DJP Tegaskan Penjualan Susu Peternak Lokal Bebas PPN
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, menegaskan bahwa produk susu sapi perah merupakan salah satu barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kebijakan ini telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sejak lama, dengan landasan hukum yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 sebagai perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
Sementara itu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang PPN, produk susu termasuk dalam produk pokok tertentu yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai.
“Susu termasuk dalam jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN,” kata Dwi Astuti kepada kumparan, Kamis (14/11).
Dwi menjelaskan, PP 49 Tahun 2022 memberikan fasilitas pembebasan PPN tidak hanya untuk impor susu dari luar negeri, tetapi juga penjualan susu dari peternak lokal.
Artinya, baik susu impor maupun susu hasil produksi peternak lokal dapat dinikmati oleh masyarakat tanpa adanya tambahan beban pajak PPN.
Selain itu, Dwi juga menjelaskan kriteria susu yang dapat mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Susu yang memenuhi kriteria pembebasan PPN adalah susu perah, baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan (pasteurisasi), serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengaku akan meminta keterangan Ditjen Pajak dan mengumpulkan data-data terkait persoalan pajak yang tengah dialami oleh Pramono, pemilik usaha sapi perah UD Pramono di Boyolali, Jawa Tengah.
“Ombudsman akan mengumpulkan data dan meminta klarifikasi kepada DJP mengenai hal ini,” kata Yeka dalam keterangan resminya.
Yeka menekankan, Ombudsman RI berkomitmen mendukung adanya upaya untuk memastikan keberlangsungan hidup UD Pramono yang menaungi 1.300 peternak sapi perah yang menjadi mitra dan binaannya.
Terdapat dua hal yang akan didalami Ombudsman RI. Pertama, terkait prosedural atau proses penagihan dan pemblokiran besaran pajak yang ditagihkan.
“Kami ingin mendalami apakah ada potensi maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dalam proses penagihan dan pemblokiran besaran pajak yang ditagih,” tegasnya.
Kedua, terkait upaya untuk meminta DJP mempertimbangkan opsi skema penyelesaian secepatnya terkait rekening UD Pramono yang saat ini terblokir. Hal ini dilatarbelakangi bahwa uang sebesar Rp 671 juta yang diblokir tersebut akan digunakan untuk membayar para peternak sapi dari tujuh kecamatan di Boyolali dan satu kecamatan di Klaten.