Janji Kampanye untuk Satu Agama Saja di Pilkada Jakarta Jadi Sorotan
TEMPO.CO, Jakarta – The Indonesian Institute (TII) mengomentari janji kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta, yang terkesan ekslusif untuk satu golongan agama saja. Menurut organisasi ini, seharusnya paslon di Pilkada Jakarta mengusulkan program-program yang bisa dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.
“Banyak umat beragama yang hidup berdampingan di kota ini, dan masih menghadapi masalah dalam hal kebebasan beribadah. Salah satu contohnya penolakan pembangunan rumah ibadat di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dua tahun lalu,” kata Peneliti Bidang Politik di TII, Felia Primaresti, dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis, 3 Oktober 2024.
Felia menilai, Jakarta sebagai kota yang multikultural seharusnya mengedepankan kebijakan yang inklusif bagi semua kelompok agama. Selain itu, kebijakan yang ditawarkan dalam kampanye juga diharapkan menjawab permasalahan dan kebutuhan utama maysarakat.
Ihwal kampanye yang inklusif itu, kata Felia, supaya gelaran pilkada bisa mengemas kampanye yang edukatif untuk hadirnya kebijakan yang sesuai dengan karakter masyarakat Jakarta.
Felia juga menilai bahwa pemerintah seharusnya fokus pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Tiga aspek ini disebutnya harus tersedia dengan layak di setiap daerah, tidak harus di Jakarta saja.
Lebih lanjut, Felia menyarankan untuk para paslon Pilkada Jakarta, dapat menawarkan kebijakan yang mampu mengatasi solusi kemacetan, polusi, kriminalitas, kemiskinan, hingga penanggulangan sampah dan banjir.
Adapun salah satu paslon yang dikritik oleh Felia adalah pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono. Program Magrib Mengaji yang dikampanyekan pasangan tersebut dianggap Felia tidak menjangkau banyak golongan masyarakat di Jakarta, sebab hanya eksklusif untuk masyarakat beragama Islam saja.
“Wacana kebijakan ini, meskipun terkesan berniat baik, namun hal ini dapat memperlebar ketimpangan sosial antaragama di Jakarta, terutama jika kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan keberagaman dan inklusivitas,” ujar Felia.