Informasi Terpercaya Masa Kini

Respons Habiburokhman, PDI-P Tegaskan Punya Data soal “Partai Coklat”

0 6

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) TB Hasanuddin memastikan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya memiliki bukti terkait partai coklat atau pengerahan aparat kepolisian pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Hal ini disampaikannya menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang menyebut isu partai coklat sebagai hoaks.

“Saya kira begini, yang menyampaikan pertama itu DPP (PDI-P). Dan pasti DPP punya data-data terjadinya hal-hal yang disampaikan itu,” kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2024).

Baca juga: PDI-P Pantau Pencoblosan Pilkada 2024, Singgung Pergerakan Partai Coklat

Lebih lanjut, Hasanuddin juga merespons soal pelaporan anggota DPR dari Fraksi PDI-P Yulius Setiarto soal pernyataan partai coklat.

Menurutnya, pernyataan Yulius ini tidak seharusnya dimasalahkan MKD DPR RI.

Namun, karena ada laporan masyarakat, maka MKD DRP mengklarifikasi kedua belah pihak.

“Kemudian Pak Yulius menyampaikan apa yang disampaikan oleh DPP, apa yang disampaikan oleh fraksi, selama fraksinyta tidak keberatan berarti ada kecocokan antara fraksi dan anggota fraksi. Jadi tidak bisa, sesungguhnya dipermasalahkan di MKD,” ujar Wakil Ketua MKD DPR RI ini.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebut ada partai coklat (parcok) atau pengerahan aparat kepolisian pada Pilkada 2024.

“Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks,” kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Baca juga: Isu Partai Coklat pada Pilkada, Ketua Komisi III DPR: Hoaks!

Habiburokhman menegaskan, pilkada tidak hanya pertarungan antara dua kubu.

Dia juga menilai, hampir tidak mungkin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggunakan institusinya untuk kepentingan kubu tertentu.

“Karena di setiap Pilkada itu bisa terjadi mix antar kubu partai-partai politik. Di provinsi A misalnya, partai A berkoalisi dengan partai B, di provinsi lainnya berseberangan. Jadi secara logika enggak logis ya,” ucapnya.

Leave a comment