Informasi Terpercaya Masa Kini

Razia Rumah Makan Padang di Cirebon, Apa yang Terjadi?

0 1

Di Cirebon, Jawa Barat, sebagaimana juga di berbagai kota di Indonesia, ada banyak rumah makan Padang. Pemiliknya bisa perantau Minang di Cirebon, bisa juga warga yang bukan berdarah Minang.

Bukankah ketrampilan memasak makanan dengan cita rasa khas Minang, bisa dipelajari oleh siapa saja. Kebetulan, masakan Padang disukai oleh kebanyakan orang Indonesia, bahkan orang asing banyak yang suka.

Maka, jika warung nasi Padang muncul di mana-mana, tidak mengherankan. Karena memang disukai konsumen. Ketika seseorang lagi bingung mau makan apa, biasanya langsung teringat warung Padang.

Soalnya, itu tadi, warung nasi Padang tersebar di mana-mana, dan jenis makanannya fast food, sudah siap untuk disantap.

Dari sisi produsen, juga gampang diproduksi oleh bukan orang Padang sekalipun. Dengan belajar melalui video tutorial di media sosial pun bisa. Lagi pula, bumbu dan bahan bakunya di jual di pasar-pasar tradisional.

Saking banyaknya rumah makan Padang, sampai muncul paguyubannya. Seperti di Cirebon ada yang namanya Paguyuban Rumah Masakan Padang Cirebon (PRMPC).

Nah, baru-baru ini di media sosial dan media massa dihebohkan dengan aksi Dewan Penasehat PRMPC. Mereka melakukan razia terhadap sebuah rumah makan Padang di Kabupaten Cirebon.

Masalahnya, berita yang beredar luas, seolah-olah PRMPC melakukan razia yang berbau SARA, karena pemilik rumah makan Padang yang dirazia bukan orang Minang.

Ada pula yang memberitakan kalau yang dirazia adalah rumah makan Padang abal-abal, yang mungkin bisa ditafsirkan ada rumah makan berlabel “Masakan Padang” tapi masakannya tidak sesuai standar Padang pada umumnya.

Kompas.com (30/10/2024) memberitakan pernyataan PRMPC agar masyarakat tidak salah mengerti. 

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Menurut Penasehat PRMPC, bahwa mereka tidak merazia rumah makan Padang yang dimiliki oleh bukan orang Minang.

Persoalan yang dipermasalahkan PRMPC adalah soal harga yang sangat murah untuk makanan yang diberi label “masakan Padang”.

Harga Rp 9.000 untuk nasi Padang dengan lauk ayam menurut kalkulasi PRMPC, merupakan taktik banting harga yang mungkin akan mengorbankan standar citarasa masakan Padang.

Jangan sampai terjadi persaingan yang tidak sehat dan membunuh rumah makan Padang lainnya yang sebetulnya masakannya sudah sesuai standar masakan Padang.

Memang, secara umum harga masakan Padang sedikit lebih mahal dari makanan sejenis di Warung Tegal, tapi tidak semahal di restoran Chinese Food atau ayam goreng ala Amerika.

Tapi, bukankah mahal murah itu relatif? Sangat banyak Rumah Makan Padang yang tampil dengan tempat yang luas dan nyaman, dengan harga yang di atas standar rumah makan Padang pada umumnya.

Maka, jika ada kios sangat sederhana yang menjual nasi Padang murah, bahkan lebih murah dari Warung Tegal, tentu oleh pedagangnya sudah dihitung dengan cermat.

Mana ada pelaku usaha kecil yang berjualan untuk merugi. Kalau pun saat awal berusaha, ada harga diskon, itu hanya sekadar promosi sementara.

Tapi, itulah yang menurut PRMPC tidak logis. Barangkali PRMPC sudah dengan teliti menghitung, jika masakan Padang dibuat dengan bahan yang memenuhi standar, tak akan bisa dijual dengan harga sangat murah.

Makanya, seperti diberitakan sejumlah media daring, atas kesepakatan PRMPC dengan pemilik sebuah warung makan Padang yang dirazia, akhirnya label “Masakan Padang” yang tertulis di depan warung, dicopot.

Tidak didapat informasi, apakah kesepakatan itu karena pemilik warung dalam kondisi ketakutan, atau memang karena menyadari kekeliruannya. Yang pasti, pemilik warung tidak membuat laporan ke pihak kepolisian.

Tapi, apakah menurut kacamata umum, kasus tersebut dinilai positif atau negatif, sangat mungkin untuk diperdebatkan.

Anggaplah makanan Padang berharga murah, kualitasnya tidak memenuhi standar masakan Padang, maka tentu konsumen tidak akan mau menjadi pelanggan. Mereka yang merasa tertipu, tak akan mau membeli lagi di sana.

Jadi, sebaiknya biarkan konsumen yang menjatuhkan “hukuman”. Kalau murah tapi tidak enak, konsumen pasti akan kapok. Lidah konsumen tidak bisa didustai.

Semoga razia seperti itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Leave a comment