Informasi Terpercaya Masa Kini

Kronologi Ricuh di Alun-alun Sangkala Buana Kasepuhan Cirebon,Bermula dari Pengangkatan Habib Lutfi

0 2

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON – Ketegangan sempat terjadi antara pengikut Heru Nursamsi dan warga di Alun-alun Sangkala Buana Kasepuhan Cirebon, Rabu (2/10/2024).

Insiden ini dipicu oleh pernyataan dari Heru Nursamsi yang mengaku sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon, yang menimbulkan polemik di kalangan masyarakat dan Keraton Kasepuhan.

Pimpinan Tinggi Laskar Agung Macan Ali, Prabu Diaz, memberikan keterangan lengkap terkait insiden tersebut.

Ia menjelaskan, bahwa ketegangan ini bermula dari surat dawuh yang beredar, yang menyatakan pengangkatan Habib Lutfi Pekalongan sebagai Ketua Dewan Kalungguhan Kasultanan Cirebon oleh Heru Nursamsi.

Hal tersebut memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk dari Keraton Kasepuhan.

“Kegiatan hari ini di awali beberapa hari yang lalu dengan beredarnya surat dawuh yang diberikan kepada Bapak Habib Lutfi Pekalongan dari saudara Heru Nursamsi, yang mengaku sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon.”

Baca juga: BREAKING NEWS, Ketegangan Terjadi di Alun-Alun Sangkala Buana Keraton Kasepuhan Cirebon

“Tadinya kita tidak peduli, tetapi banyak pihak yang menghubungi kami, khususnya pihak keraton, yang menanyakan kebenaran kabar tersebut,” ujar Prabu Diaz selepas insiden, Rabu (2/10/2024).

Setelah dilakukan pengecekan, Prabu Diaz memastikan bahwa Keraton Kasepuhan tidak pernah mengeluarkan dawuh tersebut dan pihak keraton menegaskan bahwa Sultan Kasepuhan yang sah adalah Sultan Kasepuhan XV, Pangeran Raja Luqman, putra dari Sultan Kasepuhan XIV, Pangeran Arief Natadiningrat.

“Saya bertanya ke dalam Keraton Kasepuhan, dan ternyata kasepuhan tidak mengeluarkan dawuh itu.”

“Saya juga bertanya apakah Heru Nursamsi benar Sultan Kasepuhan, pihak keraton menyatakan Sultan Kasepuhan dipegang Sultan Kasepuhan XV,” ucapnya.

Prabu Diaz yang memiliki nama asli Dedi Setiadi menegaskan, bahwa untuk menjadi Sultan di Kesultanan Kasepuhan harus melalui prosesi pengangkatan resmi di Gedung Agung Panembahan dengan penyematan pusaka Sunan Gunung Jati.

Dalam hal ini, Pangeran Raja Luqman telah menjalani prosesi tersebut, sehingga ia sah menjadi Sultan Sepuh XV.

Namun, ketegangan tidak hanya terjadi secara langsung di lapangan, tetapi juga di media sosial.

Menurut Prabu Diaz, pihak Heru Nursamsi bereaksi dengan melakukan caci maki dan penghinaan di media sosial.

“Hal itu ditanggapi oleh kelompok dari Heru dengan caci maki, menghina dan segala macam di media sosial.”

“Padahal bukan kami saja yang menentang,” jelas dia.

Pada akhirnya, pertemuan pun disepakati untuk menyelesaikan konflik ini.

Pertemuan antara perwakilan dari pihak Heru Nursamsi yang diwakili oleh juru bicaranya, Mahesa dan pihak Macan Ali berlangsung damai dan penuh kesantunan.

Diskusi dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan ini.

“Posisi kami Macan Ali bukan untuk menentukan atau menyangkal, tetapi menjembatani agar konflik ini segera selesai.”

“Kami sepakat untuk melanjutkan diskusi dengan musyawarah yang melibatkan orang-orang berkompeten,” katanya.

Ia juga mengingatkan agar semua pihak menjaga marwah leluhur dan tidak mempermalukan diri sendiri di hadapan publik.

“Hanya pesan kami kepada semua pihak, baik pemerintah pusat, masyarakat, atau kelompok-kelompok yang berkepentingan, mari kita semua menjaga marwah leluhur.”

“Katanya kita turunannya para wali, katanya kita turunannya auliah, ayolah kita semua berangkulan dan bergandengan tangan,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, suasana Alun-alun Sangkala Buana di depan Keraton Kasepuhan Cirebon mendadak tegang pada Rabu (2/10/2024) siang.

Sejumlah orang yang mengatasnamakan pengikut Pangeran Kuda Putih, Heru Nursamsi, mendatangi markas Laskar Agung Macan Ali di sisi timur alun-alun.

Kericuhan bermula saat Mahesa, utusan dari Heru Nursamsi, bertemu dengan Prabu Diaz, Panglima Tinggi Laskar Agung Macan Ali, untuk membahas polemik terkait kedudukan Keraton Kasepuhan Cirebon yang diklaim oleh Heru Nursamsi.

Setelah berdiskusi cukup lama, Mahesa dan Prabu Diaz keluar dari markas dengan pengawalan ketat dari anggota Laskar Agung Macan Ali.

Namun, ketegangan memuncak ketika sekelompok warga berusaha menyerang Mahesa.

Mereka tampak kesal dengan kehadiran Mahesa dan rombongannya, yang dianggap hanya memicu kerusuhan di kawasan Keraton Kasepuhan.

“Kesal aja, karena mereka datang cuma bikin keributan,” ujar seorang warga yang berada di lokasi kejadian seperti dikutip Tribun, Rabu (2/10/2024).

Kericuhan semakin tidak terkendali ketika rekan-rekan Mahesa yang datang bersamaan dengan menunggu di sisi barat alun-alun menggunakan tiga mobil bertuliskan Laskar Adat Keraton Kasepuhan Cirebon dan Laskar Kuda Putih Arya Kemuning menjadi sasaran amarah warga.

Petugas kepolisian yang sudah berjaga di lokasi sempat kewalahan menghadapi massa yang terus mengejar pengikut Heru Nursamsi.

Beberapa pukulan bahkan mengenai mobil yang membawa rombongan tersebut keluar dari area alun-alun.

Prabu Diaz, yang memiliki nama asli Dedi Setiadi, dengan sigap turun tangan menenangkan massa.

Ia meminta warga untuk tetap tenang dan membiarkan mobil pengikut Heru Nursamsi meninggalkan lokasi.

“Saya meminta semua untuk tenang, jangan sampai terjadi hal-hal yang lebih buruk,” ucap Prabu Diaz setelah insiden tersebut.

Dalam wawancaranya, Prabu Diaz menjelaskan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas siapa yang berhak menjadi Sultan Kasepuhan Cirebon.

Diskusi tersebut akan melibatkan pakar sejarah dan arsip negara untuk mengungkap kebenaran.

“Delegasi dari Pak Heru Nursamsi dan Mahesa datang untuk berdiskusi mengenai siapa yang sebenarnya berhak menjadi Sultan.”

“Kami diminta menjembatani agar pembahasan ini dilakukan secara damai dan terbuka,” jelas Prabu Diaz.

Ia juga menegaskan bahwa saat ini belum ada kesepakatan yang pasti mengenai Sultan yang sah di Keraton Kasepuhan.

“Sampai saat ini yang saya tahu, yang mengklaim sebagai Sultan Kasepuhan adalah Pak Heru Nursamsi dan Pak Raharjo.”

“Sebenarnya tidak ada polemik di Kesultanan Kasepuhan, hanya ada pihak-pihak yang mengklaim dirinya sebagai Sultan,” katanya.

Kericuhan pun berakhir setelah massa tenang dan rombongan Mahesa meninggalkan lokasi dengan pengawalan polisi.

Adapun, Laskar Agung Macan Ali Nuswantara dikenal sebagai organisasi yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kebudayaan di Cirebon.

Mereka sering terlibat dalam pengamanan acara-acara besar serta mengadakan berbagai kegiatan untuk memperkenalkan budaya Cirebon kepada generasi muda.(*)

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto 

Leave a comment