Ngesol Sepatu dari 1982,Sukir Bisa Sekolahkan 5 Anak Sampai Tamat,Ogah Ditawari Jadi Kuli Bangunan
TRIBUNJATIM.COM – Sukir seorang tukang sol sepatu sudah berkutat dengan alas kaki sejak tahun 1982.
Pekerjaan Sukir sebagai tukang sol sepatu itu menjadikan lima anaknya tamat bersekolah.
Sukir tampaknya sudah banyak makan asam garam dunia persolan sepatu lantaran pengalamannya puluhan tahun.
Berbagi ceritanya setelah bekerja puluhan tahun, Sukir mengaku ogah ketika ditawari menjadi kuli bangunan.
Di tengah hiruk-pikuk gempuran sepatu second impor yang lebih murah tak membuat Sukir berhenti untuk menjalani profesinya sebagai tukang sol sepatu.
Sukir Sol biasa ia dikenal sudah mengabdikan hidupnya untuk memperbaiki sepatu sejak 1982 menghadapi suka duka dalam menjalani profesi yang menjadi penopang ekonomi keluarganya.
Warga RT 01 Kelurahan Suka Jadi Kecamatan Lubukinggau Barat I ini kerap berkeliling kota Lubuklinggau, Sumsel menjajakan jasa sol sepatu.
Sukir mempunyai lima orang anak dan semuanya telah menamatkan pendidikan hingga SMA.
Semuanya sudah bekerja meski penghasilan sehari-harinya tidak menentu.
Sukir bercerita ia menggeluti jasa sol sepatu sejak muda, dimulai dengan belajar mengesol sepatu secara otodidak kemudian menjadi tukang sepatu keliling.
Baca juga: Sejak SMP Sudah Tahu Cara Jahit, Rio Tak Malu 9 Tahun Jadi Tukang Sol Sepatu, Dibayar Rp25 Ribu
“Dulu awalnya ngesol sepatu ini otodidak ketika dijalani ternyata menjadi profesi sampai sekarang,” ceritanya pada Tribunsumsel.com, Minggu (15/12/2024), seperti dikutip TribunJatim.com, Senin (16/12/2024).
Awalnya Sukir mangkal jalan menuju pasar Inpres Lubuklinggau, kemudian karena ramainya tukang sol sepatu saat itu ia memutuskan untuk berkeliling.
“Karena yang mangkal banyak akhirnya keliling. Waktu kereta ekonomi masih bebas, kita ikut kereta ngesol sepatu sampai wilayah Lahat,” ujarnya.
Kemudian sejak kereta ekonomi mulai ada batasan tahun 2013 silam.
Sukir hanya berkeliling di wilayah Lubuklinggau dan paling jauh ke wilayah Tugu Mulyo Kabupaten Musi Rawas (Mura).
“Karena sekarang umur tidak muda lagi walaupun tidak pernah sakit-sakit sekarang wilayahnya hanya keliling Lubuklinggau, sore pulang,” ungkapnya.
Bagi Sukir menjadi tukang sol sepatu memiliki tantangan tersendiri.
Namun, ia memilih jalur ini dibanding menjadi buruh bangunan.
“Jadi tukang sol itu kita yang ngatur pekerjaan, walaupun kadang sekali-kali pernah diajak kawan nukang bangunan,” ujarnya.
Sukir mengaku penghasilan sebagai tukang sepatu tidak menentu kadang banyak, namun kadang walau sudah berkeliling tidak dapat sama sekali.
Baca juga: Dulu Ngaku Kebal Hukum, Kini Anak Bos Toko Roti Ditangkap setelah Viral, Diduga Hendak Kabur
“Kadang dapat kadang tidak, sekarang lebih kepada cukup untuk makan saja, kadang dapat Rp.50 ribu kadang malah tidak dapat sama sekali, syukuri saja,” ungkapnya.
Namun meski penghasilan jasa sol sepatu masih ada, Sukir telah meminta kepada anak-anaknya agar profesi jasa sol sepatu tidak dilanjutkan anak -anaknya.
“Cukup saya saja, saya pesan kepada anak-anak saya, carilah profesi lain yang lebih menghasilkan,” ujarnya.
Kemudian untuk biaya jasa sol sepatu bervariasi, tergantung jenis sepatu atau sandal. Untuk sepatu wanita pelajar, ia mematok harga mulai Rp.10 ribu.
“Sementara harga termahal untuk sepatu besar mencapai Rp.15 ribu,” ungkapnya.
Kisah serupa juga dialami oleh seorang tukang servis panci.
Sehari-hari membuka usaha servis panci di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Ujang Nuryadien (60), berhasil menyekolahkan anaknya hingga jenjang S2 di perantauan.
Tukang servis panci asal Tasikmalaya, Jawa Barat, ini membuka jasanya di toko kelontong yang berada di kawasan Pasar Kahayan, Kota Palangka Raya, Kalteng.
Ujang Nuryadien yang lulusan SD ini bisa menyekolahkan anaknya hingga S2 berkat servis panci.
Baca juga: Gegara Beda Pilihan di Pilkada, Makam Nenek & 12 Anggota Keluarga Dibongkar: Dipindahkan Tempat Lain
Ujang Nuryadien sendiri telah menjadi tukang servis panci sejak jaman krisis moneter, tepatnya pada tahun 1997.
Ayah empat anak ini telah merantau dari Pulau Jawa ke Kalimantan sejak tahun 1994.
Dia pernah berada di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, hingga menetap di Kalimantan Selatan.
“Saya ke Kalimantan sejak 1994 ikut orang merantau, pertama di Kalsel, kemudian Kaltim,” katanya.
“Bekerja serabutan, sempat jadi kuli bangunan juga,” ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
Saat itu, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup menjadi alasan Ujang Nuryadien akhirnya merantau ke Kalimantan.
Terlebih, dia hanya lulusan sekolah dasar (SD) sehingga harus memutar otak untuk mencari penghasilan yang cukup.
Lantas Ujang pun mulai belajar menambal panci dari temannya.
Tidak hanya menyervis panci, Ujang Nuryadien juga mengerjakan berbagai alat-alat rumah tangga lainnya.
Tangannya yang sudah sepuh bergerak lincah mengukur, menggunting, sampai memukul-mukul aluminium hingga membentuk tutup mesin peniris minyak.
“Selain menambal, saya juga menerima pembuatan alat rumah tangga, dandang bakso, loyang roti, dan alat lain yang bahannya dari aluminium,” ucap Ujang, dengan bahasa Banjar dengan aksen Sunda.
Toko yang dijadikannya tempat usaha kini ia tempati dengan sistem sewa.
Jarak antara toko dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh.
Toko servis berbahan kayu yang menjadi tempat usahanya menjadi saksi bisu perjuangan Ujang Nuryadien mencari nafkah.
Meskipun hanya seorang lulusan SD, Ujang Nuryadien ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang layak.
“Saya cuma lulusan SD, ibunya juga sama, tapi saya ingin anak-anak kami punya masa depan yang lebih baik. Jalurnya ya melalui pendidikan,” ungkap Ujang.
Dia pun menyisihkan uang dari kebutuhan sehari-hari, untuk tabungan pendidikan anaknya.
“Lumayan lah, sebulan paling sedikit bisa dapat Rp3 juta, tapi itu naik turun, tergantung banyak sedikitnya orang yang mau servis,” ujar dia.
Baca juga: Diduga Mau Liburan ke Eropa, Anak Pejabat Pukuli Dokter Koas Senior, Ngotot Minta Ganti Jadwal Piket
Berkat penghasilan dari servis panci dan alat rumah tangga tersebut, dia bisa membuat anak-anaknya menempuh pendidikan dengan baik.
Anak keduanya, Bela Novita, yang menjadi sumber kebanggaannya, berhasil menamatkan S1 di IAIN Palangka Raya.
“Saat ini dia lanjut S2 di universitas yang sama. Alhamdulillah sekarang bisa bekerja sebagai supervisor di salah satu perusahaan ritel di Palangka Raya,” tutur dia.
Bagi Ujang, pendidikan adalah kunci mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik.
Melalui kios kecil dan usaha yang digelutinya, kisah Ujang memberikan pesan bahwa kerja keras mampu memperbaiki nasib seseorang, betapapun terbatasnya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com