Kenali ‘People Pleaser’ dan Tidak Baik Bagi Kesehatan Mental
Bisnis.com, JAKARTA – Akhir-akhir ini banyak istilah yang muncul di internet untuk menggambarkan berbagai kondisi, salah satunya istilah people pleaser yang berbahaya bagi kesehatan mental.
People pleaser merupakan orang yang selalu mendahulukan kebutuhan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Orang-orang seperti ini mungkin terlihat baik dan ringan tangan dalam membantu orang lain. Namun, sifat ini bisa berbahaya karena terus menerus mengorbankan diri sendiri.
Ciri-ciri people pleaser
Dilansir dari verywellmind, Jumat (29/11/2024) orang-orang yang masuk kategori people pleaser biasanya sulit untuk bilang ‘tidak’ kepada orang lain. Sekalinya bilang ‘tidak’, orang tersebut akan merasa bersalah.
Berikut beberapa ciri-ciri orang people pleaser:
– Menyetujui hal-hal yang sebenarnya tidak disukai
– Selalu merasa bersalah
– Selalu mengalah
Baca Juga : Tips Menjaga Kesehatan Mental Akibat Kegagalan Besar yang Terjadi
– Takut orang lain menganggap dirinya jahat atau egois
– Terlalu sibuk memikirkan perasaan orang lain dan pikiran orang lain tentang dirinya
– Selalu mengabaikan kebutuhannya sendiri demi orang lain.
Penyebab orang menjadi people pleaser
Sifat ini disebabkan oleh banyak faktor, dan kebanyakan di antaranya disebabkan dari trauma masa lalu. Trauma berperan penting pada hal-hal yang terjadi di masa kini.
Kemungkinan besar orang yang memiliki sifat people pleaser pernah mengalami pengalaman menyakitkan di masa lalu, seperti ditolak dan dijauhi dari lingkungannya sehingga di masa kini orang tersebut cenderung selalu mencoba menyenangkan orang lain agar bisa diterima di lingkungannya.
Selain trauma masa lalu, sifat ini juga bisa muncul karena rendahnya harga diri. Orang yang memiliki sifat ini cenderung tidak menghargai keinginan dan kebutuhannya sendiri sehingga jadi cenderung selalu mengalah dan mengorbankan diri sendiri.
Rendahnya harga diri juga bisa terjadi karena seseorang membutuhkan validasi eksternal sehingga apapun yang dilakukan selalu untuk menyenangkan orang lain untuk merasa diterima.
Dampak memiliki sifat people pleaser bagi kesehatan mental
Karena kebiasaan yang selalu mengorbankan diri sendiri, tidak heran bila sifat people pleaser ini sangat buruk bagi kesehatan mental.
Simak dampak sifat people pleaser bagi kesehatan mental:
1. Frustasi
Menjadi seorang yang selalu mendahulukan kebutuhan orang lain bisa menimbulkan perasaan marah dan frustasi karena mengetahui orang lain memanfaatkan kebaikan yang diberikan. Perasaan ini kemudian bisa menimbulkan rasa menyesal dan mengasihani diri sendiri.
2. Cemas dan stres
Upaya untuk membuat orang lain senang bisa membuat tingkat stres dan cemas meningkat karena tidak dapat menyisihkan waktu untuk diri sendiri. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan mental seseorang dan berisiko menimbulkan stres kronis.
3. Energi terkuras
Membuat orang lain senang dapat menguras sumber daya fisik dan mental seseorang. Energi yang dimiliki selalu habis untuk memastikan bahwa orang lain mendapatkan apa yang diinginkan, sementara di satu sisi selalu menelantarkan keinginan dirinya sendiri.
Pada dasarnya ada perbedaan antara melakukan sesuatu untuk membantu orang lain dan melakukan sesuatu karena ingin menyenangkan orang lain.
Membantu orang lain tidak didasarkan pada perasaan terpaksa dan tidak mengharapkan timbal balik. Sementara, bila melakukan sesuatu untuk menyenangkan orang lain, didasarkan pada rasa takut ditolak dalam lingkungan dan takut berkata ‘tidak’.
Cara berhenti menjadi seorang people pleaser
Untuk menghentikan kebiasaan buruk ini, seseorang perlu merasa percaya diri dan tegas terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Dengan rasa percaya diri, seseorang bisa menjadi dirinya sendiri apa adanya tanpa perlu validasi orang lain dan tanpa perlu merasa harus diterima.
Percaya diri dan tegas juga membantu seseorang untuk berani menetapkan batasan dan berani mengatakan ‘tidak’ dari hal-hal yang mungkin merugikan. Hal ini sangat penting, tetapi juga sulit dilakukan. Terkadang seseorang yang tidak bisa menetapkan batasan tidak sadar bahwa dirinya sedang dieksploitasi oleh orang-orang di sekitarnya yang menganggap dirinya remeh.
Oleh sebab itu, perlu menetapkan batasan yang sehat dengan orang lain agar terhindar sifat eksploitasi tersebut dan berani untuk mengatakan ‘tidak’ pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat. (Jesslyn Samantha Rumiris Lumbantobing)