Informasi Terpercaya Masa Kini

Serangan Drone dan Keterbatasan Iron Dome Israel

0 5

DRONE atau pesawat tanpa awak gerakannya lambat, ukurannya kecil, dan relatif murah untuk dibuat. Namun drone itulah yang telah menjadi masalah mematikan bagi Israel dalam perang yang telah berlangsung setahun terakhir.

Serangan drone Hizbullah terhadap pangkalan militer Israel di dekat Binyamina di bagian utara negara itu pada hari Minggu (13/10/2024), yang menewaskan empat tentera dan melukai puluhan lainnya, merupakan yang paling merusak hingga saat ini. Hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan baru tentang seberapa baik sistem pertahanan udara Israel, yang sangat mahal itu, untuk menghentikan drone-drone tersebut.

Israel punya sistem pertahanan udara tiga lapis, yaitu David’s Sling, Arrow, dan Iron Dome. Ketiganya dirancang untuk melindungi Israel dari berbagai ancaman udara, seperti rudal, roket, dan drone. Masing-masing sistem memiliki metode kerja unik, mulai dari pencegatan rudal balistik di luar atmosfer hingga menghancurkan roket jarak pendek yang mengancam area berpenduduk.

Saat mengunjungi pangkalan militer di dekat Binyamina yang rusak itu pada Senin pagi, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengatakan bahwa “upaya signifikan” sedang dilakukan untuk mencari solusi yang akan mencegah serangan pesawat tak berawak di masa depan.

Iron Dome Jebol

BBC melaporkan, beberapa bagian dari sistem pertahanan udara Israel bekerja dengan baik. Di Israel utara misalnya sering terdengar ledakan berkala saat Iron Dome mencegat roket yang ditembakkan Hizbullah dari Lebanon selatan. Israel mengatakan Iron Dome berhasil mengenai lebih dari 90 persen targetnya.

 

Baca juga: Drone Hizbullah Tembus Iron Dome Israel Lagi, Tewaskan 4 Tentara

Iron Dome dapat mencegat dan menghancurkan roket jarak pendek dan peluru artileri. Namun Iron Dome bisa berfungsi karena roket-roket Hizbullah masih sederhana,

sehingga bisa dikalkulasi ke mana roket menuju sejak diluncurkan dan kemudian dicegat.

Nah, menghentikan drone lebih rumit. Dalam perang saat ini, masalah itu muncul berulang kali.

Pada Juli lalu, sebuah pesawat tak berawak yang ditembakkan kelompok Houthi di Yaman mencapai Tel Aviv. Pada awal Oktober, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan sebuah pesawat tak berawak yang diluncurkan dari Irak menewaskan dua tentara di Dataran Tinggi Golan. Minggu lalu, sebuah drone lain menyerang sebuah panti jompo di Israel tengah.

“Sebagian besar, jika tidak semua, drone diproduksi Iran dan kemudian dipasok ke kelompok bersenjata di Lebanon, Irak, dan Yaman,” kata Dr Yehoshua Kalisky, peneliti senior di Institute of National Security Studies di Tel Aviv, kepada BBC.

 

Drone memiliki jejak radar (radar signature) – atau pantulan sinyal radar saat terkena gelombang radar- yang kecil dan dapat terbang pada ketinggian rendah sehingga membuat deteksi dini menjadi sulit. Drone bahkan kadang-kadang dikira sebagai burung.

“Drone-drone juga sulit dicegat oleh pesawat karena UAV (drone) terbang lambat,” ujar Kalisky. “Drone melaju dengan kecepatan sekitar 200km/jam dibandingkan dengan kecepatan pesawat jet yang mencapai 900km/jam.”

Sejumlah laporan media Israel menunjukkan, pada hari Minggu lalu itu dua drone Hizbullah, kemungkinan besar Ziyad 107, melintasi wilayah udara Lebanon di atas Luat Tengah. Satu dari drone itu ditembak jatuh dan yang lainnya menghilang – semula diduga jatuh – sehingga tidak ada sirene peringatan yang berbunyi di wilayah Israel. Namun drone itu kemudian menyerang kantin sebuah pangkalan militer Israel.

Sarit Zehani dari Alma Research Institute – yang mengkhususkan diri pada keamanan di perbatasan utara Israel – tidak berpikir bahwa drone-drone itu berhasil menembus hanya karena kebetulan.

“Itu sudah direncanakan,” kata dia. “Mereka (Hizbullah) sudah mencoba melakukan itu sejak lama.”

Zehani tinggal sembilan kilometer dari perbatasan Lebanon di Galilea barat dan melihat peristiwa hari Minggu itu dari balkonnya. Dia mengatakan, ada tembakan roket dan peringatan di seluruh wilayah perbatasan saat drone diluncurkan. Hal itu “membuat kewalahan” sistem pertahanan udara dan membantu drone untuk melewatinya.

Alma Research Institute menghitung ada 559 insiden drone melintasi perbatasan utara untuk misi pengawasan atau serangan sejak perang dimulai tahun lalu. 

Selain Iron Dome, Israel punya sistem pertahanan udara Adam’s Sling, Arrow 2, dan Arrow 3 yang dirancang untuk menghancurkan rudal balistik. Pertahanan udara Israel akan segera didukung sistem anti-rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) dari Amerika Serikat yang akan dioperasikan oleh hampir 100 personel militer AS.

Baca juga: Mengapa AS Memberi Sistem Anti-Rudal THAAD ke Israel?

Solusi yang lebih permanen untuk menjatuhkan drone saat ini sedang dikembangkan.

“Laser-laser berkekuatan tinggi sedang dikembangkan, dan teknologi lainnya menggunakan meriam gelombang mikro untuk merusak perangkat elektronik drone,” kata Dr Kalisky.

Cara Kerja Iron Dome

Iron Dome diciptakan dua perusahaan Israel, yakni Rafael Advanced Defense Systems dan Israel Aerospace Industries, dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Sistem itu dirancang untuk mendeteksi, menganalisis, dan menembak jatuh proyektil yang masuk sebelum proyektil itu mencapai target yang secara strategis penting dan berpenduduk.

Sistem Irom Dome memanfaatkan kombinasi radar deteksi dan pelacak untuk mengidentifikasi dan mengikuti target sebelum menembakkan interceptor, yang dikenal sebagai Tamir, untuk menghancurkannya di udara.

Iron Dome terdiri dari tiga komponen utama. Komponen pertama adalah Radar Deteksi dan Pelacakan. Radar ini memiliki peran krusial dalam sistem pertahanan, bertugas mengidentifikasi dan melacak roket atau proyektil yang ditembakkan ke arah Israel.

Komponen kedua adalah Unit Kendali dan Pengendalian (Control and Command Unit). Unit ini merupakan otak dari Iron Dome, di mana seluruh data yang diterima dari radar diproses. Unit ini menggunakan algoritma canggih untuk mengevaluasi lintasan proyektil, menentukan apakah akan mengancam area yang dilindungi, dan memutuskan apakah sebuah interceptor perlu diluncurkan. Keputusan ini diambil dalam hitungan detik.

Interceptor Tamir adalah komponen ketiga. Interceptor ini dirancang untuk bertabrakan langsung dengan target yang masuk, menghancurkannya di udara sebelum mereka mencapai daratan.

Operasi Iron Dome dimulai dengan kegiatan pemantauan. Radar sistem itu memantau langit 24 jam sehari, mencari tanda-tanda peluncuran roket atau proyektil lainnya yang mengarah ke wilayah yang dilindungi.

Begitu roket terdeteksi, sistem secara otomatis mengalkulasi lintasan terbang roket untuk menentukan apakah roket tersebut akan mendarat di area yang dianggap kritis. Jika jawabannya ya, sistem itu langsung beraksi.

Pada saat roket diidentifikasi sebagai ancaman, unit kendali dan pengendalian Iron Dome menginstruksikan peluncuran interceptor Tamir. 

Sistem itu memiliki kemampuan untuk meluncurkan beberapa interceptor secara bersamaan jika beberapa roket ditembakkan secara simultan, yang sering terjadi selama eskalasi konflik.

Keterbatasan Iron Dome

Iron Dome memiliki sejumlah keterbatasan selain kesulitan mendeteksi drone. Salah satu keterbatasan terbesar adalah biaya operasional. Biaya untuk setiap interceptor yang ditembakkan sistem itu relatif tinggi, dan dalam konflik yang intensif di mana banyak roket ditembakkan, biaya tersebut bisa menjadi sangat signifikan.

Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan finansial sistem dalam skenario konflik jangka panjang atau jika serangan meningkat secara signifikan dalam volume.

 

Keterbatasan lain adalah bahwa sistem itu dirancang terutama untuk menghadapi ancaman dari roket jarak pendek. Ini berarti sistem mungkin kurang efektif terhadap rudal balistik jarak menengah atau jarak jauh, yang memerlukan sistem pertahanan rudal lain yang lebih kompleks dan mahal.

Iron Dome juga memiliki keterbatasan dalam menghadapi serangan yang diluncurkan secara simultan dari banyak lokasi, karena ada batas jumlah target yang dapat diintersep secara bersamaan.

Terakhir, efektivitas Iron Dome sangat tergantung pada keakuratan dan kecepatan data intelijen yang diterima. Kesalahan dalam prediksi atau kegagalan dalam sistem pengawasan dapat mengurangi efektivitas sistem dalam menanggapi serangan.

Leave a comment