Informasi Terpercaya Masa Kini

Ada Apa di Balik Serangan terhadap Warga China di Pakistan?

0 2

KEDUTAAN Besar China di Pakistan mengonfirmasi bahwa dua warga China tewas dan satu lainnya terluka dalam ledakan di dekat Bandara Internasional Jinnah di Karachi pada hari Minggu (6/10/2024).

Sebanyak tiga orang tewas dan sedikitnya 11 orang lainnya terluka dalam apa yang digambarkan pihak berwenang Pakistan sebagai “serangan teror”.

Menurut pernyataan kedutaan China, sebuah konvoi yang membawa para staf China dari Port Qasim Electric Power Company (Private) Limited diserang.

Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan pada hari Senin bahwa para penyerang “tidak akan luput dari hukuman”.

Baca juga: Ledakan di Luar Bandara Pakistan Tewaskan 2 Warga China

“Badan keamanan dan penegakan hukum Pakistan akan melakukan segala upaya untuk menangkap para pelaku dan fasilitatornya. Tindakan biadab ini tidak akan luput dari hukuman,” bunyi pernyataan itu.

Kantor berita Reuters melaporkan, Tentara Pembebasan Balochistan (Balochistan Liberation Army atau BLA), sebuah kelompok separatis, mengaku bertanggung jawab atas serangan pada hari Minggu itu.

Apa yang Dikerjakan Warga China di Pakistan?

Ribuan pekerja China di Pakistan umumnya terlibat dalam proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan (China-Pakistan Economic Corridor/CPEC) yang didanai Beijing, yang merupakan bagian dari Belt and Road Initiative (BRI) yang bernilai miliaran dolar.

China mengumumkan CPEC tahun 2015 dengan tujuan memperluas hubungan dagang dan pengaruhnya di Pakistan serta di Asia Tengah dan Selatan.

Ide di balik proyek itu adalah menghubungkan Provinsi Xinjiang di China barat dengan Laut Arab melalui Pakistan. Hal itu akan memperpendek rute perdagangan buat China dan membantu menghindari hambatan atau kemacetan di Selat Malaka, jalur air sempit antara Malaysia dan Indonesia yang menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik.

Pakistan akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan perdagangan, infrastruktur dan industri di sepanjang koridor sepanjang 2.000 kilometer, yang semuanya dibiayai China.

Menurut laporan DW, walau proyek itu akan meningkatkan konektivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi, banyak orang di Provinsi Balochistan, yang menjadi pusat CPEC, menentangnya.

Apa Inti Konflik Balochistan?

Balochistan, provinsi di Pakistan barat daya yang berbatasan dengan Afghanistan dan Iran, merupakan provinsi termiskin dan berpenduduk paling sedikit di negara itu.

Kelompok separatis telah melancarkan pemberontakan di sana selama beberapa dekade. Mereka mengeluh Islamabad dan provinsi kaya Punjab telah mengeksploitasi sumber daya mereka secara tidak adil.

Pemerintah Pakistan telah berusaha mengatasi pemberontakan itu secara militer.

Kelompok separatis dari etnis Baloch mengklaim bahwa China berinvestasi di Gwadar, kota nelayan kecil di Balochistan yang memainkan peran penting dalam proyek CPEC, untuk mengeksploitasi sumber daya alam provinsi tersebut.

Proyek-proyek China di seluruh provinsi itu, dan di bagian lain Pakistan, termasuk di kota pelabuhan Karachi, telah menjadi sasaran militan Baloch selama bertahun-tahun.

Tahun 2018, Balochistan Liberation Army atau BLA menyerang konsulat China di Karachi. Pada April 2021, sebuah serangan bunuh diri di luar sebuah hotel mewah di kota Quetta di Pakistan barat daya, tempat duta besar China menginap, menewaskan empat orang dan melukai puluhan lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, BLA telah meningkatkan serangan. Mereka menyasar militer Pakistan sebagai pembalasan karena melindugi proyek-proyek China.

Agustus lalu, BLA melancarkan serangan terkoordinasi di provinsi tersebut, yang menewaskan lebih dari 70 orang.

Baca juga: Mengupas Kerja Sama Investasi China di Indonesia

“Serangan telah meningkat selama beberapa waktu, sebuah cerminan dari semakin beraninya kelompok militan-separatis yang marah terhadap investasi China, dan meningkatnya kapasitas mereka untuk melakukan operasi semacam ini,” kata Michael Kugelman, pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson International Center for Scholars yang berbasis di Washington, kepada DW.

Hak-hak Rakyat Balochistan

Selain kelompok militan yang berperang melawan Islamabad, ada beberapa partai politik dan kelompok hak-hak sipil yang secara damai menuntut hak untuk provinsi tersebut dan masyarakat Baloch.

Kelompok-kelompok itu dengan tegas mengkritik tindakan pemerintah Pakistan di provinsi itu. Mereka menuduh militer dan badan intelijennya melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat.

Para analis mengatakan, protes massal baru-baru ini di Balochistan menyoroti meningkatnya ketidakpuasan di kalangan penduduk.

“Satu dekade setelah peluncuran CPEC, janji untuk mengubah Gwadar menjadi kota seperti Shenzhen, Hong Kong, atau Dubai belum terpenuhi,” kata Kiyya Baloch, jurnalis dan komentator yang banyak meliput Balochistan, kepada DW.

Di jantung dari demonstrasi baru-baru ini di Balochistan adalah Baloch Yakjehti Committee (BYC), sebuah kelompok hak asasi manusia yang mengkampanyekan hak-hak sipil, politik dan sosial ekonomi masyarakat Baloch. Gerakan itu telah memobilisasi masyarakat dan mengorganisir demonstrasi besar-besaran di seluruh wilayah.

Mahrang Baloch, pemimpin BYC, mengatakan kepada DW bahwa mereka mengorganisir “gerakan melawan genosida Baloch,”. Pihaknya menuduh pihak berwenang Pakistan melakukan ribuan penghilangan paksa dan pembunuhan tanpa melalui proses hukum.

“China atau negara lain manapun yang berinvestasi di Balochistan terlibat langsung dalam genosida di Baloch. Penghilangan paksa dan pemindahan paksa di wilayah pesisir Makran sangatlah besar. Mereka menjarah sumber daya kami tanpa memberikan keuntungan bagi warga lokal Baloch,” katanya.

Situasi Tak Menentu

Namun militer Pakistan menyebut BYC sebagai “proksi” dari apa yang mereka namakan sebagai teroris dan mafia kriminal.

“Strategi mereka adalah mengumpulkan massa dengan pendanaan asing, menghasut kerusuhan di kalangan masyarakat, menantang otoritas pemerintah melalui pelemparan batu, vandalisme dan membuat tuntutan yang tidak masuk akal,” kata Ahmed Sharif Chaudhry, kepala divisi komunikasi militer, kepada wartawan Agustus lalu.

“Namun ketika negara mengambil tindakan, mereka menggambarkan diri mereka sebagai korban yang tidak bersalah,” tambahnya.

Qamar Cheema, analis pertahanan, menggambarkan situasi keamanan di provinsi tersebut sebagai “tidak stabil”. Ia merujuk para serangan kelompok militan yang merajalela terhadap instalasi militer.

“Untuk mengatasi situasi ini, di mana Beijing telah melakukan investasi besar-besaran, diperlukan perdamaian dan stabilitas, dan negara harus bertindak untuk mengendalikan situasi,” katanya kepada DW.

Leave a comment