Netanyahu Pidato di PBB, Delegasi Berbagai Negara Walkout
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sejumlah diplomat dan kepala negara meninggalkan ruangan alias walkout saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di Majelis Umum PBB, malam ini. Walkout itu dilakukan di tengah desakan agar Israel menghentikan serangan ke Gaza dan Lebanon.
Anadolu Agency melansir bahwa delegasi Turki walkout sebagai protes atas serangan Israel ke Gaza dan Lebanon. Mereka keluar saat Netanyahu memasuki aula dan mendekati podium untuk berpidato di sesi ke-79 majelis tersebut.
Dipimpin oleh perwakilan tetap Turki untuk PBB, Duta Besar Ahmet Yildiz, delegasi tersebut meninggalkan aula sebelum Netanyahu memulai pidatonya. Banyak delegasi lain yang juga melakukan protes dengan berjalan keluar aula.
Delegasi Pakistan di Majelis Umum PBB yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga keluar saat Netanyahu berpidato. Delegasi tersebut juga terdiri dari Menteri Pertahanan Khawaja Asif, Menteri Penerangan Attaullah Tarar, Menteri Sains dan Teknologi Khalid Maqbool Siddiqui, dan Wakil Tetap Pakistan untuk PBB, Munir Akram. Anggota dari Iran dan beberapa negara lain juga memboikot pidato PM Israel.
Netanyahu naik ke podium setelah PM Pakistan Shehbaz mengakhiri pidatonya. Perdana Menteri Pakistan menuntut diakhirinya “segera” serangan militer Israel di Jalur Gaza dan menggambarkannya sebagai “pembantaian sistematis” dan “pertumpahan darah”.
“Ini bukan sekedar konflik, ini adalah pembantaian sistematis terhadap warga Palestina yang tidak bersalah. Sebuah serangan terhadap esensi kehidupan dan martabat manusia, darah anak-anak Gaza tidak hanya menodai tangan para penindas tetapi juga mereka yang terlibat dalam memperpanjang konflik kejam ini.”
“Tidak cukup hanya mengecam… kita harus bertindak sekarang dan menuntut diakhirinya pertumpahan darah ini. Kita harus ingat bahwa darah dan pengorbanan warga Palestina yang tidak bersalah tidak akan pernah sia-sia. Kita harus mengkhawatirkan penderitaan dan kesulitan mereka dan mendukung mereka.”
Perdana Menteri Pakistan menyerukan perdamaian jangka panjang bagi Palestina melalui solusi dua negara dan menuntut agar Palestina segera diakui sebagai anggota penuh PBB. Awal pekan ini, Presiden Palestina Mahmud Abbas duduk bersama delegasi Palestina dalam urutan abjad untuk pertama kalinya setelah delegasi tersebut menerima peningkatan hak istimewa dalam sidang pada bulan Mei.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, juga mendesak netanyahu untuk “mendengarkan komunitas internasional” di tengah kekhawatiran meningkatnya konflik dengan Hizbullah di Lebanon.
Berbicara beberapa jam setelah pemerintah Israel menolak seruan internasional untuk menyetujui gencatan senjata selama tiga minggu dengan Hizbullah, Albanese menyampaikan pesan tajam kepada Benjamin Netanyahu.
“Saya katakan kepada Perdana Menteri Netanyahu bahwa dia perlu mendengarkan komunitas internasional, sama seperti pemain lain di kawasan ini perlu mendengarkan komunitas internasional,” katanya kepada wartawan di Melbourne.
“Seruan ini sangat jelas ketika Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada, dan negara-negara lain menyerukan peredaan konflik ini.”
Sementara dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Netanyahu menjelek-jelekkan lembaga tersebut dan menyebut PBB sebagai “rawa anti-Semit.” “Sampai Israel, hingga negara Yahudi, diperlakukan seperti negara-negara lain, hingga rawa anti-Semit ini dikuras, PBB akan dipandang oleh orang-orang yang berpikiran adil di mana pun sebagai tidak lebih dari sebuah lelucon yang menghina.”
Netanyahu juga membidik jaksa Mahkamah Pidana Internasional yang tengah mengajukan surat penangkapan atasnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di sesi ke-79 Majelis Umum PBB, Jumat, 27 September 2024. – ( AP Photo/Pamela Smith)
Netanyahu mengatakan dalam pidatonya bahwa “Hamas harus musnah” dan tidak akan berperan dalam rekonstruksi Gaza ketika ia berjanji untuk berjuang sampai “kemenangan total”. “Jika Hamas tetap berkuasa, mereka akan berkumpul kembali… dan menyerang Israel lagi dan lagi dan lagi… Jadi Hamas harus hilang,” katanya.
Netanyahu juga mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa negaranya akan “terus melemahkan Hizbullah” sampai Israel mencapai tujuan mereka di sepanjang perbatasan Lebanon. Hal ini semakin meredupkan harapan bagi gencatan senjata yang didukung internasional untuk menghentikan perang regional yang meluas.
“Israel berhak menghilangkan ancaman ini dan mengembalikan warga negara kami ke rumah mereka dengan selamat. Dan itulah yang kami lakukan… kami akan terus melemahkan Hizbullah sampai semua tujuan kami tercapai,” kata Netanyahu.
“Bayangkan saja jika teroris mengubah El Paso dan San Diego menjadi kota hantu… Berapa lama pemerintah Amerika akan menoleransi hal tersebut?” katanya sambil mengepalkan tinjunya sebagai penekanan. “Namun Israel telah menoleransi situasi yang tidak dapat ditoleransi ini selama hampir satu tahun. Baiklah, saya datang ke sini hari ini untuk mengatakan: Cukup sudah.”
Palestina telah puluhan tahun hidup dalam kondisi yang tak dapat di toleransi di bawah penjajahan Israel. Israel berulang kali melakukan pengusiran, pencaplokan, dan bombardir yang menewaskan warga Palestina dari tahun ke tahun.
Pada Oktober 2023 lalu, para pejuang Palestina merangsek ke wilayah Israel mencoba lepas dari penjajahan dan blokade di Gaza. Israel membalas dengan brutal, menewaskan lebihd ari 41 ribu jiwa, kebanyakan anak-anak dan perempuan. Israel tengah digugat melakukan genosida dalam seranga terkini ke Gaza di Mahkamah Internasional.