa-masa terakhir Perang Enam Hari 1967. Israel lantas mencaplok wilayah tersebut pada Desember 1981. Waktu itu, Menachem Begin menjabat sebagai perdana menteri.

Diperkirakan ada 30 pemukiman Yahudi di daerah tersebut, yang dihuni sekitar 20.000 orang.

Mereka tinggal bersama 20.000 warga Suriah lainnya. Sebagian besar dari mereka adalah warga Arab Druze, yang tak melarikan diri ketika Dataran Tinggi Golan dianeksasi.

Pemukiman tersebut tergolong ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya. Suriah selalu berkeras bahwa mereka tidak akan menerima perjanjian damai dengan Israel kecuali jika mereka menarik diri dari seluruh Dataran Tinggi Golan.

Selama pemberontakan Suriah tahun 2011, Israel memperhitungkan bahwa Assad lebih baik ketimbang jika rezimnya tumbang.

Pada Minggu (08/12), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya akan “mengirimkan bantuan perdamaian” kepada warga Suriah yang ingin hidup damai dengan Israel.

Baca juga:

  • Assad lengser, siapa saja ‘pemain’ yang akan mengukir masa depan Suriah?
  • Pemberontak HTS kuasai Damaskus, rumah Assad dijarah warga – Apa yang terjadi di Suriah?
  • Siapa Abu Mohammed al-Jolani, pemimpin kelompok Hayat Tahrir-Al Sham yang kini menggulingkan rezim Assad?

Baca juga:

  • Apa yang perlu diketahui tentang serangan Israel terhadap ‘poros perlawanan’ Hizbullah, Houthi, dan Hamas yang disokong Iran
  • Apa perbedaan Taliban, al-Qaeda, dan ISIS?
  • Assad lengser, siapa saja ‘pemain’ yang akan mengukir masa depan Suriah?
  • Pemberontak HTS kuasai Damaskus, rumah Assad dijarah warga – Apa yang terjadi di Suriah?
  • Siapa Abu Mohammed al-Jolani, pemimpin kelompok Hayat Tahrir-Al Sham yang kini menggulingkan rezim Assad?
Leave a comment