Informasi Terpercaya Masa Kini

Continental: Dari Produsen Ban Jadi Perusahaan Teknologi

0 8

Penggunaan teknologi termutakhir memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas para produsen ban saat ini. Akan tetapi, ada satu produsen ban yang telah sukses melangkah lebih jauh. Tak cuma menggunakan teknologi canggih untuk membuat ban, ia juga turut berperan aktif mengembangkan teknologi, khususnya di dunia otomotif.

Bahkan, produk teknologi mereka saat ini sudah digunakan oleh sejumlah pabrikan mobil ternama seperti Mercedes-Benz.

Di sini, kita sedang berbicara tentang Continental, produsen ban asal Jerman yang sudah mulai beraktivitas sejak 1871.

Sebagai perusahaan pemasok otomotif terbesar ketiga di dunia, Continental memang memiliki sejarah yang tak main-main. Mulanya, aktivitas Contonental berkisar pada kereta kuda. Tak cuma memproduksi ban karet untuk kereta kuda, ia juga merilis sepatu kuda berbahan karet ketika jalan-jalan di Eropa sudah mulai berganti dari tanah menjadi batu.

Sampai akhirnya, pada 1892, Continental menjadi perusahaan Jerman pertama yang memproduksi ban untuk sepeda. Langkah inilah yang membuatnya kemudian jadi pemimpin pasar ketika revolusi kendaraan bermotor bersemi. Ban sepeda bikinan Continental itu menjadi fondasi bagi pengembangan ban sepeda motor serta mobil yang muncul belakangan.

Baca juga: Bagaimana Realitas dan Kecerdasan Buatan Merevolusi Industri Ban

Tak Berhenti Berinovasi Bisa dikatakan, inovasi adalah bagian dari sejarah Continental itu sendiri. Ia adalah perusahaan pertama yang menciptakan pola tapak atau kembangan (tread pattern) pada ban. Lalu, pada 1955, Continental sukses memperkenalkan ban tubeless pertama di Benua Biru.

Seiring berjalannya waktu, produk-produk Continental pun semakin variatif. Menjelang akhir abad ke-20, ia mulai ikut memproduksi sasis dan rem mobil usai mengakuisisi Grup Schaeffler. Lalu, pada 2001, ia mengambil alih kendali atas Temic, lini bisnis elektronik otomotif milik Daimler Chrysler. Unit elektronik otomotif milik Motorola dan Siemens pun turut digamit pada 2006 dan 2007.

Boleh dikatakan bahwa masa-masa itu menjadi masa peralihan yang krusial bagi Continental. Soal ban, kehebatannya sudah tak perlu lagi diragukan. Namun, ada kemungkinan tak terbatas yang disediakan oleh sektor otomotif bagi siapa pun yang mau memanfaatkannya. Ledakan teknologi yang terjadi sejak peralihan milenium pun membuat Continental mulai mendiversifikasi produknya.

Memasuki dekade ketiga abad ke-21, Continental lagi-lagi mengambil langkah maju dengan mengembangkan mobil swakemudi. Inilah yang kemudian membuat jangkauan Continental jadi begitu luas, lebih dari sekadar ranah otomotif.

Di laman resminya, kita bisa dilihat betapa bervariasinya portofolio Continental. Bahkan, jangkauan Continental kini telah merambah ke industri agrikultur, perumahan, pemrosesan makanan, pertambangan, sampai maritim.

Sebenarnya, jika kita menilik sejarah Continental, keterlibatannya di pelbagai ranah industri itu tidaklah mengejutkan. Sebab, pada awal abad ke-20—tepatnya pada masa Perang Dunia I, Continental pun sudah terlibat dalam industri dirgantara, tatkala mereka menjadi pemasok ban bagi pesawat-pesawat militer Kekaisaran Jerman.

Keterlibatan mereka dalam berbagai bidang industri seperti tersebut di atas merupakan konsekuensi logis dari terus berkembangnya kemampuan kejurunteraan (engineering) konglomerasi ini.

Yang kemudian mencengangkan adalah bagaimana mulusnya adaptasi Continental dalam memasuki ranah teknologi digital. Sebab, ada perbedaan fundamental antara teknologi yang sebelumnya sudah sangat dikuasai Continental dan teknologi digital. Namun, distingsi itu tidak tampak begitu berpengaruh pada apa yang mereka lakukan.

Baca juga: Dapatkah Airless Tire Gantikan Teknologi Ban Konvensional?

Dimulai Sepenuhnya pada 2019 Secara khusus, Continental mulai memfokuskan bisnisnya pada teknologi pada 2019 dan ini sebenarnya mencakup semua lini usaha yang mereka jalankan. Namun, dalam “manifesto” yang mereka terbitkan, tersurat adanya ikhtiar khusus untuk benar-benar menyelam ke dunia digital serta teknologi mutakhir.

“Jika dulu yang menjadi fokus kami adalah teknologi transmisi diesel dan bensin, perhatian utama Continental kini ada pada upaya menggapai masa depan melalui pengalaman berkendara yang terautomasi dan terhubung, realisasi arsitektur kendaraan baru, serta menghubungkan kendaraan pada komputer berperforma tinggi, piranti lunak, dan data,” tulis Continental dalam laman resmi mereka terkait transformasi ini.

Ada dua hal yang mendasari Continental untuk mengalihkan fokus bisnisnya. Pertama, ia melihat adanya penurunan secara global dalam produksi otomotif. Kedua, adanya disrupsi dalam teknologi sistem penggerak kendaraan serta pergeseran berbagai layanan ke ranah digital. Inilah yang kemudian mendorong mereka untuk melakukan studi ekstensif, salah satunya melalui pendirian Institut Teknologi dan Transformasi (CITT) pada 2019.

Institut tersebut menjadi wadah bagi Continental untuk melakukan penilaian serta peningkatan kemampuan (upskilling) bagi karyawan-karyawan mereka. Ini menarik karena transformasi yang dilakukannya tidak serta-merta bakal berujung pada penggunaan tenaga mesin otomatis sepenuhnya. Maka alih-alih melakukan PHK besar-besaran seraya merekrut karyawan-karyawan baru, Continental memilih untuk berinvestasi pada sumber daya manusia yang telah mereka miliki untuk jangka panjang.

Di bidang teknologi otomotif, ada lima hal yang menjadi fokus Continental, yakni keamanan, rrsitektur, pengalaman pengguna, mobilitas cerdas, serta mobilitas otomatis.

Di bidang keamanan, fokus Continental ada pada pengembangan kamera, sensor radar dan lidar, penerapan kecerdasan buatan dalam penggunaan airbag, sampai pengembangan sistem pengereman yang lebih ramah lingkungan. Kecerdasan buatan serta internet of things (IoT) memegang peranan penting dalam segala upaya Continental di bidang ini.

Baca juga: Bagaimana Internet of Things Bekerja di Dunia Otomotif

Berikutnya, arsitektur. Sederhananya, arsitektur yang dimaksud di sini adalah bagaimana teknologi-teknologi yang ada dirangkai sedemikian rupa untuk memberi pelayanan terbaik bagi konsumen. Contohnya, dengan perlengkapan canggih yang disediakan Continental, konsumen akan mengetahui kapan persisnya harus ke bengkel untuk melakukan servis rutin atau mengganti onderdil tertentu.

Continental sendiri sejauh ini telah menjadi pemasok perangkat serta infrastruktur untuk mendukung penciptaan arsitektur digital mobil, mulai dari komputer berperforma tinggi, modul antena pintar, unit telematika 5G, aplikasi berbasis awan (cloud), sampai paket piranti lunak yang didesain khusus sesuai kebutuhan.

Itu semua, tentunya, tidak akan lengkap tanpa tampilan yang mumpuni dan memudahkan pengguna. Continental pun tidak ketinggalan untuk urusan ini karena mereka juga sudah sukses menciptakan perangkat yang digunakan pengguna untuk mengakses semua fitur yang ada pada kendaraannya.

Selanjutnya, bidang keempat dan kelima punya kaitan erat, yakni tentang bagaimana sebuah mobil atau kendaraan bisa “berkomunikasi” dengan kendaraan lain atau lingkungan sekitarnya sehingga bisa mengurangi kemacetan, angka kecelakaan, emisi, hingga akhirnya mewujudkan sistem transportasi otonom yang bisa diandalkan.

Segala yang dilakukan Continental pada divisi otomotifnya itulah yang membuat mereka layak disebut sebagai perusahaan teknologi dan, harus diakui, mereka adalah pionir di antara para produsen ban. Sekali lagi, penggunaan teknologi canggih memang sudah jamak digunakan oleh pabrikan-pabrikan ban di seluruh dunia, tetapi baru Continental yang sukses melakukan diversifikasi penuh.

Continental sendiri sampai sejauh ini masih terus berhasil mempertahankan kualitas ban yang mereka produksi. AllSeasonContact 2, misalnya, belum lama ini mendapat pujian dari majalah otomotif terkemuka di Jerman, Auto Bild. Akan tetapi, dengan adanya iktikad kuat untuk bertransformasi, bukan hal mustahil jika di kemudian hari Continental justru akan lebih dikenal lewat terobosan-terobosan teknologinya.

Leave a comment