DBS Beli 300 Ribu Data Pribadi dari Dark Web, ternyata Hanya Jebolan SMK di Denpasar
bali.jpnn.com, DENPASAR – Penangkapan 12 tersangka kasus tindak pidana registrasi kartu Subscriber Identification Module (SIM) dan penjualan kode One Time Password (OTP) secara ilegal membuka fakta baru.
Temuan penyidik Ditressiber Polda Bali, pelaku utama berinisial DBS membeli 300 ribu data pribadi baik NIK maupun KK dari dark web.
Data itu kemudian dijual dengan harga jutaan rupiah.
“Untuk data dijual pelaku DBS dengan harga per Rp 25 juta,” ujar Direktur Reserse Siber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra.
AKBP Ranefli mengatakan, sebelum merekrut belasan orang karyawannya, pelaku DBS bersama dua temannya mulai buka usaha konter sambil menjual kartu registrasi ilegal pada 2022.
Awalnya, mereka memakai handphone dengan NIK yang diperoleh dari dark web secara manual.
Setelah lima bulan berjalan, tersangka DBS kemudian membeli dua buah laptop dan modem pool.
Dalam satu modem pool, ada 16 kartu SIM yang langsung teregistrasi.
Pada Agustus 2024, tersangka DBS membeli 12 unit modem pool tambahan, total menjadi 168 unit.
Tersangka pun merekrut orang baru untuk memperbesar skala usaha.
Menurut mantan Kapolres Tabanan ini, penyidik belum berhenti pada 12 tersangka, lantaran masih ada beberapa orang lain yang masuk DPO.
“Masih ada yang jadi DPO karena saat menggeledah kantor di Jalan Gatot Subroto, kantor sudah kosong.
Kami masih cari, sepertinya saat kami ke TKP ada yang memberi tahu ke sana sehingga kantor dikosongkan,” kata AKBP Ranefli.
Yang mengejutkan, belasan karyawan itu ditarget melakukan registrasi 3.000 kartu dalam waktu 24 jam dengan sistem kerja secara bergantian.
Untuk menarik pelanggan, DBS bersama anggotanya membuat empat website sebagai media promosi dan transaksi.
Masyarakat yang ingin memiliki kartu ilegal tinggal mendownload aplikasi, memilih layanan yang ingin didaftarkan lalu melakukan transaksi.
“Nanti akan ditanya aplikasi apa. Di websitenya sudah terarah tergantung pemesannya mau apa,” ucap AKBP Ranefli.
AKBP Ranefli Dian Candra menyebutkan korban kebanyakan masyarakat yang ingin membuat akun aplikasi tertentu.
Yang mengejutkan lagi, otak kejahatan berinisial DBS hanya lulusan SMK di salah satu sekolah kejuruan di Kota Denpasar.
Belum ada dugaan yang mengarah pada kegunaan data khusus untuk buzzer.
“Yang jelas pengakuannya untuk masyarakat yang membutuhkan kartu ilegal untuk membuat akun atau aplikasi apapun. Patut kita duga peredarannya cukup marak,” tutur AKBP Ranefli. (antara/lia/JPNN)