Pembebasan Bea Masuk Susu Impor Dikeluhkan Peternak, Ini Kata Dirjen Bea Cukai
JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait pembebasan bea masuk susu impor yang dikeluhkan para peternak sapi dalam negeri lantaran membuat harga susu impor jauh lebih murah.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Askolani mengatakan, pembebasan bea masuk susu impor terjadi karena adanya perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara tersebut.
Seperti misalnya susu yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru mendapatkan bea masuk nol persen karena Indonesia dan dua negara tersebut telah menandatangani kesepakatan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).
Baca juga: Kementan Ajukan Perpres Wajibkan Industri Serap Produksi Susu Peternak Lokal, Mentan: Mensesneg Setuju
Untuk diketahui, mengutip laman New Zealand Foreign Affairs and Trade, perjanjian yang berlaku sejak 2010 itu di dalamnya terdapat penghapusan tarif pada ekspor susu, daging sapi, kehutanan, apel, dan buah kiwi Selandia Baru.
“Itu terkait sama FTA perjanjian trade agreement ya, antara biasanya dengan ASEAN, dengan Australia, dengan New Zealand, jadi itu yang kita jalanin juga,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Selain bea masuk dibebaskan, susu impor juga tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022, tepatnya dalam dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2).
Baca juga: Mentan: Inpres Kewajiban Penyerapan Susu Lokal Dihapus karena Intervensi IMF pada 1998
Terkait pembebasan PPN susu impor ini, Askolani menyebut, yang berwenang merevisi aturan pembebasan PPN susu impor ialah Ditjen Pajak Kemenkeu.
“Kalau masalah PPN teman-teman pajak ya,” ucapnya.
Sebagai informasi, para peternak sapi perah di Jawa Tengah hingga Jawa Timur ramai-ramai membuang susu hasil produksinya.
Penyebabnya, susu sapi produksi lokal tak terserap usai ada pembatasan kuota di industri pengolahan susu (IPS).
Baca juga: Alasan RI Masih Impor, Asosiasi Peternak: Saat Ini Ada 86 Industri tapi Produksi Susu Nasional Tidak Tambah-tambah
Peternak sapi perah dan pengepul susu di Boyolali, Jawa Tengah misalnya menggelar aksi mandi susu dari susu yang tak terserap industri di Tugu Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu lalu (9/11/2024).
Aksi buang susu ini merupakan bentuk protes atas pembatasan kuota di IPS. Mereka kecewa serapan susu sapi lokal berkurang.
Pembatasan kuota oleh perusahaan IPS diduga karena melonjaknya volume susu impor dalam bentuk bubuk (skim) yang masuk ke Indonesia beberapa bulan terakhir. Susu skim sendiri harganya lebih murah dibandingkan susu segar yang dihasilkan peternak lokal.
Banjir susu impor di Indonesia salah satunya disebabkan karena produk susu tidak dikenakan bea masuk dan pajak PPN. Kondisi ini membuat peternak rentan lantaran tidak diproteksi pemerintah.
Baca juga: Kebijakan Bebas Bea Masuk Susu Impor Dikritisi, Wamendag: Kita Lihat Dulu…
Sebelumnya, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyebutkan, industri pengolahan susu seharusnya memang menyerap susu peternak lokal. Namun, peraturan bea masuk nol persen membuat para IPS lebih memilih impor bubuk susu.
“Seharusnya memang begitu skemanya. Tetapi karena ada kebijakan perdagangan yang membuat bea masuk menjadi nol persen, susu 4,7 juta ton (kebutuhan susu nasional) juga itu banjir,” kata Ferry.
Ferry mengatakan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, harus mempertimbangkan akibat dari bea masuk nol persen.
“Kemendag juga mempertimbangkan kalau diberikan bea masuk nol persen akibatnya seperti ini. Ini bisa dimintakan kembali, dalam rangka melindungi peternak susu sapi perah di Indonesia,” kata Ferry.
Baca juga: 60 Perusahaan Bakal Pasok Sapi Perah, Mampu Penuhi 50 Persen Kebutuhan Susu Nasional
“Kami meminta ada barrier. Kalau bisa jangan nol persen,” tutur dia.