Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Rezky Rendi Mahasiswa Unimor yang Kuliah Nyambi Jadi Tukang Gali Kubur,Ogah Ikut Foya-foya

0 8

SURYA.co.id – Kisah perjuangan seorang mahasiswa Universitas Timor (Unimor) bernama Rezky Rendi cukup menginspirasi.

Pasalnya, Rezky kuliah sambil bekerja sebagai tukang gali kubur.

Ia mengaku ogah ikutan foya-foya seperti anak seumurannya.

Rezky Rendi Funan, mahasiswa semester I Program Studi (Prodi) Ilmu Adminstrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Timor (Unimor) yang tengah menjalani kuliah sambil bekerja, dengan menjadi buruh. Pekerjaan yang dilakoni pun unik, yakni menjadi buruh gali kuburan.

Rezky melakoni pekerjaan menjadi buruh tukang kuburan sejak masih duduk di bangku SMA.

Baca juga: Sosok Ariiq Lulusan Unair, Dulu Rela Nyambi Kerja demi Bayar Kuliah, Kini Dapat Tawaran Beasiswa S2

Ia bekerja menjadi buruh mengikuti suami salah satu kakaknya.

Rezky sendiri merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara, pasangan Mikhael Nenis dan Paulina Suni yang bermata pencaharian sebagai petani dan berdomisili di Maumolo, sebuah kampung kecil di pinggiran Kota Kefamenanu.

Menurutnya, kedua orang tuanya sangat senang karena bisa membantu mereka mendapatkan tambahan penghasilan dan bisa ditabung untuk membiayai kuliahnya di Unimor.

Pekerjaannya sebagai buruh tukang kuburan tidak banyak diketahui oleh teman-temannya, baik saat masih di SMA maupun sekarang ini setelah menjadi mahasiswa.

“Saya tertarik bekerja menjadi buruh karena bisa membantu orang tua mendapatkan uang agar bisa bersekolah saat itu dan bisa kuliah di Unimor pada saat ini.

Dari kami tujuh bersaudara, hanya saya yang bisa sampai di bangku kuliah, sedangkan keenam saudara saya hanya sebatas tamat SMA.

Saya tidak mengikuti perilaku dan gaya hidup anak anak seumuran saya yang mungkin masih menghabiskan waktu untuk bersenang-senang saat ini,” tuturnya kepada Humas Unimor di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bijaesunan, Selasa (8/10/2024), melansir dari laman Unimor.

Masuk ke Unimor melalui jalur Seleksi Mandiri, untuk semester I ini, ia memprogram lima mata kuliah dengan bobot 18 SKS dan mendapatkan Hendrikus Hironimus Botha, S.IP., M.AP., sebagai Dosen Pembimbing Akademiknya.

“Saya bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja. Kalau kuliah siang sampai dengan sore, paginya saya datang bekerja.

Sedangkan kalau kuliah pagi, pada sore harinya baru saya bisa datang untuk bekerja. Beda saat masih SMA dulu, sekolahnya dari pagi sampai siang. Setelah keluar sekolah, saya langsung bisa bekerja membantu.

Untuk kondisi saya saat ini sebagai seorang mahasiswa, konsentrasi saya untuk kegiatan perkuliahan tetap saya utamakan.” jelasnya.

Rezky lanjut menceritakan, untuk pergi ke kampus, ia berangkat dari Maumolo dengan fasilitas motor ojek, kemudian turun di terminal Kota Kefamenanu lalu lanjut menumpang angkutan kota untuk menuju ke kampus Unimor di bilangan KM 9 arah ke Kupang.

Untuk segala aktivitasnya pergi dan pulang ke rumah biasanya menghabiskan biaya sebesar Rp. 20.000 setiap harinya.

“Pokoknya untuk proses perkuliahan selama ini lancar, hanya pernah absen karena hujan deras di Maumolo, sehingga ketika tiba di kampus, proses perkuliahan sudah dimulai. Untuk tugas-tugas perkuliahan, kadang saya agak kewalahan karena harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah, tetapi tetap saya kerjakan karena merupakan suatu kewajiban sebagai mahasiswa, ” katanya mengakui.

Untuk upah pekerjaan sebagai buruh, Rezky menceritakan bahwa dari setiap kuburan yang selesai dikerjakan, dia mendapatkan upah sebesar Rp.500.000,00 hingga Rp. 750.000,00, tergantung model kubur dan tingkat kesulitan dalam proses pengerjaannya.

Upah sebesar itu diperoleh dalam jangka waktu satu hingga dua minggu proses pekerjaan. Uang itu diberikan kepada ibunya untuk ditabung guna mencukupi kebutuhan keluarga dan juga untuk kebutuhan kuliahnya.

Rezky juga menambahkan bahwa ia bersyukur sekali karena rata-rata job untuk pengerjaan kuburan sekarang ini berlokasi di TPU Bijaesunan Kota Kefamenanu yang letaknya lumayan dekat dengan kampus, sehingga ketika mendekati jam perkuliahan dia bisa langsung bersiap untuk menuju kampus guna mengikuti proses perkuliahan.

“Kedepannya,saya bercita-cita menjadi seorang pengusaha atau bekerja di sektor swasta. Saya juga tidak malu untuk melakoni pekerjaan ini, bahkan ada kebahagiaan tersendiri karena bisa membantu orang lain atau keluarga duka.

Dari hasil pekerjaan senagai buruh ini, saya memimpikan bisa membeli sebuah laptop untuk mendukung proses perkuliahan saya ke depan. Karena selama ini saya mengerjakan tugas dengan mengandalkan handphone saja,” ujarnya sambil menyiapkan tas dan perlengkapan kuliah serta mengganti pakaian yang dibawa dari rumah guna pergi mengikuti proses perkuliahan siang tadi.

Ada juga sosok Taswif Yusri yang rela nyambi jadi tukang servis AC untuk nyicil biaya kuliah.

Setiap kali servis ia cuma dibayar Rp 60 ribu, dan sehari ordernya pun tak menentu.

Taswif merupakan mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene.

Pekerjaan sebagai tukang service AC sudah dilakoni Taswif selama empat tahun.

Dalam sehari nyervis, Taswif mendapat bayaran Rp60 ribu.

Uang itu biasanya ditabung untuk nyicil biaya kuliah atau diberikan kepada sang ibu.

Taswif merupakan pemuda asal Desa Totolisi, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene.

Menurutnya, pekerjaan itu dijalani juga untuk membiayai kebutuhan hidupnya sehari-hari.

“Dalam kondisi ekonomi sempit apalagi sekarang saya cuman bersama ibu saya, maka saya harus pintar membagi waktu antara kuliah dan bekerja,” katanya, melansir dari Tribun Sulbar.

“Pekerjaan ini saya lakoni karena keterbatasan biaya saya untuk melanjutkan pendidikan,” lanjut Taswif kepada wartawan.

Bagi Taswif, memilih pekerjaan sebagai tukang service AC tidak begitu sulit.

Sebab diakui Taswif, pengalaman dalam hal tersebut sudah matang.

Pekerjaan yang ditekuni oleh Taswif ini tidak hanya memperbaiki AC tetapi juga membersihkan.

Ia mengaku lebih sering dapat job membersihkan AC daripada memperbaiki.

Dengan pendapatan satu kali perbaikan AC sekitar Rp 60 ribu, ia sudah merasa cukup, meskipun pendapatan per bulan tidak menentu.

Terkadang, ia tidak menghabiskan uang hasil jerih payahnya.

Taswif memilih menabung ataupun diberikan kepada orangtua untuk disimpan.

“Dari hasil itu saya dapat menyicil biaya kuliah saya,” ucapnya.

Lebih lanjut Taswif mengungkapkan, terkadang orang tuanya merasa cemas dia terlalu fokus pada pekerjaan dari pada kuliah.

“Saat seperti itu saya berusaha meyakinkan orangtua dengan bercerita kegiatan keseharian di saat kuliah juga kerja agar dia mengerti,” katanya.

Ia juga mengaku tidak kewalahan membagi waktu saat belajar, bekerja dan berorganisasi.

Meskipun sibuk dengan pekerjaannya, Taswif tetap aktif berorganisasi.

Ia merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi ekstra kampus yang membantunya belajar mengatur waktu.

“Setelah kuliah dan pekerjaan service AC selesai, saya kembali bergabung dengan teman-teman di HMI. Di sana, saya belajar membagi waktu,” tambahnya.

Taswif juga berbagi pesan inspiratif bagi mahasiswa dan pemuda lainnya.

Ia mendorong mereka untuk aktif menggunakan akal dan kemampuan yang dimiliki, serta mengembangkannya menjadi kemandirian.

Kisah Taswif menjadi contoh nyata dengan kegigihan dan kerja keras, keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih mimpi dan pendidikan yang lebih baik.

“Jadi saya jalani saja sembari juga ada skill yang harus diaktualisasikan, kuliah sambil kerja itu pilihan dan kita harus pandai-pandai memilih,” tutupnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment